Setelah
hasil Perjanjian Hudaibiyyah tentang masa 10 tahun untuk tidak saling berperang
antara Pihak Muslim dengan Pihak Kafir Quraisy bersama koalisinya, Rasulullah
Saw memanfaatkan kesempatan itu untuk mengirimkan para sahabat untuk berdakwah
kepada pembesar di berbagai negeri, yang sebagian besar dari mereka adalah
penganut Nasrani. Menurut Imam Ibnul Qayyim Al Jauzi, dalam Hidayatu Al-Hayara fi Ajwibati Al-Yahud wa
An-Nashara, umat Nasrani pada masa itu tersebar di sebagian belahan dunia.
Di Syam, hampir semua penduduknya adalah Nasrani. Adapun di Maghrib, Mesir,
Habasyah, Naubah, Jazirah, Maushil, Najran, dan lain-lain, meski tidak
semuanya, namun mayoritas penduduknya adalah Nasrani.
Terhadap
mereka, Rasulullah SAW senantiasa mendakwahkan tauhid. Sebagaimana yang pernah
beliau lakukan kepada Raja Najasyi, seorang Raja Nasrani yang tinggal di
Ethiopia, negeri yang kala itu bernama Habasyah di benua afrika. Rasulullah SAW
pun mengirimi surat kepadanya untuk bertauhid kepada Allah SWT. Berikut adalah
pesan surat tersebut:
"Dari Muhammad
utusan Islam untuk An-Najasyi, penguasa Abissinia (Ethiopia). Salam bagimu,
sesungguhnya aku bersyukur kepada Allah yang tidak ada Tuhan kecuali Dia, Raja,
Yang Maha Suci, Yang Maha Sejahtera, Yang Mengaruniakan keamanan, Yang Maha
Memelihara, dan aku bersaksi bahwa Isa putra Maryam adalah ruh dari Allah yang
diciptakan dengan kalimat Nya yang disampaikan Nya kepada Maryam yang terpilih,
baik dan terpelihara. Maka ia hamil kemudian diciptakan Isa dengan tiupan ruh
dari-Nya sebagaimana diciptakan Adam dari tanah dengan tangan Nya. Sesungguhnya
aku mengajakmu ke jalan Allah. Dan aku telah sampaikan dan menasihatimu maka
terimalah nasihatku. Dan salam bagi yang mengikuti petunjuk."
Ketika
Rasulullah saw menulis surat kepada Raja An-Najasyi untuk menjadi seorang
muslim, maka Raja Najasyi mengambil surat itu, beliau lalu meletakkan ke
wajahnya dan turun dari singgasana. Raja Najasyi lalu mengirimkan surat kepada Rasulullah saw dan
menyebutkan tentang keislamannya. Beliaupun masuk Islam melalui Ja’far bin Abi
Tholib ra.
Raja
An-Najasyi akhirnya meninggal dunia pada bulan Rajab tahun ke-9 Hijriyyah yang
berarti kala itu dakwah Islam berada pada periode Makkah. Rasulullah Saw
memberitakan wafatnya kepada para sahabat, lalu melakukan shalat ghaib untuknya,
serta mengabarkan bahwa Raja An-Najasyi kelak akan masuk surga.
Ada Syubhat terkait
Raja An-Najasyi
Begitu
mulianya kedudukan Raja An-Najasyi sehingga Nabi saw menamakannya sebagai hamba
yang shalih dan juga memerintahkan para sahabat untuk menshalatkannya. Namun,
ada syubhat yang ‘mengganjal’ yang menyebutkan bahwa Raja An-Najasyi tidak berhukum dengan apa yang Allah turunkan setelah
dia masuk Islam hingga meningal dunia.
Benarkah demikian?
Marilah
kita bahas agar tidak menjadi dalil pembenaran tentang bolehnya berhukum dengan
selain hukum yang Allah turunkan (Al-Qur’an dan As-Sunnah).
1.
Najasyi itu telah meninggal dunia sebelum sempurnanya Syariat Islam, jadi beliau secara
pasti meninggal sebelum turunnya firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala:
“Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untuk kamu
agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridlai Islam
itu sebagai agamamu,” (TQS. Al-Maidah:3)
Sebab
ayat ini diturunkan pada Hajji Wadaa’,
sedangkan Raja An-Najasyi meninggal dunia jauh sebelum penaklukan kota Mekkah
sebagaimana yang disebutkan oleh Al Hafidh Ibnu Katsir rahimahullah dalam Al Bidayah Wan Nihayah 3/277.
