Rencana
penutupan Lokalisasi pelacuran Dolly oleh Pemerintah Kota Surabaya pada 19 Juni
2014 mendatang, ternyata telah menuai pro-kontra dari berbagai pihak. Pihak
yang kontra berargumen bahwa penutupan dolly akan membuat masalah sosial baru
karena justru akan memicu para PSK untuk tetap beroperasi tetapi secara liar.
Hal ini juga akan menyulitkan pemerintah untuk mengontrol mereka dan sulit
mengontrol akibat yang ditimbulkannya seperti menyebarnya penyakit menular
seksual seperti sipilis, HIV-AIDS dll.
Sementara
di sisi lain dari kalangan ormas islam dan juga MUI Jatim memberikan
dukungannya atas rencana Pemkot Surabaya untuk menutup Lokalisasi Dolly
tersebut. Dukungan tersebut disampaikan oleh ketua MUI Jatim KH Abdussomad
Buchory, saat bertemu dengan 58 organisasi islam di kantor MUI pada tanggal 8
Mei 2014 yang lalu. Dukungan juga disampaikan langsung oleh ketua PWNU Jatim
KH. Moh. Hasan Mutawakkil ‘Alallah saat menemui Walikota Surabaya di Balai kota
pada 2 Desember 2013 lalu.
Kenapa Menutup Pelacuran?
Pelacuran merupakan salah satu
bentuk zina tersistem dan
menjadi penyakit masyarakat yang penanganannya tidak mudah karena ternyata didukung
oleh oknum pejabat dan oknum aparat keamanan.
Pelacuran adalah faktor pendukung
tersebarnya zina di masyarakat, selain beberapa faktor pendukung lainnya seperti:
majalah dan film porno, televisi dengan tayangan yang vulgar, sinetron umbar
aurat, film layar lebar yang sering dengan bumbu aksi-aksi mesum, dan
pertunjukan pornoaksi dalam bungkus hiburan musik, dan media-media lainnya.
Sebagai
seorang muslim, kita harus mendukung upaya amar ma’ruf dan nahi munkar, untuk
menutup lokalisasi dolly guna mencegah berkembangnya masalah perzinaan yang
merembet ke masalah sosial lainnya. Tentunya, Penyelesaian terhadap masalah zina ini jika
dikembalikan kepada manusia menimbulkan perdebatan (pro-kontra) yang tidak ada
habisnya. Disinilah Islam datang sebagai aturan dari Allah SWT untuk
menyelesaikan semua permasalahan hidup yang dihadapi manusia secara tuntas.
Sebagaimana firman Allah di dalam QS. Al Maidah ayat 48 :
“..maka putuskanlah perkara mereka menurut apa
yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan
meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu..”
Menurut Islam?
Islam
telah melarang melakukan perbuatan zina, apalagi dilegalkan dalam kompleks pelacuran,
yang jelas-jelas ini menantang hukum dan mengundang adzab Allah. Jangankan
melakukannya, mendekati saja sudah tidak boleh. Tentunya perintah untuk tidak
mendekati dan melakukan perbuatan zina bukanlah tanpa sebab. Perbuatan zina
merupakan sebuah perbuatan keji yang dapat mendatangkan kemudharatan bukan
hanya kepada pelakunya, namun juga kepada orang lain.
Banyak
sekali dalil-dalil baik dari Al Quran maupun hadist yang melarang perbuatan
zina ini. Bahkan sebagiannya disertai celaan yang hina bagi pelakunya dan
hukuman yang mengerikan baik di dunia maupun di akhirat.
“Dan janganlah kamu
mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan
suatu jalan yang buruk.” (TQS Al-Israa’: 32)
“Dan orang-orang
yang tidak menyembah tuhan yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang
diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak
berzina, barang siapa yang melakukan yang demikian itu, niscaya dia mendapat
(pembalasan) dosa(nya), (yakni) akan dilipat gandakan azab untuknya pada hari
kiamat dan dia akan kekal dalam azab itu, dalam keadaan terhina.” (TQS Al-Furqan:
68-69)
Bahkan
dalam beberapa
hadits disebutkan bahwa tersebarnya
zina dengan seperangkat sarana-sarana pendukungnya merupakan isyarat bahwa hancurnya
dunia ini memang semakin dekat, tinggal menunggu waktu.
Dari
Anas bin Malik, beliau mengatakan pada Qatadah, “Sungguh aku akan memberitahukan pada kalian suatu hadits yang tidak
pernah kalian dengar dari orang-orang sesudahku. Kemudian Anas mengatakan,"Di
antara tanda-tanda hari kiamat adalah: sedikitnya ilmu dan tersebarnya
kebodohan, diminumnya khamr, merebaknya perzinaan." (HR. Bukhari dan
Muslim)
Makna
"merebaknya perzinahan" adalah zina tersebar dan dianggap biasa
sehingga orang-orang yang berzina tidak lagi sembunyi-sembunyi karena banyaknya
orang yang melakukan zina. (Disarikan dari Fathul Baari)
Diriwayatkan
dari Abu Hurairah radliyallah 'anhu, dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
beliau bersabda: "Demi Allah yang
diriku di tangan-Nya, tidaklah akan binasa umat ini sehingga orang-orang lelaki
menerkam wanita di tengah jalan (dan menyetubuhinya) dan di antara mereka yang
terbaik pada waktu itu berkata, "alangkah baiknya kalau saya sembunyikan
wanita ini di balik dinding ini." (HR. Abu Ya'la. Al Haitsami berkata,
"perawi-perawinya shahih." Lihat Majmu' Zawaid: 7/331)
Gambaran
semacam ini sudah nampak di negeri yang berpenduduk mayoritas muslim ini, sebagaimana yang
dilakukan para pelacur yang menjajakan dirinya di pinggir-pinggir jalan, di
beberapa tempat keramaian atau tempat wisata. Bahkan, sebagian orang sudah
berani merekam perbuatan bejatnya bersama pasangan zinanya. Hal ini dalam pandangan masyarakat modern
yang belum mengenal kemuliaan Islam ternyata dianggap sebagai sebuah kebebasan
yang diagungkan. Bahkan, orang yang berani melarang zina (termasuk yang
melarang penutupan Dolly) dianggap melanggar Hak Asasi Manusia (HAM).
Maka
sungguh tepat yang dikatakan Ibnu Abbas radliyallah 'anhuma: "Mereka pada masa jahiliyah memandang
zina yang dilakukan dengan sembunyi-sembunyi tidaklah mengapa. Namun, mereka
memandang buruk zina yang dilakukan dengan terang-terangan. Lalu Allah
mengharamkan zina yang dilakukan dengan sembunyi-sembunyi dan
terang-terangan." (Dinukil dari Fathul Baari)
Maka, penutupan lokalisasi
Dolly memang solusi tepat bagi mereka yang sudah terjerumus atau enggan keluar
dari kubangan haram segera kembali ke jalan yang benar serta meninggalkan segala
bentuk keharaman dan mencari yang halal. Dan semoga Allah meneguhkan keimanan
umat ini dari berbagai fitnah zaman yang menghawatirkan. Ya Allah, Tunjuki kami
kepada kebenaran dan berilah kekuatan untuk mengikutinya. Dan palingkan kami
dari kebatilan dan anugerahkan kami kekuatan untuk menjauhinya. Amin Ya Mujiibbas Sailiin [be-jbr]