Sabtu, 18 Januari 2014

WAHAN, PENYAKIT MEMATIKAN AKHIR ZAMAN



Apa itu Wahan?

Al Wahan adalah salah satu penyakit yang menjangkiti manusia akhir zaman. Bahaya wahan jauh lebih dahsyat dari pada AIDS, TBC, Flu Burung, atau Flu Babi. Karena penyakit ini akan mematikan hati dan ruh sehingga menyebabkan penderitaan yang panjang di dunia dan terlebih di akhirat.

Istilah wahan diungkapkan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wasallam tatkala menjelaskan kondisi umat manusia di masa akan datang. Penyakit wahan ini menjadi penyebab utama segala keburukan dan keterpurukan umat Islam sehingga mereka menjadi bulan-bulanan musuh-musuh Islam. Bahkan lebih tragis lagi, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam mengibaratkan mereka laksana makanan yang menjadi rebutan orang-orang rakus yang kelaparan.

Dari Tsauban radliyallahu 'anhu berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Akan datang suatu masa, di mana bangsa-bangsa akan mengeroyok kalian seperti orang-orang rakus memperebutkan makanan di atas meja. Ada seorang yang bertanya, ‘Apakah karena pada saat itu jumlah kami sedikit?’ Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menjawab: ‘Tidak, bahkan kamu pada saat itu mayoritas, akan tetapi kamu seperti buih di atas permukaan air laut. Sesungguhnya Allah telah mencabut rasa takut dari musuh-musuh kalian, dan telah mencampakkan penyakit al wahan pada hati kalian’. Seorang sahabat bertanya: ‘Ya Rasulallah, apa penyakit al wahan itu?.’ Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menjawab: ‘Al Wahan adalah penyakit cinta dunia dan takut mati’ “.  (HR. Abu Dawud, Ahmad, dan lainnya)

Penyebab dan Akibatnya?

Penyakit wahan timbul karena merasuknya cinta kepada dunia ke dalam hati manusia, seperti cinta berlebih kepada harta, benda, tahta, wanita, dan lainnya. Dari kecintaan dunia yang sangat berlebih nantinya akan melahirkan mental pengecut yang takut mati.

Cinta dunia dan takut mati saling berkait, laksana satu paket. Keduanya menjadi penyebab kehinaan dalam dien di hadapan musuh. Semoga Allah melindungi kita darinya. Akibat dari penyakit wahan akan menumbuhkan keengganan berkorban, berjuang, dan berjihad untuk mempertahankan iman dan memperjuangkan agama. Padahal meninggalkan jihad merupakan sebab keterpurukan umat ini. 

Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Jika kalian berdagang dengan sistem 'inah (salah satu bentuk riba), kalian ridha dengan peternakan, kalian ridha dengan pertanian dan kalian meninggalkan jihad maka Allah timpakan kepada kalian kehinaan yang tidak akan dicabut sampai kalian kembali kepada dien [agama] kalian." (HR. Ahmad, Abu Daud dan yang lainnya, dishahihkan oleh Al-Albani dalam al Silsilah, No. 11)

Dalam hadits ini disebutkan adanya celaan dan ancaman bagi orang yang sibuk dengan pertanian dan peternakannya di saat musim jihad. Dari situ dapat disimpulkan bahwa di antara yang dimaksud dengan Dien (yang menjadi solusi dengan kembali padanya) dalam hadits ini adalah Jihad. Karena shalat, zakat, puasa, haji dan dzikir tidak akan mampu mengangkat umat ini dari kehinaan.

Manusia pada dasamya ingin kaya, gelar dan pangkat tinggi, pengaruh yang besar, usaha yang sukses dan berkembang, mempunyai istri yang cantik,  serta beragam pesona dunia lainnya. Manakala seseorang telah mencapai keinginannya sementara aturan-aturan Allah tidak dipergunakan dalam mengatur dan mengendalikan kekayaan dunianya, maka inilah yang disebut cinta dunia alias materialisme.

Materilisme ini sama sekali tidak dibolehkan dalam ajaran Islam, bahkan adalah merupakan musuh Islam yang tergolong utama. Faham ini merupakan warisan dari Iblis la’natullahi’alaihi, yang memang kehadiran dan keberadaanya hanya untuk menggoda agar manusia rusak, sehingga (pada akhirnya kelak) menjadi penghuni neraka bersama Iblis. Kepada Iblis Allah Subhanahu wa Ta'ala bertanya: “Apakah yang menghalangimu sujud kepada Adam?” Iblis menjawab: “Aku lebih baik daripada Adam. Engkau ciptakan aku dari api dan Engkau menciptakannya dari tanah ?” (QS.Al-A’raaf: 12).

Ada beberapa hal yang menyebabkan penyakit wahan melanda masyarakat muslim, yakni:

1. Belum memahami kemuliaan dan kesempurnaan ajaran Islam.

Akibatnya, dengan mudah kaum muslimin menerima hal-hal yang sesuai dengan tuntutan hawa nafsunya, sedangkan hal-hal yang jelas berdasarkan prinsip-prinsip ajaran Islam dilihat dan disikapinya sebagai suatu beban dan menyusahkan kehidupan.

