Senin, 26 Mei 2014

Ketika Penguasa Nasrani Tersentuh Dakwah Rasulullah

Setelah hasil Perjanjian Hudaibiyyah tentang masa 10 tahun untuk tidak saling berperang antara Pihak Muslim dengan Pihak Kafir Quraisy bersama koalisinya, Rasulullah Saw memanfaatkan kesempatan itu untuk mengirimkan para sahabat untuk berdakwah kepada pembesar di berbagai negeri, yang sebagian besar dari mereka adalah penganut Nasrani. Menurut Imam Ibnul Qayyim Al Jauzi, dalam Hidayatu Al-Hayara fi Ajwibati Al-Yahud wa An-Nashara, umat Nasrani pada masa itu tersebar di sebagian belahan dunia. Di Syam, hampir semua penduduknya adalah Nasrani. Adapun di Maghrib, Mesir, Habasyah, Naubah, Jazirah, Maushil, Najran, dan lain-lain, meski tidak semuanya, namun mayoritas penduduknya adalah Nasrani.

Terhadap mereka, Rasulullah SAW senantiasa mendakwahkan tauhid. Sebagaimana yang pernah beliau lakukan kepada Raja Najasyi, seorang Raja Nasrani yang tinggal di Ethiopia, negeri yang kala itu bernama Habasyah di benua afrika. Rasulullah SAW pun mengirimi surat kepadanya untuk bertauhid kepada Allah SWT. Berikut adalah pesan surat tersebut:

"Dari Muhammad utusan Islam untuk An-Najasyi, penguasa Abissinia (Ethiopia). Salam bagimu, sesungguhnya aku bersyukur kepada Allah yang tidak ada Tuhan kecuali Dia, Raja, Yang Maha Suci, Yang Maha Sejahtera, Yang Mengaruniakan keamanan, Yang Maha Memelihara, dan aku bersaksi bahwa Isa putra Maryam adalah ruh dari Allah yang diciptakan dengan kalimat Nya yang disampaikan Nya kepada Maryam yang terpilih, baik dan terpelihara. Maka ia hamil kemudian diciptakan Isa dengan tiupan ruh dari-Nya sebagaimana diciptakan Adam dari tanah dengan tangan Nya. Sesungguhnya aku mengajakmu ke jalan Allah. Dan aku telah sampaikan dan menasihatimu maka terimalah nasihatku. Dan salam bagi yang mengikuti petunjuk."

Ketika Rasulullah saw menulis surat kepada Raja An-Najasyi untuk menjadi seorang muslim, maka Raja Najasyi mengambil surat itu, beliau lalu meletakkan ke wajahnya dan turun dari singgasana. Raja Najasyi  lalu mengirimkan surat kepada Rasulullah saw dan menyebutkan tentang keislamannya. Beliaupun masuk Islam melalui Ja’far bin Abi Tholib ra.

Raja An-Najasyi akhirnya meninggal dunia pada bulan Rajab tahun ke-9 Hijriyyah yang berarti kala itu dakwah Islam berada pada periode Makkah. Rasulullah Saw memberitakan wafatnya kepada para sahabat, lalu melakukan shalat ghaib untuknya, serta mengabarkan bahwa Raja An-Najasyi kelak akan masuk surga.  

Ada Syubhat terkait Raja An-Najasyi

Begitu mulianya kedudukan Raja An-Najasyi sehingga Nabi saw menamakannya sebagai hamba yang shalih dan juga memerintahkan para sahabat untuk menshalatkannya. Namun, ada syubhat yang ‘mengganjal’ yang menyebutkan bahwa Raja An-Najasyi tidak berhukum dengan apa yang Allah turunkan setelah dia masuk Islam hingga meningal dunia. Benarkah demikian?
Marilah kita bahas agar tidak menjadi dalil pembenaran tentang bolehnya berhukum dengan selain hukum yang Allah turunkan (Al-Qur’an dan As-Sunnah).

