Jumat, 17 Januari 2014

AL GHUROBA : Yang Terasing dan Yang Dirindukan



Kata Al Ghuroba’ bukanlah hal yang asing bagi para penggiat dakwah, bahkan mereka berlomba-lomba untuk mendapat predikat tersebut. Dengan menjadikan kata Al-Ghuroba’ nama tempat, yayasan, bahkan harakah, dan masih banyak lagi. Bukan karena ingin mendapat duniawi, namun para penggiat dakwah ingin mendapat kemuliaan predikat Al Ghuroba’ berdasarkan pada sabda Rosululloh SAW:

"Islam bermula dalam keadaan asing, dan ia akan kembali asing seperti keadaan semula. Maka berbahagialah Al Ghuroba’” (HR. Muslim)

Menurut Syaikh DR. Salman al- Audah dalam bukunya Al Ghuroba’ Al Awwalun Lafazh Ghariban, lafazh al ghurbah memiliki dua makna. Pertama, makna yang bersifat fisik seperti seseorang hidup di negeri orang lain (bukan negeri sendiri) sebagai orang asing. Kedua, Bersifat maknawiyah, yaitu bahwa seseorang yang dalam keistiqomahannya, ibadahnya, risalah islam dan menghindari fitnah-fitnah yang timbul, serta terasing di tengah kaum yang tidak memiliki prinsip Islam.

Adakah Ciri-Cirinya?


Al Ghuroba’ merupakan generasi rabbany yang memperjuangkan keyakinan, dan ideologi yang berasal dari Allah Sang Maha Pencipta. Al Ghuroba’ mempunyai ciri-ciri yang istimewa antara lain:

1. Komitmen dengan Kitabullah dan Sunnah Rasulullah SAW,
“beruntunglah orang-orang terasing[Al Ghuroba’] (yaitu) orang-orang yang berpegang teguh dengan kitabullah, ketika orang-orang sudah mulai meninggalkannya. Dan berpegang teguh dengan (memahami) assunnah, ketika ia dipadamkan.” (HR. Ibnu Waddah)
2. Terusir dari Kabilahnya / Tempat Tinggalnya,


Terkadang, mereka harus rela meninggalkan kampung halamannya demi menyalamatkan dien-nya. Suatu waktu ketika Rosululloh SAW ditanya, siapa Al Ghuroba’, Rosululloh SAW menjawab, “Mereka adalah orang-orang yang terusir dari kabilah-kabilahnya” (musnad Ahmad 3596)

3. Terasing dan Memegang Teguh Dien berdasar pemahaman assalafush shalih.


Mereka terasing karena menjauhi kesesatan, tidak rela bergaul dengan orang-orang fasiq, mengharamkan dirinya untuk tunduk dibawah kendali dzalimnya hukum thogut dan para durjana yang berkuasa, karena mereka hanya menjadikan Al-Haq (wahyu Allah SWT) sebagai idieologi hidupnya, bukan undang-undang sampah pikiran para penguasa lalim.

4. Istiqomah dalam Kesholihan, tidak terpengaruh oleh situasi dan senantiasa mengadakan perbaikan.


“Siapakah mereka [Al-Gurobaa’] ya Rosululloh…?” Rosululloh menjawab, “(yaitu) orang-orang yang senantiasa dalam kesholehan di saat manusia rusak.” (HR. Ath-Thobrony)


Kenapa Terasing?


Ada beberapa faktor yang menyebabkan dan menjadikan seseorang asing di lingkungan tempatnya berada, antara lain:

1. Jauhnya Masyarakat dari tuntunan Allah SWT.


Kondisi ini dapat disebabkan karena masih adanya da’i yang tidak sungguh-sungguh dan tidak berterus terang menyampaikan kebenaran. Sangat Penting bagi para Da’i untuk jujur dalam mengatakan kebenaran dan menyampaikan mana yang bathil dan mana yang haq, mana iman dan mana kufur, mana syirik dan mana tauhid sebagaimana yang diteladankan oleh Nabi Ibrahim As dalam firman-Nya; “Sesungguhnya kami berlepas diri daripada kamu dan dari pada apa yang kamu ibadahi selain Allah, kami ingkari(kekafiranmu) dan telah nyata antara kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja.” (QS. Al Mumtahanah:4)

2. Fanatisme dengan Tradisi Nenek Moyang

Ketika ada orang yang secara tulus ingin meluruskan kesalahan dalam tradisi nenek moyang dan leluhurnya mereka pun dicerca dengan dianggap bodoh, sombong, serta durhaka pada leluhur. Hal ini sebagaimana Bani Israel ketika menolak dakwah nabi Musa karena dakwah beliau melenyapkan warisan nenek moyang meraka. Allah menceritakan ini dalam Al-Qur’an, “ Apakah kamu datang kepada kami untuk memalingkan kami dari apa yang kami dapati nenek moyang kami mengerjakannya“ (QS. Yunus :78)

3. Mendukung Orang Kafir untuk menyingkirkan para pemegang kebenaran.


“ Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang diberi bahagian dari Al Kitab? Mereka percaya kepada jibt dan thaghut, dan mengatakan kepada orang-orang kafir (musyrik Mekah), bahwa mereka itu lebih benar jalannya dari orang-orang yang beriman“ (An-nisa’:51)

Apa Solusinya?


Bagaimana menghadapi keterasingan seperti yang dicontohkan Rosulullah dan para sahabat, Menurut Dr. Salman Al Audah ada 3;

Pertama; Dengan membentuk Jamaah Islam dengan komitmen semata-mata karena Allah SWT dan Rosululloh.


Kedua; Membangun Daulah Islam sebagai perwujudan jama’ah dalam konteks kemasyarakatan
.

Ketiga; dengan Berjihad di jalan Allah SWT. Jihad berfungsi tidak sekadar membela diri dari serangan musuh, namun juga sebagai bagian dari penyebaran dakwah islam dan melindungi jamaah dan penerapan hukum-hukum Allah yang terbangun dalam naungan Daulah Islam.

Untukmu Yaa Ghuroba’


Sejarah selalu ditulis dengan tinta emas manusia-manusia pilihan. Terasing tidak mesti salah, keliru dan menyimpang. Namun tidak semua keterasingan adalah benar dan haq. Asing dan keterasingan adalah sikap sosial terhadap pola pikir dan perilaku seseorang. Keterasingan juga disebabkan karena meruntuhkan tradisi yang bathil yang telah mapan dan menyesatkan.

Ketika kemaksiatan dan kekufuran semakin merajalela, pemegang tauhid dan kebenaran semakin asing bahkan terhina karena mereka istiqomah di atas jalan islam, iman dan jihad; maka ingatlah sabda Rosululloh SAW

“Di hari kiamat akan datang sekelompok orang yang memiliki cahaya secerah mentari.” Abu bakar bertanya; “Siapa mereka ya Rosululloh ?” Kami-kah itu…” Rosululloh SAW menjawab; Bukan, hanya saja kalian (juga) memiliki kebaikan yang banyak. Mereka itu adalah faqir miskin, muhajirun yang terlantar di bagian belahan bumi.” Beliau melanjutkan; “Thuba (beruntunglah) Al-Ghuroba (orang-orang asing).” Ada yang bertanya; “Siapakah Al-Ghuroba’ wahai Rosululloh…?” Rosululloh SAW menjawab, “Mereka adalah orang-orang yang senantiasa sholeh dalam komunitas masyarakat yang rusak, orang yang mendurhakai mereka jauh lebih banyak dari pada orang yang menaati mereka.” (HR.Ahmad,shohih)