2. Pengaruh racun berpikir dari musuh-musuh Islam.

Proses peracunan tersebut berlangsung dengan demikian halus dan terorganisir, sehingga umat Islam menjadi lemah dan terpecah-pecah. Hal itu sesungguhnya amat kita lihat dan rasakan. Bagaimana materialisme berkembang sejalan berkembangnya pula pemikiran bathil lainnya seperti: liberalisme, sekulerisme, pluralisme, nasionalisme dan juga demokrasi.

3. Keseriusan Musuh-musuh Islam dalam Melemahkan Kehidupan Umat Islam.

Kaum Yahudi dan mnashrani dengan dukungan kaum Munafik memanfaatkan kekayaan, ilmu pangetahuan, dan teknologi untuk menghadapi dan memperdaya umat Islam sehingga situasi dan kondisi dunia lslam benar-benar dalam keadaan lemah, dan malah sesama umat Islam itu sendiri saling beradu dan bermusuhan. Bahkan mereka dengan serius mengambil alih kekuasaan militer, politik dan pemerintahan yang berada di tangan kaum muslim dengan memanfaatkan kelemahan iman yang ada pada kaum yang fujur, fasik dan munafik.

Cara Menghilangkannya

Penyakit wahan ini bisa diatasi dengan jalan bertaubat kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dan kembali kepada tuntunan ajaran Islam. Mereka yang merasa bahwa penyakit ini telah menghinggapi dirinya hendaklah melakukan langkah-langkah berikut :

1. Meningkatkan keimanan kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dan hari akhir, sampai pada derajat yakin.

"Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-bangga tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada adzab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu." (QS. Al Hadid:20)

2. Selalu mengkaji dan memahami aqidah Islam yang benar. Dengan demikian maka sifat qana’ahnya muncul rasa syukurnya semakin meningkat, dan tawadhu (rendah hati) akan menjadi benteng dan sekaligus penghias dirinya.

3. Menghayati konsep Islam terhadap konsep kebahagiaan dunia dan akhirat. Sesungguhnya Islam tidak mengharamkan dunia dan perhiasannya, akan tetapi menjadikannya sebagai alat untuk mencapai kehidupan dan kebahagiaan akhirat.

"Apa yang di sisimu akan lenyap, dan apa yang ada di sisi Allah adalah kekal. Dan sesungguhnya Kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang sabar dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan." (QS An-Nahl:96).

4. Berjihad di jalan Allah dengan segenap kemampuannya yang ada. Karena orang yang berjihad telah menempuh suatu perniagaan yang tidak pernah rugi dengan Allah dan menjadi bukti sebesar-besar ketundukan kepada-Nya dan sebesar-besar pengorbanan untuk-Nya. Maka tepat sekali jika Allah menjamin hidayah bagi orang yang benar dalam jihadnya.

"Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan Kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik." (QS. Al-Furqaan :52)

[ru51-prob] 

Jumat, 17 Januari 2014

Cara Rasulullah Mendidik Pemuda


Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam adalah teladan dan panutan kita sebagai umat Islam. Kita wajib meneladani perkataan, perbuatan dan sifat-sifat beliau. Beliau telah mengajarkan dan menjadi teladan kepada kita pada segala aspek kehidupan, baik aspek aqidah, akhlaq, dan ibadah

Pemuda adalah generasi emas. Merekalah buah sentuhan tangan dingin para pemimpin yang disiapkan untuk meneruskan tongkat estafet perjuangan. Di sinilah Rasulullah Sallallahu Alaihi Wasallam membuktikan kepiawaian beliau dalam membentuk kader penerus perjuangan di masa depan. Generasi yang pantas menjadi teladan para pemuda akhir zaman agar terjauhkan dari jerat tipu daya setan dari kalangan jin dan manusia.

Mereka adalah pilar-pilar belia yang dicelup dalam pendidikan, pembinaan, serta doa penuh berkah Rasulullah  dan menjadi teladan peradaban. Adalah Ali bin Thalib, pemuda yang mempertaruhkan nyawanya dalam persiapan hijrah Rasulullah Sallallahu Alaihi Wasallam. Ali pula pemuda yang terpilih dan menjadi penentu kemenangan perang Khaibar. Begitu pula Abdullah bin Mas'ud, pemuda yang berani membacakan ayat-ayat Al-Quran di tengah hebatnya embargo kafir Quraisy kepada Muslimin Makkah. Tak kalah hebatnya pula, Mu'adz bin Jabal, Usamah bin Zaid, Zaid bin Tsabit dan tokoh-tokoh muda lain, para pemuda yang hidup dalam limpahan kasih, kecerdasan, keberanian dan kezuhudan Rasulullah Sallallahu Alaihi Wasallam.

Cara Rasulullah Sallallahu Alaihi Wasallam.