1. Najasyi itu telah meninggal dunia sebelum sempurnanya Syariat Islam, jadi beliau secara pasti meninggal sebelum turunnya firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala:

 “Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridlai Islam itu sebagai agamamu,” (TQS. Al-Maidah:3)

Sebab ayat ini diturunkan pada Hajji Wadaa’, sedangkan Raja An-Najasyi meninggal dunia jauh sebelum penaklukan kota Mekkah sebagaimana yang disebutkan oleh Al Hafidh Ibnu Katsir rahimahullah dalam Al Bidayah Wan Nihayah 3/277.

Sarana-sarana perhubungan dan informasi saat itu tidak seperti zaman sekarang, di mana saat itu sebagian hukum syari’at tidak bisa sampai kepada seseorang, kecuali bila memaksakan diri datang kepada Nabi saw. Ini dibuktikan dengan kuat oleh apa yang diriwayatkan oleh Al Bukhari dan yang lainnya dari Abdullah Ibnu Mas’ud bahwa beliau berkata:

“Kami dahulu mengucapkan salam kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam di dalam shalat maka beliau terus menjawabnya dan tatkala kami pulang dari negeri Najasyi kami mengucapkan salam kepada beliau, namun ternyata beliau tidak menjawab salam kami, dan justru setelah itu beliau berkata: “Sesungguhnya di dalam shalat itu terdapat kesibukan”.

Lantas, masihkah dianggap pantas bila ada seseorang muslim zaman kini yang beranggapan bolehnya berhukum dengan selain hukum Allah, dengan mengqiyaskan keadaan Najasyi yang belum turun sempurnanya syariat? naudzubillahi mindalik

2. Sesungguhnya Raja An-Najasyi telah menghukumi dengan apa yang Allah turunkan (sesuai dengan) apa yang (telah) sampai kepadanya. Barangsiapa yang mengklaim selain ini, wajib baginya menunjukkan bukti yang terang, sebgaimana firman-Nya:

“Katakanlah: Tunjukilah bukti kebenaran kalian jika kalian adalah orang-orang yang benar” (TQS Al-Baqarah:111)

Beberapa bukti kuat yang menunjukkan bahwa Raja An-Najasyi menghukumi dengan apa yang sampai kepadanya dari apa yang Allah turunkan saat itu antara lain:

a.   Setelah mengikrarkan syahadatain, Raja Annajasyi melanjutkan untuk menunaikan kewajibannya untuk merealisasikan tauhid dengan meninggalkan agama nenek moyangnya, iman kepada kenabian Muhammad saw dan iman bahwa Isa adalah hamba dan utusan Allah (Sirah Ibnu Hisyam ilid 1: Halaman 301-302).

b.   Membuktikan bai’atnya terhadap Nabi saw dengan mengirim anaknya Arihaa Ibnu Ashhum Ibnu Abjur, sembari menunjukkan ta’dzimnya dengan menitipkan pesan dalam suratnya: “Bila engkau berkehendak saya datang kepadamu, tentu saya melakukannya wahai Rasulullah, karena sesungguhnya saya bersaksi bahwa apa yang engkau katakan adalah benar”.  Bahkan Raja An-Najasyi juga mengirimkan 60 laki-laki dari penduduk Habasyah kepada Nabi aw. Adapun surat itu disebutkan oleh Umar Sulaiman Al Asyqar dalam buku kecilnya (kutaib) yang berjudul Hukmul musyarakah fil wizarah wal majaalis anniyabiyyah. [Halaman 71 dalam kutaibnya itu, sedang risalah Najasyi ada dalam Zadul Ma’aad 3/60]

c. Sebagai komitmen syahadatain-nya, Raja An-Najasyi menolong kaum muhajiriin yang datang dengan  memberi mereka tempat serta jaminan keamanan dan perlindungan, tidak mengecewakan mereka dan tidak menyerahkan mereka kepada orang-orang Quraisy, bahkan, dia juga tidak membiarkan orang-orang Nashrani Habasyah mengganggu mereka, padahal para Muhajirin itu telah menampakkan keyakinan mereka yang benar tentang Isa ‘alaihissalam.

Saudaraku kaum muslimin yang dirahmati Allah, Inilah kemuliaan Raja An-Najasyi, seorang yang telah tersentuh oleh dakwah tauhid serta diberi hidayah untuk mengenal dan mengamalkannya hingga akhir hayatnya. [dawlam-jbr]