Allah subhanahu wa
ta’ala telah memberikan mukjizat kepada Nabi Yusuf ‘alaihi salam berupa
kemampuan menakwilkan atau mengartikan mimpi. Ketika di penjara akibat fitnah,
Nabi Yusuf menakwil mimpi dua orang tahanan, yang mana seorang akan dibebaskan
dan akan kembali melayani raja. Seorang lagi, mantan bendaharawan kerajaan,
akan dihukum mati. Takwil Yusuf ternyata benar. Kemampuannya itu tersiar, bahkan
ia diminta menakwil mimpi Raja, yang ternyata akan datang masa subur dengan
makanan berlimpah ruah selama 7 tahun, setelah itu tiba masa kemarau sepanjang
7 tahun pula.
Ketika itu pula, Raja
menetapkan bersihnya Yusuf dari tuduhan zina dan memerintahkan agar Yusuf
dikeluarkan dari penjara. Bahkan, Raja juga memuliakan Yusuf dan memberikan
pilihan kepadanya untuk memilih jabatan yang ia mau, maka Yusuf berkata,
“Jadikanlah aku bendaharawan negeri Mesir.
Sesungguhnya aku orang yang pandai menjaga dan berpengetahuan.” (TQS. Yusuf:
55).
Kisah teladan Nabi
Yusuf dalam meminta amanah sebagai pejabat Negara ini ternyata digunakan
sebagai qiyas oleh sebagian kaum muslimin tentang bolehnya kompromi dengan
demokrasi, yang merupakan sistem kufur menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Sehingga berkembanglah syubhat tentang bolehnya masuk dalam pemerintahan
demokrasi sebagai menteri, atau mungkin juga anggota parlemen atau bahkan
meminta jabatan tersebut dengan mengqiyaskan pada kisah Nabi Yusuf as yang
menjadi menteri di sisi raja yang kafir yang tidak berhukum dengan hukum Allah.
Marilah Kita bahas syubhat
ini dengan taufiq Allah subhaanahu wa ta’aala:
Pertama : Sesungguhnya
berhujjah dengan syubhat ini untuk bisa
masuk dalam kabinet atau parlemen pembuat hukum dan kebolehannya adalah batil,
karena lembaga tersebut telah berdiri di atas dasar demokrasi yang dimana
wewenang (uluuhiyyah), pembuatan
perundangan (tasyrii’) dan wewenang
pembolehan (tahlil) serta pelarangan (tahrim) di dalam agama ini adalah milik
rakyat bukan milik Allah saja.
Kedua : Selama menjadi
menteri, ternyata nabi Yusuf tidak pernah menerapkan hukum raja tapi tetap
hukum Allah.
Sesungguhnya
aku telah meninggalkan agama orang-orang yang tidak beriman kepada Allah,
sedangkan mereka ingkar kepada hari kemudian. Dan aku mengikuti agama
bapak-bapakku yaitu Ibrahim, Ishak dan Ya’qub. Tidaklah patut bagi kami (para
Nabi) mempersekutukan sesuatu apapun dengan Allah. (TQS Yusuf: 37-38).
Tidaklah
patut Yusuf menghukum saudaranya menurut undang-undang raja.” (TQS Yusuf 76).
Para ahli tafsir
menyebutkan bahwa ayat ini merupakan dalil bahwa Nabi Yusuf ‘alaihissalam tidak
pernah menerapkan undang-undang raja, tidak pernah tunduk kepadanya, dan tidak
diharuskan untuk menerapkannya. Apakah ada dalam kementerian itu atau
parlemen-parlemen mereka hal seperti ini.
Ketiga : Sesungguhnya Nabi
Yusuf ‘alaihissalam telah menjabat sebagai menteri dengan anugerah (tamkiin)
dari Allah subhaanahu wa ta’aala, Dia berfirman:
Dan
demikianlah Kami memberi kedudukan kepada Yusuf di negeri mesir.” TQS Yusuf:
56.