Pemuda adalah penerus perjuangan dakwah Islam, jika pemudanya rusak maka buramlah masa depan Islam dan umatnya. Untuk mengantisipasi hal tersebut Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam telah mengajarkan kepada kita cara dalam mendidik dan membina para remaja dan pemuda. Setidaknya terdapat 6 poin penting yang diajarkan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dalam mempersiapkan dan membina generasi muda, yaitu:

Pertama, Mempersiapkan pemuda untuk iltizam (konsisten) dalam ketaatan kepada Allah Ta’ala beribadah kepada-Nya dan menjauhi segala hal yang dilarang-Nya.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: Tujuh golongan yang akan mendapatkan naungan Allah pada hari yang tidak ada naungan kecuali naungan-Nya.. (salah satunya) pemuda yang tumbuh di dalam ketaatan kepada Allah” (HR Bukhari Muslim)

Kedua, Menyeru pemuda supaya mengambil dan memanfaatkan setiap peluang dan kesempatan yang ada guna membentuk pribadi pemuda menjadi baik dan kokoh dari aspek rohani, jasmani, mental, akal dan akhlak. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
اغْتَنِمْ خَمْسًا قَبْلَ خَمْسٍ: حَيَا تَكَ قَبْلَ مَوْتِكَ وَصِحَّتَكَ قَبْلَ سَقَمِكَ وَفَرَاغَكَ قَبْلَ شُغْلِكَ وَشَبَابَكَ قَبْلَ هَرَمِكَ وَغِنَاكَ قَبْلَ فَقْرِكَ.

Pergunakanlah (dengan baik) lima perkara sebelum datang lima perkara, hidupmu sebelum matimu, sehatmu sebelum sakitmu, masa lapangmu sebelum masa sibukmu, mudamu sebelum tuamu dan kayamu sebelum miskinmu” (HR. Al Hakim)

Ketiga, Memelihara jiwa pemuda dari penyelewengan dan penyimpangan, serta menjaga kesuciannya dengan menganjurkan para pemuda untuk segera menikah jika sudah memiliki kemampuan, sebagaimana telah disyariatkan Allah Ta’ala kepada hamba-Nya.

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
يَا مَعْشَرَ الشَبَابِ مَنْ استَطَاعَ مِنْكُمْ البَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ.

Wahai para pemuda, siapa saja dari kamu yang mampu untuk menikah, hendaklah ia segera menikah. Karena hal tersebut lebih menjaga pandangan dan lebih memelihara kemaluan.” (HR Jama’ah)

Keempat, Membina para pemuda untuk senantiasa menginstropeksi diri (muhasabah) dan memperbaiki amalnya, karena amal-amalnya akan dimintai pertanggung jawabanya di hadapan Allah Allah Ta’ala di akhirat kelak.

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda : Tidaklah bergeser kedua kaki seorang hamba pada hari Kiamat, sehingga ditanyakan kepadanya mengenai empat perkara. Umurnya dihabiskan untuk apa, masa mudanya dipergunakan untuk apa, hartanya diperoleh dari mana dan kemana ia membelanjakannya, dan apa yang diperbuat dengan ilmunya” (HR. At-Tirmidzi)

Kelima, Membina para pemuda untuk senantiasa istiqomah di atas manhaj Islam, menjauhkan mereka dari hal-hal yang sia-sia dan mendorong pemuda untuk terus berusaha agar selalu berada dalam ketakwaan kepada Allah Ta’ala.

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: Sesungguhnya Allah ta’jub pada pemuda yang tidak ada padanya kesia-siaan” (HR. Ahmad dan Abu Ya’la)

Keenam, Mengajarkan olahraga terkait pendidikan kemiliteran, seperti berenang, memanah dan berkuda.

Ajarkan putera-puteramu berenang, memanah dan berkuda. (HR. Ath-Thahawi).

Setiap sesuatu yang tidak termasuk mengingat Allah, ia merupakan permainan yang sia-sia kecuali empat hal ; seorang lelaki berjalan di antara dua tujuan (untuk memanah), melatih berkuda, bermesraan dengan keluarga, dan mengajarinya berenang. (Hadis Riwayat At-Thabrani)

Umar bin Khotob ra, pernah berkata, “didiklah anakmu sesuai dengan jamannya, karena mereka hidup bukan dijamanmu.”

Kesimpulan

Inilah cara yang pantas dicontoh oleh kaum muslimin, khususnya para pemimpin negeri ini untuk menyelamatkan kerusakan akhlaq yang telah terjadi di kalangan remaja dan pemuda, seperti : miras, narkoba pergaulan bebas, dsb. Pemuda Islam harus dikenalkan dan diakrabkan dengan Kesempurnaan Syariat Islam. Pemuda Islam harus pula dikenalkan kemuliaan semangat jihad fie sabilillah agar menjadi pribadi yang tangguh, baik dari aspek aqidah, akhlak, dan jasmani. Dengan cara ini para pemuda akan lebih mampu untuk menghadapi berbagai tantangan, serta tidak ragu-ragu berjihad meninggikan kalimatullah, sehingga mereka mantap menjalani hidup sebagai mukmin yang beraqidah mulia atau bahkan siap menghadap Rabb-Nya sebagai syuhada’. Wallahu a’lam bish shawwab [and24-lmj]

Kenapa Ucapkan Natal Dilarang?



