Menjelang akhir Ramadhan di seantero Mesir, khususnya Kairo,
berlangsung pembantaian terhadap umat Islam, dan anggota Jamaah Ikhwanul Muslimin
oleh pasukan militer Mesir atas perintah Menteri Pertahanan jenderal Abdul
Fattah al-Sissi.
Siapa Al-Sissi?
Al-Sissi adalah tokoh militer yang diangkat oleh Presiden
Mesir, Muhammad Mursi sebagai Menteri Pertahanan merangkap Panglima
Angkatan Bersenjata. Ironisnya, pada rabu 3 juli lalu presiden yang memberinya kepercayaan
tersebut digulingkan oleh Sissi melalui suatu kudeta militer hasil kerjasama
dengan oposisi Mesir dan dukungan terselubung Israel dan Amerika. Sejarah FIS
di Aljazair kembali berulang di Mesir. Militer mengkudeta kekuasaan yang sah dari
hasil pemilihan umum yang demokratis. Pelajaran penting bagi umat Islam seluruh
dunia: “Jangan Lagi Tertipu Demokrasi Dan Cara ‘Bathil’ Meraih Kekuasaan Lewat
Pemilu”.
Kenapa ada kudeta?
Alasan
kuat dibalik kudeta Mesir, adalah “perang” kekuatan terkait pro dan kontra
konstitusi baru Mesir yang bermuatan syariat Islam. Kelompok oposisi Mesir
habis-habisan mengecam isi draft konstitusi baru Mesir dan menganggapnya tidak
menghargai HAM dan hak-hak perempuan. Salah satu tokohnya, Muhammad Adel
mengatakan : “Ini adalah undang-undang
milik Ikhwanul, Salafiyah dan militer bukan milik rakyat Mesir.”
(al-mustaqbal.net)
Kebrutalan Pasca
Kudeta
Ketua Mahkamah Konstitusi Mesir, Adly Mahmud Mansour,
dilantik sebagai presiden, beberapa jam setelah penggulingan Presiden Mohammad
Mursi. Sejatinya, Presiden Mansour, adalah seorang kristen, dan ibunya seorang
Yahudi. Jadi kudeta yang dijalankan oleh militer itu, hanyalah guna mendudukan
tokoh kristen menggantikan Presiden Mursi, dan mengangkat tokoh liberal yang
sangat pro-Israel dan Amerika menjadi wakil presiden. Mansour dilantik pada
Kamis (4/7) pagi. Dia bersumpah untuk “melestarikan
sistem republik dan menghormati konstitusi dan hukum serta menjaga kepentingan
rakyat.”
Beragam aksi penentangan lain pun terjadi. Ribuan
demonstran pro Mursi memenuhi jalan-jalan kota Kairo pada Jum’at (12/7/2013).
Junta militer Mesir dan para anggota kelompok sekuler mengepung Masjid Fatiha
di Ramses Square, Kairo, memblokade sekitar 300 Muslim pendukung Mursi yang ada
di dalamnya. Jutaan orang bergabung menentang kudeta di 22 kota di seluruh
negeri. Protes berubah menjadi bentrokan
dengan kaum sekuler dan tentara.
Pembantaian Subuh
Militer Mesir adalah salah contoh bengisnya tentara di
dunia Islam. Ratusan orang pendukung Presiden Mursi mereka bantai dan ribuan
orang lainnya luka-luka. Info dari Tim Medis lapangan melaporkan 120 orang
tewas dan lebih seribu orang luka-luka.
Serangan diawali dengan penembakan gas air mata pada
Sabtu menjelang fajar waktu setempat saat massa sedang menjalankan salat subuh.