Jadi kedudukan itu
adalah tamkiin dari Allah subhaanahu wa
ta’aala, sehingga si raja atau yang lainnya tidak kuasa untuk mengganggunya
atau mencopotnya dari kedudukan itu meskipun menyalahi perintah raja atau
undang-undang dan keputusannya. Hal ini
merupakan perbedaan yang sangat jelas dan tidak mungkin diqiyaskan dengan kedudukan
pejabat di pemerintahan demokrasi saat ini.
Sesungguhnya Nabi Yusuf
‘alaihissalam menjabat sebagai menteri itu dengan perlindungan penuh lagi
sempurna dari sang raja. Allah Subhaanahu wa ta’aala berfirman:
Maka
tatkala raja telah bercakap-cakap dengan dia, dia berkata:”Sesungguhnya kamu
(mulai) hari ini menjadi seorang yang berkedudukan tinggi lagi dipercaya pada
kami.” TQS Yusuf: 54
Bahkan raja
memberikan kebebasan penuh tanpa dikurangi kepada Nabi Yusuf dalam jabatannya:
“Dan
demikianlah Kami memberi kedudukan kepada Yusuf di negeri Mesir; (dia berkuasa
penuh) pergi menuju ke mana saja ia kehendaki di bumi Mesir ini.” TQS Yusuf:
56.
Barangsiapa
mengklaim bahwa jabatan menteri dalam pemerintahan demokrasi ini menyerupai
keadaan Nabi Yusuf ‘alaihissalam dalam jabatannya, maka sungguh dia telah
melakukan kedustaan dan telah mendustakan tazkiyah (penilaian suci) Allah
subhaanahu wa ta’aala terhadap Yusuf ‘alaihissalam.
Keempat: Bila masih
bersikukuh bahwa meminta jabatan dalam kementerian atau anggota parlemen itu
sama sekali tidak menentang tauhid maka bisakah diqiyaskan dengan diri nabi
Yusuf yang tak pernah muncul darinya loyalitas penuh (tawalli) terhadap
orang-orang kafir, atau tasyrii’
bersama Allah, bahkan dia selalu berkomitmen tauhid lagi melarang akan adanya penentangan
terhadapnya .
Teladan
yang Bisa Diambil
Nabi Yusuf
‘alaihissalam adalah termasuk orang-orang pilihan yang telah Allah teguhkan
kedudukan mereka di muka bumi yang senantiasa mereka menyuruh berbuat yang ma’ruf dan mencegah dari perbuatan yang
mungkar. Dan tidak diragukan lagi oleh orang yang mengetahui pokok ajaran Islam
bahwa sesungguhnya ma’ruf yang paling
agung di dalamnya adalah Tauhid yang merupakan inti ajaran dalam dakwah Yusuf
‘alaihissalam, sedangkan kemungkaran yang paling besar adalah Syirik yang telah
dihati-hatikan oleh Yusuf, dia membenci, dan berlepas diri para pelakunya
Bahkan, setelah Allah
meneguhkan kedudukannya dia langsung terang-terangan mendakwahkan millah bapak-bapaknya yaitu Ya’qub,
Ishaq dan Ibrahim seraya dia memerintahkan untuk bertauhid serta tidak
menghukumi perkara dan tidak ikut membantu untuk menghukumi dengan selain apa
yang Allah turunkan, dia juga tidak membantu para arbaab yang membuat hukum dan perundang-undangan serta dia tidak
berloyalitas kepada mereka sebagaimana yang dikatakan oleh sebagian orang-orang
yang terpedaya dalam jabatan-jabatan mereka saat ini.
Adapun terkait sebagian
orang-orang (semoga Allah memberikan hidayah kepada mereka untuk teguh menempuh
Al Haq) yang terpedaya dan justru membolehkan
syirik dan perbuatan kekufuran dengan alasan maslahat dakwah untuk masuk di
kabinet dan parlemen adalah perbuatan mencampuradukan yang haq dengan yang batil.
Bukankah maslahat paling besar dalam kehidupan ini adalah tauhid, sedangkan
kerusakan paling besar adalah kerusakan syirik dan menjadikan tandingan (bagi
Allah). Wallohu ‘alam bish showwab.