Menjelang tanggal 25 desember marak bertebaran spanduk, poster dan asesoris bertemakan ’Merry Christmast’. Tema ini lazim kita jumpai dalam perayaan natal kaum Nashrani, yang di negeri ini kita kenal sebagai penganut kristen dan katolik. Ironisnya, ada sebagian umat islam turut andil dalam perayaan tersebut Islam, dengan mengenakan atribut sinterklas, bahkan turut serta menyampaikan ucapan selamat natal bik secara langsung ataupun melalui media baik cetak, elektronik dan on-line

Kan Hanya Ucapan?

Mengucapkan selamat Natal itu sebenarnya punya makna yang lebih dari sekedar ucapan biasa, atau sekedar basa-basi. Tiap upacara dan perayaan suatu agama pastinya memiliki nilai sakral yang berkaitan dengan kepercayaan bersangkutan. Oleh karena itu masalah mengucapkan selamat kepada penganut agama lain tidak sesederhana yang dibayangkan. Sama dengan tidak sesederhananya bila ada seorang yang bukan muslim mengucapkan dua kalimat syahadat [Syahadatain]. Syahadatain itu ikrar yang harus disertai pembuktian dan konsekuensi hukum yang tidak sederhana, termasuk hingga masalah warisan, hubungan suami istri, status anak dan seterusnya. Padahal kan cuma dua penggal kalimat yang siapa pun mudah mengucapkannya.

Keinginan untuk ikut-ikutan memang ada dalam diri manusia, akan tetapi hal tersebut menjadi tercela apabila orang yang diikuti berbeda dengan kita. Apalagi bila yang diikuti adalah terkait dalam perkara aqidah, ibadah, syi'ar dan kebiasaan. Padahal Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah melarang hal yang demikian, sebagaimana dalam sebuah hadits yang artinya : "Barangsiapa meniru suatu kaum, maka ia termasuk dari kaum tersebut." (HR. At-Tirmidzi).

Bagaimana Hukumnya?

Ibnu Qayyim al-Jauziyah rahimahullah berkata, "Memberikan ucapan selamat terhadap acara ritual orang kafir yang khusus bagi mereka, telah disepakati bahwa perbuatan tersebut adalah haram. Semisal memberi selamat atas hari raya dan puasa mereka, dengan mengucapkan, "Selamat hari raya!" dan sejenisnya. Bagi yang mengucapkannya, kalau pun tidak sampai pada kekafiran, paling tidak itu merupakan perbuatan haram. Berarti ia telah memberi selamat atas perbuatan mereka yang menyekutukan Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Bahkan perbuatan tersebut lebih besar dosanya di sisi Allah Subhanahu Wa Ta'ala dan lebih dimurkai dari pada memberi selamat atas perbuatan minum khamar atau membunuh. Banyak orang yang terjerumus dalam suatu perbuatan tanpa menyadari buruknya perbuatan tersebut. Seperti orang yang memberi selamat kepada orang lain atas perbuatan maksiat, bid'ah atau kekufuran. Padahal dengan itu ia telah menyiapkan diri untuk mendapatkan kemarahan dan kemurkaan Allah Subhanahu Wa Ta'ala."

Abu Waqid meriwayatkan, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam saat keluar menuju perang Khaibar, beliau melewati sebuah pohon milik orang-orang musyrik, yang disebut dengan Dzaatu Anwaath, biasanya mereka menggantungkan senjata-senjata mereka di pohon tersebut. Para sahabat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berkata, "Wahai Rasulullah, buatkan untuk kami Dzaatu Anwaath, sebagaimana mereka mempunyai Dzaatu Anwaath." Maka Rasulullah bersabda, "Maha Suci Allah, ini seperti yang diucapkan kaum Nabi Musa, 'Buatkan untuk kami tuhan sebagaimana mereka mempunyai tuhan-tuhan.' Demi Dzat yang jiwaku di tangan-Nya, sungguh kalian akan mengikuti kebiasaan orang-orang yang ada sebelum kalian." (HR. At-Tirmidzi, ia berkata, hasan shahih).

