Konflik
Sunni-Syi’ah bukan persoalan baru, melainkan telah berlangsung semenjak
beberapa abad yang lalu. Bahkan di Indonesia, konflik sunni-syi’ah pun sering
terjadi, baik yang sempat maupun tidak sempat diekspose media masa. Biasanya,
saat terjadi perseteruan antara Sunni dan Syi’ah, yang selalu disalahkan dan dianggap
tidak toleran adalah kelompok mayoritas (sunni) sebagaimana yang pernah terjadi
di Puger, Jember dan juga Mayoritas Sunni di Suriah.
Apakah Definisi Sunni dan Syiah?
Sunni adalah istilah lain untuk ahlus
sunnah, tidak ada perbedaan di antara dua istilah ini. Ahlus Sunnah adalah orang-orang yang mengikuti sunnah Rasulullah SAW dan
para sahabatnya, dan dalam memahami dan mengikuti sunnah Rasulullah SAW tersebut
mereka meneladani praktek dan pemahaman para sahabat, tabi’in dan orang yang
mengikuti mereka. Dan makna ini sesuai dengan apa yang disebutkan oleh
Rasulullah SAW tentang satu golongan yang selamat
pada hadits yang diriwayatkan Tirmidzi: ”yaitu
orang-orang yang berada pada jalanku dan jalannya para sahabatku dihari ini”.
Syiah menurut terminologi
syariat, bermakna mereka yang menyatakan bahwa Ali bin Abu Thalib lebih utama
dari seluruh sahabat dan lebih berhak untuk menjadi khalifah kaum muslimin,
begitu pula sepeninggal beliau (Al-Fishal
Fil Milali Wal Ahwa Wan Nihal karya Ibnu Hazm)
Kapan Syiah Muncul?
Syiah mulai muncul
setelah pembunuhan khalifah Utsman bin ‘Affan. Pada masa kekhalifahan Ali, syiah
muncul tetapi masih menyembunyikan pemahaman mereka dan tidak menampakkannya
kepada Ali dan umat Islam. Saat itu mereka terbagi menjadi tiga golongan.
Golongan Pertama yang menganggap Ali
sebagai Tuhan. Imam Bukhari meriwayatkan dalam kitab shahihnya, dari Ibnu Abbas
ia mengatakan, “Suatu ketika Ali
memerangi dan membakar orang-orang zindiq (Syiah yang menuhankan Ali). Andaikan
aku yang melakukannya aku tidak akan membakar mereka karena Nabi pernah
melarang penyiksaan sebagaimana siksaan Allah (dibakar), akan tetapi aku pasti
akan memenggal batang leher mereka, karena Nabi bersabda: “Barangsiapa yang
mengganti agamanya (murtad) maka bunuhlah ia“.
Golongan Kedua yaitu Sabbah
(pencela). Ali mendengar tentang Abu Sauda (Abdullah bin Saba’) bahwa ia pernah
mencela Abu Bakar dan Umar, maka Ali mencarinya. Ada yang mengatakan bahwa Ali
mencarinya untuk membunuhnya, akan tetapi ia melarikan diri.
Golongan
Ketiga yaitu Mufadhdhilah,
mereka yang mengutamakan Ali atas Abu Bakar dan Umar. Padahal telah
diriwayatkan secara mutawatir dari Nabi Muhammad, “Sebaik-baik umat ini setelah nabinya adalah Abu Bakar dan Umar”.
Dalam sejarah syiah mereka terpecah menjadi
lima sekte utama yaitu Kaisaniyyah, Imamiyyah (rafidhah), Zaidiyyah, Ghulat dan Ismailliyah. Dari kelima sekte tersebut yang paling penting untuk
diangkat adalah sekte imamiyyah atau rafidhah yang sejak dahulu hingga saat
ini berjuang keras untuk menghancurkan kalangan ahlus sunnah, dan dengan
berbagai cara menyebarkan berbagai macam kesesatannya.
Terkait sebutan Rafidhah
adalah karena mereka menolak mengakui khalifah Abu Bakar ra dan 'Umar bin
Khaththab ra dan penolakan mereka atas sanjungan Zaid bin 'Ali bin Husain
terhadap dua orang terbaik umat itu. Mereka menyikapi jawaban Zaid bin Ali bin
Husain dengan "Rafadhnaka"
yang artinya kami menolak jawabanmu, akhirnya mereka dikenal dengan nama
Rafidhah.
Adapun syi’ah di Indonesia yang tergabung
dalam organisasi IJABI (Ikatan Jamaah Ahlul Bait Indonesia) -dimana tokohnya
yakni Jalaluddin ‘Rahmat’ menjadi Caleg sebuah partai nasionalis- merupakan
syi’ah Rafidhoh yang merupakan kelompok mayoritas yang tersebar hingga kini karena
telah memiliki sebuah pemerintahan di Iran.
Apa Kesesatannya?
1. Tentang Al-Qur’an
Didalam kitab Al-Kafi (dalam versi mereka seperti
shahih al-Bukhari), karya Abu
Ja’far Muhammad Bin Ya’kub
Al-Kulaini (2/634), dijelaskan bahwa Al-Qur’an kita dan mereka tidak sama.
Mereka juga meyakini bahwa Al-Qur’an yang ada di tengah-tengah kita sekarang
ini telah mengalami perubahan.
