Kamis, 29 Agustus 2013

MENYESAL KARENA IKUT PESTA DEMOKRASI

Idham Khalid - detikNews
Fotografer - Ari Saputra
Jakarta - Intan, 50 tahun, berjalan lambat memasuki gang sempit di RT 19/17 Muara Baru, Kelurahan Penjaringan, Waduk Pluit, Jakarta Utara, Rabu (28/8) siang lalu, seusai membeli roti. Rumah yang hampir 10 tahun dihuninya tiada lagi, sudah rata dengan tanah pascapembongkaran untuk program normalisasi Waduk Pluit, Kamis pekan lalu.

Kini, ia dan suaminya tinggal di rumah kontrakan yang tidak jauh dari lokasi penggusuran. Raut wajah perempuan berperawakan gemuk ini terlihat semringah ketika berbincang mengenai warga yang melaporkan Kesatuan Polisi Pamong Praja serta Jokowi–Ahok ke Polda Metro karena menganggap petugas Satpol PP membongkar rumah warga secara paksa dan dengan menyeret, menghajar, dan menginjak–injak warga.

Baginya, laporan tersebut bukanlah hal yang baru didengarnya sebab ia sudah mengetahui sejak awal. “Iya saya tahu (Jokowi dilaporkan), saya ikut ke Komnas HAM setelah pembongkaran, tapi gak ikut masuk, cuma di luar. Alhamudillah (dilaporkan) biar kasihan Pak Jokowi sama kita,” kata perempuan yang terlihat memakai kalung emas itu saat ditemui detikcom Rabu lalu.

Menurutnya, pembongkaran yang tanpa surat pemberitahuan dan memakai cara yang sangat kasar dengan menyeret dan melempari warga membuat perlakuan tersebut layak dilaporkan kepada pihak yang berwajib.



“Bongkar sih bongkar tapi caranya bagaimana. Kejam, lebih sadis dari (penggusuran) pedagang kaki lima. Katanya dua atau tiga tahun lagi, tapi sekarang udah dibongkar,” kata dia seraya mengaku menyesal memilih Jokowi–Ahok pada Pemilihan Kepala Daerah DKI Jakarta pada 2012 lalu itu.

Suryadi, 53 tahun, warga RT setempat lainnya juga mengatakan laporan warga ke Polda Metro tersebut memang layak sebab cara penggusuran yang terjadi pada Kamis pekan lalu yang dilakukan petugas Satpol PP dinilainya kejam dan tidak manusiawi.

“Saya sepakat itu dilaporkan. Saya sudah tiga kali mengalami penggusuran, ini yang paling kejam, warga udah kayak binatang diseret,” ujarnya ketika dijumpai detikcom Rabu lalu.

Sementara itu, Aris, 44 tahun, warga gang Lapan RT 21/17, Muara Baru, Penjaringan menilai laporan warga ke Polda tidak tepat sebab warga tidak memahami bahwa Pemerintah Provinsi DKI akan melakukan penataan di kawasan tersebut.

“Warganya aja gak sadar mau ditata. Saya sih gak masalah. Yang ngelaporin itu orang bodoh aja, orang memang salah, bangun rumah di waduk,” kata Aris dengan nada ketus ketika berbincang dengan detikcom Rabu lalu.

Yani, 40 tahun, warga RT 19/17, yang rumah kontrakannya belum dibongkar, mengaku tidak tahu bahwa warga melaporkan Jokowi–Ahok ke polisi. Menurutnya, warga tidak perlu melaporkan penggusuran itu ke Polda sebab tanah yang ditempati warga memang tanah milik pemerintah. “Ya gimana, orang tanah punya negara,” ujarnya kepada detikcom Kamis kemarin.

BAGAIMANA HUKUM JIHAD HARI INI?



Mengapa Jihad?