Ada Konsekuensinya

Pengucapan tahni'ah (ucapan selamat) Natal kepada penganut Kristen juga memiliki dampak secara hukum yang tidak sederhana. Benar, bahwa muslimin menghormati dan menghargai kepercayaan agama lain bahkan melindungi -bila status mereka kafir dzimmi-. Namun perlu diberi garis tengah yang jelas. Manakah batasan hormat dan ridha di sini. Hormat adalah suatu hal dan ridha adalah yang lain.
Memberi ucapan selamat, mempunyai makna ridha, artinya kita rela dan mengakui apa yang mereka yakini. Ini sudah jelas masuk masalah aqidah. Dan inilah yang menjadi batas tegas. Jangan sampai ada perasaan takut di hati para kaum muslimin, dari beragam tingkat status sosial, ekonomi dan pendidikan, bila belum mengucapkan selamat Natal, akan dianggap kurang toleran, kurang ramah dan kurang menghargai agama lain. Disinilah tipu daya setan untuk memberikan penyakit kejiwaan yang hinggap dalam lubuk sanubari umat Islam. Bila kita tidak mengucapkan selamat Natal bukan berarti tidak menghormati  antar penganut agama. Ini kesimpulan yang salah besar tanpa dasar pemahaman Islam yang benar

Bukti Toleransi

Bahkan Umat Islam ini sebenarnya tidak perlu lagi diajari tentang toleransi dan kerukunan. Adanya orang Nasrani, serta agama lain yang berkembang di negeri yang berpenduduk mayoritas muslim ini dan mereka bisa beribadah dengan tenang selama bertahun-tahun adalah bukti konkrit yang tak terbantahkan  bahwa umat Islam menghormati mereka. Bandingkan dengan negeri-negeri lainnya di mana Umat Islam minoritas. Bagaimana mereka diteror, dipaksa, dipersulit, dibuat tidak betah, diganggu dan dianiaya. Dan fakta-fakta itu bukan rekayasa. Hal itu terjadi di mana pun di mana ada umat Islam yang minoritas baik Eropa, Amerika, Australia dan sebagainya.

Pantang Goyah!

Menjadi konsekuensi bagi setiap muslim yang telah mengucapkan dua kalimat syahadat untuk melaksanakan Wala' dan Bara' yakni loyalitas dan kecintaan kepada saudara muslimnya dan berlepas diri dan menjauhkan diri dari golongan kafir dan pola hidupnya. Hal demikianlah yang merupakan dasar aqidah agar setiap muslim senantiasa mendapat perlindungan Allah dan diselamatkan dari azab yang pedih di dunia dan akhirat. Setiap muslim harus bangga dengan kemuliaan syariat Islam, berpendirian teguh dan tidak ikut-ikutan budaya kafir. Seperti halnya yang terkait merayakan dan mengucapkan natal serta memakai atribut perayaan tersebut, seperti seragam dan asesoris sinterklas, mengirim kartu ucapan Natal serta menghias pohon Natal.

Inilah Kesimpulannya

Jadi, tidak mengucapkan selamat natal itu justru bukti yang tidak terbantahkan toleransi dari umat Islam. Dan sebaliknya, saling memberi ucapan selamat justru bukti adanya upaya saling mempermainkan keyakinan beragama. Mari kita teguhkan kokohkan aqidah kita dengan mendakwahkan petunjuk kebenaran ini kepada saudara kita kaum muslimin untuk tidak mudah ikut-ikutan memberi ucapan selamat natal atau ucapan terkait perayaan kekufuran lainnya. Wallohu ‘alam bish showwab. [ekb-jbr]

TAHUN BARU YANG MENIPU



Beberapa hari lagi masyarakat akan menyaksikan perayaan besar yang dilangsungkan semarak di seluruh dunia. Ya, itulah perayaan tahun baru masehi yang rutin disambut dan dimeriahkan setiap malam 1 Januari dengan berbagai acara dan kemeriahan.

Bagaimana Sejarahnya?

Perayaan tahun baru masehi merupakan pesta warisan dari orang-orang Romawi. Mereka (orang-orang Romawi) mempersembahkan hari yang istimewa ini untuk seorang dewa yang bernama Janus, The God of Gates, Doors, and Beeginnings. Janus adalah seorang dewa yang memiliki dua wajah, satu wajah menatap ke depan dan satunya lagi menatap ke belakang, sebagai filosofi masa depan dan masa lalu, layaknya momen pergantian tahun.

Tahun Baru pertama kali dirayakan pada tanggal 1 Januari 45 SM (sebelum masehi). Tidak lama setelah Julius Caesar dinobatkan sebagai kaisar Roma, ia memutuskan untuk mengganti penanggalan tradisional Romawi yang telah diciptakan sejak abad ketujuh SM. Dalam mendesain kalender baru ini, Julius Caesar dibantu oleh Sosigenes, seorang ahli astronomi dari Iskandariyah, yang menyarankan agar penanggalan baru itu dibuat dengan mengikuti revolusi matahari, sebagaimana yang dilakukan orang-orang Mesir. Satu tahun dalam penanggalan baru itu dihitung sebanyak 365 seperempat hari dan Caesar menambahkan 67 hari pada tahun 45 SM sehingga tahun 46 SM dimulai pada 1 Januari. Caesar juga memerintahkan agar setiap empat tahun, satu hari ditambahkan kepada bulan Februari, yang secara teoritis bisa menghindari penyimpangan dalam kalender baru ini. Tidak lama sebelum Caesar terbunuh di tahun 44 SM, dia mengubah nama bulan Quintilis dengan namanya, yaitu Julius atau Juli. Kemudian, nama bulan Sextilis diganti dengan nama pengganti Julius Caesar, Kaisar Augustus, menjadi bulan Agustus.