Sarana-sarana
perhubungan dan informasi saat itu tidak seperti zaman sekarang, di mana saat
itu sebagian hukum syari’at tidak bisa sampai kepada seseorang, kecuali bila
memaksakan diri datang kepada Nabi saw. Ini dibuktikan dengan kuat oleh apa
yang diriwayatkan oleh Al Bukhari dan yang lainnya dari Abdullah Ibnu Mas’ud
bahwa beliau berkata:
“Kami dahulu
mengucapkan salam kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam di dalam shalat
maka beliau terus menjawabnya dan tatkala kami pulang dari negeri Najasyi kami
mengucapkan salam kepada beliau, namun ternyata beliau tidak menjawab salam
kami, dan justru setelah itu beliau berkata: “Sesungguhnya di dalam shalat itu
terdapat kesibukan”.
Lantas,
masihkah dianggap pantas bila ada seseorang muslim zaman kini yang beranggapan
bolehnya berhukum dengan selain hukum Allah, dengan mengqiyaskan keadaan
Najasyi yang belum turun sempurnanya syariat? naudzubillahi mindalik
2. Sesungguhnya Raja
An-Najasyi telah menghukumi dengan apa yang Allah turunkan (sesuai dengan) apa
yang (telah) sampai kepadanya. Barangsiapa yang mengklaim selain ini, wajib
baginya menunjukkan bukti yang terang, sebgaimana firman-Nya:
“Katakanlah:
Tunjukilah bukti kebenaran kalian jika kalian adalah orang-orang yang benar” (TQS
Al-Baqarah:111)
Beberapa
bukti kuat yang menunjukkan bahwa Raja An-Najasyi menghukumi dengan apa yang
sampai kepadanya dari apa yang Allah turunkan saat itu antara lain:
a. Setelah mengikrarkan
syahadatain, Raja Annajasyi
melanjutkan untuk menunaikan kewajibannya untuk merealisasikan tauhid dengan meninggalkan
agama nenek moyangnya, iman kepada kenabian Muhammad saw dan iman bahwa Isa
adalah hamba dan utusan Allah (Sirah Ibnu
Hisyam ilid 1: Halaman 301-302).
b.
Membuktikan bai’atnya terhadap Nabi saw dengan mengirim anaknya Arihaa Ibnu Ashhum Ibnu Abjur, sembari menunjukkan ta’dzimnya
dengan menitipkan pesan dalam suratnya:
“Bila engkau berkehendak saya datang kepadamu, tentu saya melakukannya wahai
Rasulullah, karena sesungguhnya saya bersaksi bahwa apa yang engkau katakan
adalah benar”. Bahkan Raja
An-Najasyi juga mengirimkan 60 laki-laki dari penduduk Habasyah kepada Nabi aw.
Adapun surat itu disebutkan oleh Umar
Sulaiman Al Asyqar dalam buku kecilnya (kutaib) yang berjudul Hukmul musyarakah fil wizarah wal majaalis
anniyabiyyah. [Halaman 71 dalam
kutaibnya itu, sedang risalah Najasyi ada dalam Zadul Ma’aad 3/60]
c.
Sebagai komitmen syahadatain-nya,
Raja An-Najasyi menolong kaum muhajiriin yang datang dengan memberi mereka tempat serta jaminan keamanan
dan perlindungan, tidak mengecewakan mereka dan tidak menyerahkan mereka kepada
orang-orang Quraisy, bahkan, dia juga tidak membiarkan orang-orang Nashrani
Habasyah mengganggu mereka, padahal para Muhajirin itu telah menampakkan
keyakinan mereka yang benar tentang Isa ‘alaihissalam.
Saudaraku
kaum muslimin yang dirahmati Allah, Inilah kemuliaan Raja An-Najasyi, seorang
yang telah tersentuh oleh dakwah tauhid serta diberi hidayah untuk mengenal dan
mengamalkannya hingga akhir hayatnya. [dawlam-jbr]