Amal Sholih sebagai bukti iman dan taqwa bukanlah aktivitas yang cukup dikerjakan di saat kita memiliki waktu luang dan bisa ditinggalkan saat sibuk. Tidak! Amal Islami terlalu agung dan mulia serta tidak bisa diperlakukan seperti itu. Menggabungkan diri dalam perjuangan agama [intima’] dengan beramal sholih tentu saja layak dan pantas dijalani lebih serius, bukan sekedar sambilan, atau bahkan menyepelekannya.
Amal
sholih dalam Islam bukan seperti aktivitas dalam klub sains-ilmiah, komunitas profesi
atau hobi atau ekskul sekolah/kampus yang cukup dikerjakan untuk sekedar tujuan
riset, mengembangkan bisnis, atau pula bisa ditinggalkan saat lulus. Atau cukup
dikerjakan saat masih bujang dan boleh ditinggalkan setelah menikah. Atau kita
curahkan waktu sebelum kita mendapat pekerjaan dan setelah mendapatkannya kita
tinggalkan
Sekali-kali
tidak! Amal Islami bukanlah seperti itu. Perkara amal islami dan intima' kepadanya sama dengan perkara 'ubudiyah kepada Allah yang sebenarnya.
Oleh karena itu, sudah sepantasnya seorang muslim tidak melepaskan diri dari
amal islami kecuali bersamaan dengan keluarnya ia dari kehidupan ini.
Sebagaimana Allah telah berfirman
“Sembahlah Rabbmu
sampai datang kematian (ajal)” (TQS al-Hijr : 99)
Al-Qur'an
tidak mengatakan 'Sembahlah Rabbmu sampai
kamu diterima sebagai pegawai atau usahamu maju dan berkembang pesat atau sampai
kamu menikah atau pula tercapainya hasrat dan keinginan dst’.
Para
pendahulu kita as-salafush shalih
memahami benar hakekat yang sangat penting dalam dienullah ini.
Kita
dapati 'Ammar bin Yasir, beliau
berangkat perang saat usia beliau telah mencapai 90 tahun. Beliau berangkat
perang saat tulang-belulang beliau sudah rapuh, tubuh telah renta, rambut telah
memutih, dan kekuatan sudah jauh berkurang.
Adalah
Abu Sufyan yang masih bisa membakar
semangat para pasukan muslimin untuk berperang saat beliau berumur 70 tahun.
Begitu
pun dengan Yaman dan Tsabit bin Waqasy.
Keduanya tetap berangkat ke medan perang Uhud meski telah lanjut usia dan
Rasulullah saw menempatkan mereka bersama kaum wanita, di bagian belakang
pasukan.
Bahkan,
Rasulullah SAW telah melaksanakan 27 pertempuran. Muhammad bin Ishaq berkata, "Jumlah seluruh perang yang dikomandoi
langsung di lapangan oleh Rasulullah SAW adalah 27." Lalu beliau menyebutnya satu persatu. [al-Bidayah wa
Nihayah 5/217].
Semua
peperangan itu beliau jalami setelah usia beliau lewat 54 tahun. Bahkan perang
Tabuk, perang yang paling berat bagi kaum muslimin, diikuti dan dipimpin
langsung oleh beliau saat umur beliau telah mencapai 60 tahun.
Bagaimana Hari Ini?
Kita
dapat saksikan, ternyata, ada sebagian kaum muslimin yang masih istiqomah dan
tsiqoh meneladani para salafush sholih dalam ber amal sholih. Bahkan ada yang
berusaha meningkatkannya dalam rangka mencapai maqom dan keutamaan sebagai Ath-Thoifah
Manshuroh, sebagaimana termaktub dalam hadits Nabi SAW,
"Akan
senantiasa ada sekelompok dari ummatku yang berperang menegakkan agama Allah,
mengalahkan musuh mereka, dan tidak membahayakan mereka orang yang menyelisihi
mereka hingga datang hari kiamat atas mereka, sedang mereka tetap dalam keadaan
demikian. Kemudian Allah mengirim angin seperti angin misk, sentuhannya seperti
sentuhan sutera, dan ia tidak meninggalkan jiwa yang di dalam hatinya terdapat
iman seberat biji sawi, kecuali ia akan mencabutnya, kemudian tinggallah
seburuk-buruk manusia, terhadap merekalah kiamat akan terjadi." (H.R
Muslim).
Namun,
ada juga sebagian kaum muslimin yang meninggalkan amal Islami setelah hasrat
dan keinginannya tercapai; semisal: lulus dan meraih gelar sarjana, berhasil
mendapatkan pendamping hidup idaman, meraih pekerjaan/ jabatan idaman, berkembangnya
usaha dan beraneka pencapaian duniawi lainnya. Marilah kita renungkan bahwa sesungguhnya
urusan dien dan Islam itu bukan urusan main-main, sebagaimana Firman-Nya:
.. Dan kamu
menganggapnya suatu yang ringan saja. Padahal dia pada sisi Allah adalah besar.
(TQS An-Nur. (24) : 15)
Marilah
kita tepati janji yang telah kalian ikrarkan di hadapan Allah
.. Dan adalah
perjanjian dengan Allah akan di minta pertanggung jawabnya. (TQS Al-Ahzab (33)
: 15)
....Maka barang
siapa yang melanggar janjinya niscaya akibat melanggar janji itu akan menimpa
dirinya sendiri...(TQS Al-Fath (48):10)
Jangan Sampai
Menimpa Kita!
Siapapun
yang dikuasai oleh nafsu ammarah bissu'
[yang condong berbuat keburukan], ditipu oleh setan, atau mengundurkan diri
dari medan amal islami hendaklah merenungkan firman Allah ini,
Dan diantara mereka
ada orang yang telah berikrar kepada Allah: 'Sesungguhnya jika Allah memberikan
sebahagian karunia-Nya kepada kami, pastilah kami akan bersedekah dan pastilah
kami termasuk orang-orang yang saleh. Maka setelah Allah memberikan kepada
mereka sebahagian dari karunia-Nya, mereka kikir dengan karunia itu, dan
berpaling, dan mereka memanglah orang-orang yang selalu membelakangi
(kebenaran). (TQS 9 : 75-76).