Fakta ini menyimpulkan bahwa perayaan tahun baru sama sekali tidak berasal dari budaya kaum muslimin. Pesta tahun baru masehi, pertama kali dirayakan orang kafir, yang notabene masyarakat pemuja berhala [paganis] Romawi. Acara ini terus dirayakan oleh masyarakat modern dewasa ini, walaupun mereka tidak mengetahui spirit ibadah pemujaan berhala [pagan] adalah latar belakang diadakannya acara ini. Mereka menyemarakkan hari ini dengan berbagai macam permainan, menikmati indahnya langit dengan semarak cahaya kembang api, dsb.

Tahun Baru = Hari Raya Orang Kafir?

Turut merayakan tahun baru statusnya sama dengan merayakan hari raya orang kafir. Dan ini hukumnya terlarang dengan alasan sebagaimana berikut:

Pertama, turut merayakan tahun baru sama dengan meniru kebiasaan mereka.

Dari Abu Sa’id Al Khudri, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sungguh kalian akan mengikuti jalan orang-orang sebelum kalian sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta sampai jika orang-orang yang kalian ikuti itu masuk ke lubang dhob (yang penuh lika-liku), pasti kalian pun akan mengikutinya.” Kami (para sahabat) berkata, “Wahai Rasulullah, Apakah yang diikuti itu adalah Yahudi dan Nashrani?” Beliau menjawab, “Lantas siapa lagi?” HR. Muslim no. 2669

An Nawawi -rahimahullah- ketika menjelaskan hadits di atas menjelaskan, “Yang dimaksud dengan syibr (sejengkal) dan dziro’ (hasta) serta lubang dhob (lubang hewan tanah yang penuh lika-liku), adalah permisalan bahwa tingkah laku kaum muslimin sangat mirip sekali dengan tingkah Yahudi dan Nashroni. Yaitu kaum muslimin mencocoki mereka dalam kemaksiatan dan berbagai penyimpangan, bukan dalam hal kekufuran. Perkataan beliau ini adalah suatu mukjizat bagi beliau karena apa yang beliau katakan telah terjadi saat-saat ini.”

Kedua, mengikuti hari raya mereka termasuk bentuk loyalitas dan menampakkan rasa cinta kepada mereka. 

Padahal Allah melarang kita untuk menjadikan mereka sebagai kekasih (baca: memberikan loyalitas) dan menampakkan cinta kasih kepada mereka. Allah berfirman,
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil musuh-Ku dan musuhmu menjadi teman-teman setia yang kamu sampaikan kepada mereka (rahasia), karena rasa kasih sayang; padahal sesungguhnya mereka telah ingkar kepada kebenaran yang datang kepadamu..” (QS. Al-Mumtahanah: 1)

Ketiga, Hari raya merupakan bagian dari agama dan doktrin keyakinan, bukan semata perkara dunia dan hiburan. Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam datang di kota Madinah, penduduk kota tersebut merayakan dua hari raya, Nairuz dan Mihrajan. Beliau pernah bersabda di hadapan penduduk madinah, “Saya mendatangi kalian dan kalian memiliki dua hari raya, yang kalian jadikan sebagai waktu untuk bermain. Padahal Allah telah menggantikan dua hari raya terbaik untuk kalian; Idul Fitri dan Idul Adha.” (HR. Ahmad, Abu Daud, dan Nasa’i).
Perayaan Nairuz dan Mihrajan yang dirayakan penduduk Madinah, isinya hanya bermain-main dan makan-makan sama sekali tidak ada unsur ritualnya. Namun mengingat dua hari tersebut adalah perayaan orang kafir, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarangnya. Sebagai gantinya, Allah berikan dua hari raya terbaik: Idul Fitri dan Idul Adha.
Untuk itu, turut bergembira dengan perayaan orang kafir, meskipun hanya bermain-main, tanpa mengikuti ritual keagamaannya, termasuk perbuatan yang telarang, karena termasuk turut mensukseskan acara mereka. Naudzu billah
Selain hal diatas, merayakan tahun baru juga merupakan pekerjaan yang banyak membawa mudharat baik bagi diri sendiri maupun orang lain. Hal-hal yang membawa mudharat itu antara lain :
Pertama, Membuka Pintu Maksiat
Sulit dipungkiri bahwa kebanyakan orang-orang merayakan malam tahun baru dengan konser musik dan mengumbar aurat. Bahkan juga dilakukan minum khamar, berzina, dan kegiatan lain yang dapat mengganggu kaum muslimin . Bahkan bergadang semalam suntuk menghabiskan waktu dengan sia-sia. Padahal Allah SWT telah menjadikan malam untuk berisitrahat, dan dianjurkan memuliakannya dengan memperbanyak sholat malam. bukan untuk begadang sepanjang malam dengan menunggu malam pergantian tahun dengan kegiatan yang tidak ada nilai amal sholihnya sama sekali. Bukankah Rosululloh sholallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda: “Sebagian tanda dari baiknya keislaman seseorang ialah ia meninggalkan sesuatu yang tidak berguna baginya.” (Hadits hasan, diriwayatkan Tirmidzi dan lainnya)
Maka mengharamkan perayaan malam tahun baru buat umat Islam adalah upaya untuk mencegah dan melindungi umat Islam dari pengaruh buruk yang lazim dikerjakan para ahli maksiat.
Kedua. Meniru Perbuatan Setan dengan Melakukan Pemborosan. 

