“siapa saja yang tidak peduli dengan urusan kaum muslimin, maka ia bukan golonganku”
[HR. Ath Thobroni]
Pada 15 April lalu kita mengetahui ‘kedatangan’ 55 orang pengungsi Muslim Rohingya ke Jember. Mereka adalah saudara kita seiman dan seaqidah yang berasal dari Arakan, salah satu wilayah di Negara Myanmar, sebuah Negara yang saat ini mayoritas Budha.
Sebelumnya, para pengungsi Rohingya yang terdiri dari wanita, pria, dan anak-anak bahkan balita itu terdampar di Kabupaten Banyuwangi. Disana mereka sempat ditampung di Pondok Pesantren Nahdlotul Khodirin, di Desa Barurejo, Kecamatan Siliragung, Banyuwangi, yang diasuh Kiai Nurudin dan Kiai Khoirudin. Setelah polisi mendengar adanya puluhan pengungsi di pesantren itu, akhirnya polisi menarik pengungsi ke Mapolres Banyuwangi dan selanjutnya dibawa ke Kantor Imigrasi Jember [jaringnews.com/15/4/2013]
Hal penting yang perlu kita ketahui adalah faktor apa yang menyebabkan gigihnya Pemerintah Myanmar mengusir dan bahkan memusnahkan Komunitas Muslim Rohingya. Sehingga sejak tahun 2009 mereka berusaha mencari perlindungan ke luar Negara Myanmar.
Dikutip dari Haluan Riau yang menyebutkan bahwa Muslim Rohingya tinggal di propinsi Arakan Myanmar. Wilayah Arakan ini ditinggali oleh dua etnis, Rakhine yang Buddha dan Rohingya yang Muslim. Dari jumlah penduduk Myanmar yang sekitar 50 juta, dan penganut Islam 8 juta (2006), sekitar 3,5juta dari mereka adalah Muslim Rohingya dari Arakan.
Selama Perang Dunia II, pasukan Jepang menginvasi Myanmar yang berada di bawah kekuasaan kolonial Inggris dan menyebutnya sebagai Birma. Saat pasukan Inggris mundur, memunculkan vacuum of power yang menciptakan kekerasan komunal. Termasuk kekerasan antara warga desa Buddha Rakhine dan Muslim Rohingya. Pada tanggal 28 Maret 1942, sekitar 100.000 Muslim Rohingya (hampir separuh dari populasi Muslim Rohingya pada waktu itu) dibunuh oleh orang-orang Buddha Rakhine.
Sebelum junta militer merebut wilayah Rohingya pada tahun 1962, Muslim Rohingya tak kalah maju dengan komunitas Buddha di Arakan. Hanya karena kemiskinan, diskriminasi dan penyiksaan terus-menerus atas diri mereka, jumlah pelajar Rohingya turun drastis. Mereka dipersulit untuk dapat mengikuti pendidikan tinggi di kampus dan universitas. Larangan-larangan bagi Muslim Rohingya telah diberlakukan untuk mencegah mereka
mendapatkan karir profesional karena mereka dipertanyakan kewarganegaraannya. Sebelum tahun 1962, komunitas Rohingya telah diakui sebagai etnis nasional Birma. Mereka memiliki pengaruh penting dalam pemerintahan. Pada masa pemerintahan Presiden U Nu, Sultan Mahmood yang merupakan hartawan dan orang berpengaruh Rohingya menjabat sebagai Sekretaris Politik, lalu menduduki jabatan Menteri Kesehatan. Anggota kabinet lainnya adalah Abdul Bashar, Zohora Begum, Abul Khair, Abdus Sobhan, Abdul Bashar, Rashid Ahmed, dan Nasiruddin (U Pho Khine).
Status Muslim Rohingya saat ini
Pemerintah Myanmar tak mengakui kewarganegaraan etnis Rohingya karena menganggap kelompok Muslim ini bukan merupakan kelompok etnis yang sudah ada di Myanmar sebelum kemerdekaan Myanmar pada 1948. Hal itu pernah ditegaskan oleh Presiden Myanmar, Thein Sein, dalam Al Jazeera, 29 Juli 2012 lalu. Dia mengatakan, Myanmar tak mungkin memberikan kewarganegaraan kepada kelompok Rohingya yang dianggap imigran gelap dan pelintas batas dari Bangladesh itu. [tribunnewws.15/4/2013] Ini merupakan pelanggaran HAM berat bagi Negara yang didalamnya ada Aung San Su kyie, aktivis yang kerap mendapat penghargaan PBB sebagai pejuang Hak Asasi Manusia. [voa-islam/2/5/2013].
Dunia Islam, walau sudah menunjukkan kepeduliaannya, namun belum memberikan pertolongan yang nyata. Jalur diplomasi Negara-negara mayoritas muslim belum mampu memberikan efek nyata untuk membantu derita Rohingya. Harapan muslim Rohingya untuk bisa hidup tenang belum juga menemui titik terang. Dunia Islam pun baru sebatas bisa mengecam. Sementara negara-negara Barat dan PBB sendiri juga belum menunjukkan perhatiannya secara maksimal. Derita Muslim Rohingya pun terus berlanjut.
Perlakuan Pengungsi dalam tinjauan Islam
Islam memberikan petunjuk terkait perlakuan kepada Pengungsi, sebagaimana dalam firman-Nya :
Dan orang-orang yang telah menempati Kota Madinah dan telah beriman (Ansar) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka mencintai orang yang Berhijrah kepada mereka. Dan mereka tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (orang Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri. Sekalipun mereka memerlukan (apa yang mereka berikan itu). Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung. [QS. Al-hasyr: 9]
Ayat diatas mengajarkan prinsip tentang perlakuan pada pengungsi dan perlindungan kepada saudara muslim yang membutuhkan pertolongan, antara lain :
1. Bersikap senang dan menyambut dengan gembira kedatangan saudaranya di wilayahnya dan bergaul secara baik dengan mereka
2. Memperlakukan dengan baik dan memprioritaskan kebutuhan pokok mereka
3. Menerima dengan penuh simpatik, tanpa membedakan status sosialnya
4. Tidak boleh menolak sekalipun daerah tujuan pengungsi tsb juga dilanda krisis dan kesempitan hidup
5. Penduduk daerah tujuan imigrasi wajib mererima kedatangan pengungsi ke daerah tsb
Sebagai muslim, antara kita dengan mereka laksana satu tubuh. Adapun solusi untuk menghentikan kezaliman Pemerintah Budha Myanmar kepada muslim Rohingya adalah dengan menyerukan kaum muslimin agar berjihad ke Myanmar. Sebab, hanya jihad solusi satu-satunya menghentikan diskriminasi dan genosida terhadap Muslim Rohingnya yang terus terjadi. Mereka adalah bagian dari tubuh kita, saat mereka sakit, kita juga harus merasa sakit. Dalam sebuah hadits riwayat Imam Ath Thabrani Rasulullah menyebutkan, “Siapa Saja Yang Tidak Peduli Dengan Urusan Kaum Muslimin, Maka Ia Bukan Golonganku”. Wallahu ‘alam bish showwab [ekb]