Kamis, 29 Agustus 2013

BAGAIMANA HUKUM JIHAD HARI INI?



Mengapa Jihad?

Syariat jihad turun dari sisi Allah Subhanahu Wa Ta'ala, Rabb pencipta manusia dan alam semesta. Dia paling mengetahui hal-ikhwal para makhluk-Nya; baik sifat dan tabiatnya. Karenanya jika Allah perintahkan jihad terhadap orang kafir nan zalim, itu pastilah tepat. Karena keberadaan mereka hanya untuk membuat kerusakan di di muka bumi. Sebagaimana firman-Nya ketika mengisahkan peperangan antara tentara Thalut dan Jalut sehingga terbunuhlah Jalut,

“Seandainya Allah tidak menolak (keganasan) sebahagian manusia dengan sebahagian yang lain, pasti rusaklah bumi ini. Tetapi Allah mempunyai karunia (yang dicurahkan) atas semesta alam.” (QS. Al-Baqarah: 251)

Nampak jelas anugerah Allah untuk alam raya ini melalui kewajiban jihad terhadap orang-orang kafir dan melenyapkan tindakan perusakan mereka. Atas izin-Nya, Allah memberikan kemenangan kepada mereka dan menjaga kemakmuran bumi ini. Sebaliknya, ditinggalkannya jihad maka akan terjadi kerusakan di muka bumi dan terhinakan umat Islam di hadapan umat-umat lain. Allah tidak akan mengangkat kehinaan tersebut sehingga mereka kembali kepada ajaran agamanya dan kembali angkat senjata melawan musuh-musuh mereka.

Hukum Jihad

Hukum asal dari Jihad adalah fardhu kifayah. Hal ini bukan berarti kita boleh meremehkannya dan bukan pula berarti tidak wajib atas umat. Tapi fardhu kifayah apabila tidak ada yang menegakkannya maka seluruh umat berdosa. Hal ini sesuai dengan kesepakatan ahli ilmu.

Karena jihad termasuk ibadah yang paling mulia. Rasulullah SAW pernah ditanya, “Siapakah manusia yang paling utama?” Beliau menjawab, “Seseorang yang berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwanya.” (Muttafaq ‘alaih)

Imam Ahmad rahimahullahu berkata, “Aku tidak mengetahui ada satu amal setelah shalat fardhu yang lebih utama daripada jihad.” Ketika disebutkan kepada beliau tentang jihad, maka beliau menangis dan berkata, “Tidak ada satu amal kebaikan yang lebih utama daripadanya.”

Kapan Jihad Menjadi Fardhu ‘Ain

Para ulama telah menetapkan bahwa hukum jihad berubah dari farhu kifayah menjadi fardhu ‘ain dalam tiga kondisi:

Pertama, apabila dua pasukan sudah bertemu dan berhadapan berdasarkan firman Alla Ta’ala:
 “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bertemu dengan orang-orang yang kafir yang sedang menyerangmu, maka janganlah kamu membelakangi mereka (mundur).” (QS. al-Anfal: 15)

Kedua, apabila orang-orang kafir sudah memasuki negeri muslim, bagi penduduk negeri wajib berperang melawan dan mengusir mereka. Allah SWT berfirman,

“Hai orang-orang yang beriman, perangilah orang-orang kafir yang di sekitar kamu itu, dan hendaklah mereka menemui kekerasan daripadamu.” (QS. Al-Taubah: 123)

Ketiga, Apabila imam sudah menunjukkan suatu kaum untuk keluar berjihad maka mereka wajib keluar berdasarkan sabda Nabi SAW, “Maka apabila kalian diperintah untuk keluar berjihad, maka keluarlah!.” (Muttafaq ‘alaih)

Pembagian Jihad

Para Ulama membagi jihad melawan orang-orang kafir menjadi dua, yaitu Jihad Difa’i (Jihad Bertahan) dengan hukum fardhu kifayah dan Jihad Tholab (Jihad menyerang) dengan hukum fardhu ‘ain.