Jika kita perkirakan setiap orang menghabiskan uang pada malam tahun baru sebesar Rp.1000 untuk membeli mercon dan segala hal yang memeriahkan perayaan tersebut, lalu yang merayakan tahun baru sekitar 10 juta penduduk Indonesia, maka hitunglah berapa jumlah uang yang dihambur-hamburkan dalam waktu semalam? Itu baru perkiraan setiap orang menghabiskan Rp. 1000, bagaimana jika lebih dari itu?!  Padahal Allah Ta’ala telah berfirman (yang artinya),  “Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan.” (QS. Al Isro’: 26-27).

Saudaraku, Kaum Muslimin! 

Mari kita merenungkan perkataan Ibnul Qoyyim, “Ketahuilah bahwa menyia-nyiakan waktu lebih jelek dari kematian. Menyia-nyiakan waktu akan membuatmu lalai dari Allah dan negeri akhirat. Sedangkan kematian hanyalah memutuskanmu dari dunia dan penghuninya.” [h4n-prob]

Membantu Mujahidin



Lintasan sejarah telah memberikan pelajaran berharga bagi kita, bahwa jihad merupakan benteng terkokoh yang melindungi kaum muslimin dari penindasan. Tanpanya, syariat Islam tak akan bisa tegak dan darah kaum muslimin akan tertumpah murah. Begitu pentingnya posisi jihad bagi kemuliaan Islam dan Umat Islam, sehingga kaum kafir berusaha untuk memadamkannya, menghilangkannya dari benak kaum muslimin, hingga umat Islam merasa asing dengan jihad, bahkan alergi terhadapnya (jihad bi ma’na qital). Tetapi Allah mempunyai rencana sendiri untuk menyelamatkan Islam, sebagaimana sabda Rasulullah saw,

"Akan senantiasa ada sekelompok kecil dari umatku yang berperang membela kebenaran, mereka akan mendapatkan kemenangan hingga datangnya hari kiamat." (HR. Muslim)

Jihad menjadi isu mendesak saat ini karena musuh-musuh Islam bukanlah hanya sebuah bangsa atau negara, melainkan sebuah sistem kafir dalam jaringan global. Kaum Kafir seperti di masa-masa lalu, membuat makar untuk menghancurkan kaum Muslimin sehingga Jihad pada hari ini adalah kewajiban yang tidak boleh ditinggalkan.
Ketahuilah Keutamaannya!
Membantu Mujahidin adalah kewajiban penting kaum muslimin karena dengan membantu mereka maka kita turut serta dalam menjaga tegaknya dien dan menjaga kehormatan jiwa dan harta kaum muslimin. Para mujahidin adalah saudara kita sesama muslim yang berusaha membuktikan keimanannya yang sebenar-benarnya melalui perjuangannya dengan jiwa, harta dan hujjah mereka demi tegaknya aturan-aturan Allah di muka bumi ini.

Dan orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad pada jalan Allah, dan orang-orang yang memberi tempat kediaman dan memberi pertolongan (kepada orang-orang muhajirin), mereka itulah orang-orang yang benar-benar beriman. Mereka memperoleh ampunan dan rezeki (nikmat) yang mulia. Dan orang-orang yang beriman sesudah itu, kemudian berhijrah dan berjihad bersamamu maka orang-orang itu termasuk golonganmu (juga). Orang-orang yang mempunyai hubungan itu sebagiannya lebih berhak terhadap sesamanya (daripada yang kerabat) di dalam kitab Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.Terj QS Al-Anfaal [8]:74-75

Membantu mujahidin merupakan amal sholih yang menjadi bukti keimanan, yang keutamaannya sangat besar sebagaimana Sabda Nabi SAW: ”Barangsiapa membantu orang yang berjihad di Jalan Allah atau orang yang berhutang dalam kesulitannya atau budak yang hendak membebaskan dirinya, Allah akan menaunginya pada hari tiada naungan selain naungan-Nya [HR. Ahmad dan dishahihkan oleh Hakim]”
Beginilah Caranya!
Setiap Muslim yang ingin mematuhi perintah Allah ta’ala hendaknya  menemukan cara-cara untuk mendukung perjuangan para Mujahidin dimanapun mereka berada. Berikut ini cara mendukung jihad di jalan Allah menurut Syaikh al-Awlaki rahimahullah;

1. Meluruskan Niat.

Setiap Muslim yang ingin menjadi seorang mujahid wajib meluruskan niat tentang tujuan jihadnya. Rasulullah SAW bersabda, barangsiapa meninggal dunia sementara dia belum pernah berperang atau meniatkan diri untuk berperang, maka dia mati di atas satu cabang dari kemunafikan." (HR. Muslim)
Salah satu tanda apakah niat seseorang untuk berjihad itu murni atau tidak, adalah persiapan yang dilakukan orang yang bersangkutan. Allah SWT berfirman: “Dan jika mereka mau berangkat, tentulah mereka menyiapkan persiapan untuk keberangkatan itu … (QS At Taubah: 46).