Tembakan gas air mata itu dibalas dengan pelemparan batu oleh massa yang
menyebut dirinya "Pemuda Siap Mati Syahid". Pola serangan menjelang
fajar tersebut mirip dengan serangan serupa terhadap pendukung Mursi di
kompleks Garda Republik di Kairo tiga pekan lalu di saat massa sedang shalat
subuh yang menewaskan 61 orang
Pembantaian yang
berlanjut
Berdasarkan laporan Telivisi Aljazeera sudah lebih 600 orang yang tewas, dan hampir
7.000 orang yang luka dan cidera. Jumlah
korban akan terus bertambah, karena sampai hari ini para pendukung Presiden Mursi tetap berada di
jalan-jalan, dan mereka menolak pergi, dan meninggalkan tempat-tempat mereka. Para
pemimpin Jamaah Ikhwanul Muslimin menyerukan campur tangan dan bantuan internasional,
karena begitu banyak korban, dan rumah-rumah sakit sudah tidak mampu lagi menampung
korban yang jatuh, akibat serangan militer. Tetapi, Al-Sissi terus melakukan langkah-langkah
repressif dengan menggunakan kekuatan militer, dan termasuk menggerakkan warga sipil,
guna menghancurkan dan mengeliminir kekuatan para pendukung Presiden Mursi.
Sikap Masyarakat
Internasional
Para pemimpin dunia pun mengecam kudeta yang dilakukan
Militer terhadap Presiden Mursi. Perdana Menteri Turki, Erdogan, mengatakan
menolak mengakui pemerintahan baru Mesir. Ketua Komunitas Islam di Jerman (IGD)
Samir Falah mengatakan bahwa pembantaian berdarah akan berdampak ke seluruh
dunia, dan bahkan sampai ke Jerman. Sementara itu, Sekjen PBB Ban Ki-moon,
menyerukan kepada pemerintahan dan militer Mesir, segera membebaskan Presiden
Mohamad Mursi, dan mengakhiri konflik di Mesir. (voa-islam)
Sikap Indonesia?
Kudeta milter dan pembantaian terhadap jamaah ikhwanul
muslimin telah menimbulkan gelombang protes di seluruh dunia. Beda dengan
Indonesia, yang pemimpinnya tidak merespon serius terhadap kasus di Mesir.
Padahal, Ketika Indonesia memproklamirkan kemerdekaan tahun l945, pihak luar
negeri yang memberikan dukungan dan pengakuan pertama kali adalah Hasan
al-Banna, pimpinan Jamaah Ikhwanul Muslimin kala itu. Tetapi, sekarang tak ada
suaranya, ketika terjadi pembantaian di Mesir terhadap umat Islam di negeri
itu.
Mencermati perkembangan pembantaian muslimin oleh
penguasa militer di Mesir maka kami sampaikan kutipan Pers Release Jamaah
Ansharut Tauhid, di Jakarta, 30 Juli 2013:
1. Kehormatan darah kaum muslimin lebih bernilai dibanding
dunia dan seisinya, berdasarkan Hadits Nabi bahwa Rasulullah Shollallohu
'Alaihi Wasallam bersabda: "Lenyapnya
dunia ini lebih ringan di hadapan Allah dibanding terbunuhnya seorang muslim
tanpa landasan yang haq" (HR. Ibnu Majah dinyatakan shahih oleh Syaikh
Al Albany)
2. Umat harus mengambil pelajaran bahwa HAM dan demokrasi
akhirnya hanyalah akan menjadi alat pembantai umat dan penghisap darah kaum
muslimin.
3. Perjuangan umat hanyalah dengan dakwah dan jihad.
4. Tragedi di berbagai belahan bumi jangan sampai
memalingkan perhatian dari Syam, bumi ribath & Jihad.
Oleh karena itu kami serukan kepada seluruh kaum muslimin
untuk: Berjihad dengan harta & jiwa; Memperbanyak do'a dan qunut nazilah;
menjadikan Ramadhan sebagai bulan kepedulian; pengorbanan & penegakan
syari'ah; kembali kepada manhaj Alloh tinggalkan manhaj syirik dan kufur
(demokrasi, dll)
Revolusi Untuk Mesir
adalah Solusi