Jihad difa’i ini adalah untuk membela dien, kehormatan, dan jiwa. Bahkan peperangan ini sifatnya terpaksa, mau atau tidak harus dilakukan. Sementara yang kedua merupakan perang pilihan untuk menambah pemeluk dien, meninggikannya, dan untuk menakut-nakuti musuh seperti dalam perang Tabuk.

Apa Hukum Jihad Hari ini?

Adapun saat ini; peperangan telah berlangsung di negeri-negeri kaum muslimin selama bertahun-tahun, maka tiada lagi alasan seorang muslim di muka bumi ini menunda untuk berpartisipasi dalam jihad. Ibnu Taimiyah: “Dan seluruh wilayah Islam itu ibarat satu negeri karena semua negeri Islam itu ibarat satu negeri.”

Jihad hari ini adalah Jihad Difa’i dengan hukum fardhu ‘ain karena berbagai alasan sebagai berikut :

1) Musuh menyerang dan menguasai satu atau lebih daerah-daerah kaum muslimin, buktinya meliputi :

a. Jatuhnya Andalus (Spanyol) ke tangan orang-orang Nasrani dan terusirnya umat Islam dari sana tahun 1492 M.
b. Pada tahun 1917 M Palestina jatuh ke tangan Inggris dan pada tahun 1948 M berdiri di atasnya negara Israel Raya.
c. Daerah Turkistan telah jatuh ke tangan bangsa komunis. Turkistan Barat dijajah oleh Russia dan dipecah menjadi lima negara kecil: Kirgistan, Turkmenistan, Tajikistan, Uzbekistan dan Kazaktan. Turkistan Timur dijajah oleh Cina dan diganti menjadi Sinkiang.
d. Daerah India dahulu adalah wilayah daulah Mamalik (Mongol) Islam selama ratusan tahun, kemudian jatuh ke tangan Inggris. Setelah merdeka sampai hari ini kekuasaan dipegang oleh kaum paganis Hindu dan umat Islam sebagai bangsa minoritas ditindas.
Masih banyak daerah kaum muslimin hari ini yang berada di genggaman orang-orang kafir. Selama daerah-daerah kaum muslimin itu belum terlepas dari tangan musuh maka jihad hukumnya fardhu ‘ain. Dr. Abdulloh Azzam memperjelas bahwa hukum jihad pada hari ini sebagai fardhu ‘ain sampai seluruh daerah yang pernah dikuasai kaum muslimin terbebaskan dari kekuasaan orang-orang kafir dan kembali lagi ke pangkuan kaum muslimin.

2) Ditawannya ribuan umat Islam di tangan musuh, demikian juga penuhnya penjara dengan para da’i dan umat Islam.

Abdullah Azzam rahimahullah mengatakan jika seorang perempuan muslimah tertawan maka seluruh umat Islam harus membebaskannya meskipun menghabiskan seluruh harta, dan mengorbankan nyawa mereka. Hari ini ribuan nyawa umat Islam terbantai, wanita-wanitanya dinodai, harta mereka dirampas dan mereka tak menemukan perlindungan serta pembelaan, maka jihad menjadi fardhu ‘ain sampai mereka semua mendapatkan haknya seperti semula. Kekejaman ini terjadi karena penerapan sistem sekuler-demokrasi serta meninggalkan dan mengganti syariat Islam dengan UU buatan manusia.

3) Runtuhnya khilafah Islamiyah sejak 1924 M.

Imam Syaukani berkata: “Jika disyariatkan mengangkat amir untuk tiga orang yang berada di tempat yang luas atau bersafar maka pensyariatannya untuk jumlah yang lebih besar yang menempati desa-desa dan kota-kota. Dan dibutuhkan untuk mencegah kezaliman dan menyelesaikan persengketaan lebih penting dan lebih berhak lagi”. Karena itu hal ini menjadi dalil bagi yang berpendapat, ”Wajib bagi kaum muslimin untuk menegakkan pemimpin, para wali dan penguasa”  [Nailul Authar VIII/288].

Meskipun jihad ini menjadi fardhu ‘ain, tapi tetaplah berjamaah, sebagaimana layaknya sholat 5 waktu yang fardhu ‘ain, berjamaah lebih utama. Wallahu A’lam bish Shawab. (n2g)