2. Berdoa agar dianugerahkan mati syahid.

Rasulullah SAW bersabda: “Siapa saja di antara kamu yang berdoa pada Allah agar diberi mati syahid, Allah akan memberikan pahala mati syahid sekalipun jika orang itu wafat di atas tempat tidurnya.” (HR Muslim).

Salah satu alasan mengapa musuh- musuh Allah sukses mengalahkan sekelompok umat Islam dan mengambil alih tanah mereka, adalah karena sekelompok umat Islam kehilangan kecintaan menjadi seorang yang gugur sebagai syahid. Rasulullah SAW bersabda, “Bangsa-bangsa akan menyerang kalian seperti sekelompok manusia yang sedang makan dalam satu piring” Kemudian sahabat berkata, “Apakah dikarenakan jumlah kita yang sedikit?”. Rasulullah menjawab,”Bukan, jumlah kalian banyak. Tapi kalian seperti buih di lautan, dan Allah akan menyingkirkan rasa takut dari dalam dada musuh-musuhmu terhadapmu dan Allah akan menempatkan dalam hatimu ‘Wahn’. Sahabat bertanya lagi, “Apakah wahn itu ya Rasulullah?” Rasulullah menjawab: “Wahn adalah rasa cinta pada dunia dan takut mati” (HR Abu Dawud).

Kata Syaikh Awlaki rahimahullah musuh-musuh Allah ta’ala tidak takut dengan apapun, kecuali takut dengan kecintaan kaum muslimin pada mati syahid.

3. Berjihad dengan Harta Benda.

Jihad juga menekankan pentingnya mengorbankan harta benda kita, karena jihad itu sendiri membutuhkan dana yang besar. Itulah sebabnya, al-Qurtubi dalam tafsirnya mengatakan, memberikan uang untuk sedekah pahalanya 10 kali lipat. Tapi memberikan uang untuk berjihad pahalanya 700 kali lipat! 

Allah SWT berfirman: “Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada setiap bulir seratus biji. Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki (QS. Al Baqarah: 261)

4. Menggalang Dana untuk Membiayai Para Mujahidin.

Selain menafkahkan harta kita untuk para mujahidin, kaum Muslimin disarankan mengajak umat untuk menggalang dana guna membiayai perjuangan para mujahidin. Dengan menggalang dana untuk para mujahidin, kaum Muslimin sekaligus menjalankan sunnah Rasulullah yang senantiasa beliau lakukan sebelum pergi berperang. Rasulullah saw bersabda: “Siapa yang menyiapkan perbekalan orang yang berperang berarti telah berperang dan siapa mengurus harta dan keluarga orang yang berperang berarti telah ikut berperang” (HR. Bukhari-Muslim).

5. Menanggung Kebutuhan Keluarga para Syuhada

Para Syuhada telah berjuang demi Islam dan Muslimin.  Maka wajib bagi kita untuk menghormati dan melayani keluarga para syuhada.  Imam Ahmad meriwayatkan bahwa ketika Rasulullah menerima kabar syahidnya Ja’far bin Abi Thalib, Beliau segera pergi mengunjungi rumahnya dan meminta isteri Ja’far untuk mengumpulkan anak-anaknya.  Ketika anak-anak itu telah berkumpul, Beliau saw memeluk mereka semua dan mencium wajahnya sementara air mata Beliau jatuh bercucuran.  Asma, isteri Ja’far, berkata: Saya bertanya pada Rasulullah apa yang telah terjadi.  Rasulullah menjawab: Ja’far telah syahid.  Asma berkata: Ketika aku mendengar kabar syahidnya Ja’far aku menangis dan menjerit.  Rasulullah kemudian pergi dan berkata pada para isterinya: Sediakan makanan untuk keluarga Ja’far karena mereka saat ini tengah diliputi kedukaan.

Wahai Kaum Muslimin,
Imam Asy-Syaukani penulis kitab Nailul Author mengatakan bahwa Jihad adalah ibadah yang paling utama maka membantu dan ikut serta dalam mempersiapkan kebutuhan jihad adalah ibadah paling utama juga. Ayo rapatkan barisan, bergabunglah dalam barisan mujahidin di seluruh dunia! Lakukan apa yang kita bisa! [ajay-lmj]