2. Tentang Sahabat
Al-Kulaini meriwayatkan, “Manusia (para sahabat) sepeninggal Nabi dalam keadaan murtad, kecuali
tiga orang: al-Miqdad bin al-Aswad, Abu Dzar al-Ghifari, dan Salman Al-
Farisi.” (Al-kafi: 8/248, dinukil dari asy-Syi’ah wa ah-lil Bait hlm. 45) Mereka
mencintai Ali Bin Abi Tholib secara berlebihan dan memusuhi para sahabat Rosululloh,
terlebih lagi Abu Bakar dan Umar. Bahkan istri-istri nabi mereka anggap fasik
dan kafir.
3. Tentang Taqiyyah
Taqiyyah adalah berkata atau berbuat sesuatu yang
menyelisihi keyakinan, dalam rangka nifaq, dusta, dan menipu umat manusia. Al-Kulaini
meriwayatkan dalam Al-Kafi (2/175) dari Abu Abdillah, ia berkata kepada Abu
Umar Al-A’jami: “wahai abu umar,
sesungguhnya sembilan per sepuluh dari agama ini adalah taqiyyah, dan tidak ada
agama bagi siapa saja yang tidak ber-taqiyyah.”(Dinukil dari firaq Mu’ashirah :
1/196)
4. Tentang Raj’ah
Raj’ah adalah
keyakinan hidupnya kembali orang yang telah meninggal (Reinkarnasi).
‘Ahli tafsir’ mereka, al Qummi ketika menafsirkan Surah an-Nahl 85 [Dan apabila orang-orang lalim telah
menyaksikan azab, maka tidaklah diringankan azab bagi mereka dan tidak pula
mereka diberi tangguh], berkata, “yang dimaksud dengan ayat tersebut adalah
raj’ah.” Kemudian dia menukil dari Husain bin Ali bahwa ia berkata tentang ayat
ini, “Nabi kalian dan Amirul Mukminin
(Ali bin Abu Thalib) serta para imam akan kembali kepada kalian.”
5. Tentang Al-Bada’
Al-Bada’
adalah
mengetahui sesuatu yang sebelumnya tidak diketahui. Bahkan mereka berkeyakinan
bahwa al-bada’ ini terjadi pada Allah juga! Al-Kulaini dalam al-Kāfi (1/111), meriwayatkan dari Abu
Abdillah (ia berkata), “Tidak ada
pengagungan kepada Allah yang melebihi (penetapan sifat) al-Bada’.”
Perbedaan yang tidak mungkin disatukan
Beberapa perbedaan
menonjol yang membuktikan mustahilnya gagasan penyatuannya Sunni – Syiah yaitu
1. Pembawa agama Islam
adalah Nabi Muhammad SAW, sedangkan Syi’ah diusung seorang Yahudi bernama
Abdullah bin Saba’ al-Himyari. (Majmū’
Fatāwā: 4/435)
2. Rukun Islam menurut
agama Islam adalah: syahadatain, shalat,
zakat, puasa, dan haji. sedangkan rukun Islam ala Syi’ah adalah: shalat, puasa, zakat, dan haji, dan
kekuasaan (imamah).
3. Rukun iman menurut
Islam ada 6: Iman kepada Allah, para
malaikat, rasul-rasul, kitab-kitab, hari akhir, qadha’ dan qadar. Adapun
rukun iman versi Syi’ah ada 5: tauhid,
kenabian, imamah, keadilah dan kiamat.
4. Shalat jum’at
menurut Islam wajib hukumnya, sedang
menurut Syi’ah tidak.
5. Islam meyakini bahwa
orang terbaik setelah Rasulullah adalah Abu Bakar (sebagaimana dalam
hadits-hadits yang shahih), dan beliau adalah orang yang paling berhak menjadi
khalifah sepeninggal Nabi saw serta beliau adalah orang terbaik setelah Nabi
saw.
Ada
hubungan dengan Yahudi
1. Agama Yahudi
mengatakan, tidak sah kerajaan kecuali pada keturunan Nabi Daud, Syi’ah
mengatakan tidak sah kepemimpinan kecuali pada keturunan Ali .
2. Yahudi mengatakan,
tidak ada jihad fi sabilillah sampai bangkitnya Dajjal dan turun pedang dari
langit. Syi’ah berkata, tidak ada jihad fi sabilillah sampai muncul al-Mahdi
dan terdengar suara memanggil dari langit.
3. Orang-orang Yahudi
mengubah Taurat, dan Syi’ah mengubah Al-Qur’an.
4. Orang Yahudi
memusuhi Jibril dan mengatakan dia adalah musuh kami dari kalangan malaikat. Syi’ah
mengatakan Jibril keliru lantaran menyampaikan wahyu kepada Muhammad.
Apa
Kata Ulama?
Al-Imam Sufyan ats-Tsauri rah ketika
ditanya tentang seorang yang mencela Abu Bakar dan Umar, beliau berkata, “Ia telah kafir kepada Allah.“ Kemudian ditanya, “Apakah
kita menshalatinya (bila meninggal dunia)?” Beliau berkata, “Tidak, tiada kehormatan (baginya) orang
lain…” (Siyar A’lamin Nu-balā’, 7/253)