Syariat jihad turun dari sisi Allah Subhanahu Wa Ta'ala, Rabb pencipta manusia dan alam semesta. Dia paling mengetahui hal-ikhwal para makhluk-Nya; baik sifat dan tabiatnya. Karenanya jika Allah perintahkan jihad terhadap orang kafir nan zalim, itu pastilah tepat. Karena keberadaan mereka hanya untuk membuat kerusakan di di muka bumi. Sebagaimana firman-Nya ketika mengisahkan peperangan antara tentara Thalut dan Jalut sehingga terbunuhlah Jalut,

“Seandainya Allah tidak menolak (keganasan) sebahagian manusia dengan sebahagian yang lain, pasti rusaklah bumi ini. Tetapi Allah mempunyai karunia (yang dicurahkan) atas semesta alam.” (QS. Al-Baqarah: 251)

Nampak jelas anugerah Allah untuk alam raya ini melalui kewajiban jihad terhadap orang-orang kafir dan melenyapkan tindakan perusakan mereka. Atas izin-Nya, Allah memberikan kemenangan kepada mereka dan menjaga kemakmuran bumi ini. Sebaliknya, ditinggalkannya jihad maka akan terjadi kerusakan di muka bumi dan terhinakan umat Islam di hadapan umat-umat lain. Allah tidak akan mengangkat kehinaan tersebut sehingga mereka kembali kepada ajaran agamanya dan kembali angkat senjata melawan musuh-musuh mereka.

Hukum Jihad

Hukum asal dari Jihad adalah fardhu kifayah. Hal ini bukan berarti kita boleh meremehkannya dan bukan pula berarti tidak wajib atas umat. Tapi fardhu kifayah apabila tidak ada yang menegakkannya maka seluruh umat berdosa. Hal ini sesuai dengan kesepakatan ahli ilmu.

Karena jihad termasuk ibadah yang paling mulia. Rasulullah SAW pernah ditanya, “Siapakah manusia yang paling utama?” Beliau menjawab, “Seseorang yang berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwanya.” (Muttafaq ‘alaih)

Imam Ahmad rahimahullahu berkata, “Aku tidak mengetahui ada satu amal setelah shalat fardhu yang lebih utama daripada jihad.” Ketika disebutkan kepada beliau tentang jihad, maka beliau menangis dan berkata, “Tidak ada satu amal kebaikan yang lebih utama daripadanya.”

Kapan Jihad Menjadi Fardhu ‘Ain

Para ulama telah menetapkan bahwa hukum jihad berubah dari farhu kifayah menjadi fardhu ‘ain dalam tiga kondisi:

Pertama, apabila dua pasukan sudah bertemu dan berhadapan berdasarkan firman Alla Ta’ala:
 “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bertemu dengan orang-orang yang kafir yang sedang menyerangmu, maka janganlah kamu membelakangi mereka (mundur).” (QS. al-Anfal: 15)

Kedua, apabila orang-orang kafir sudah memasuki negeri muslim, bagi penduduk negeri wajib berperang melawan dan mengusir mereka. Allah SWT berfirman,

“Hai orang-orang yang beriman, perangilah orang-orang kafir yang di sekitar kamu itu, dan hendaklah mereka menemui kekerasan daripadamu.” (QS. Al-Taubah: 123)

Ketiga, Apabila imam sudah menunjukkan suatu kaum untuk keluar berjihad maka mereka wajib keluar berdasarkan sabda Nabi SAW, “Maka apabila kalian diperintah untuk keluar berjihad, maka keluarlah!.” (Muttafaq ‘alaih)

Pembagian Jihad

Para Ulama membagi jihad melawan orang-orang kafir menjadi dua, yaitu Jihad Difa’i (Jihad Bertahan) dengan hukum fardhu kifayah dan Jihad Tholab (Jihad menyerang) dengan hukum fardhu ‘ain.

Jihad difa’i ini adalah untuk membela dien, kehormatan, dan jiwa. Bahkan peperangan ini sifatnya terpaksa, mau atau tidak harus dilakukan. Sementara yang kedua merupakan perang pilihan untuk menambah pemeluk dien, meninggikannya, dan untuk menakut-nakuti musuh seperti dalam perang Tabuk.

Apa Hukum Jihad Hari ini?

Adapun saat ini; peperangan telah berlangsung di negeri-negeri kaum muslimin selama bertahun-tahun, maka tiada lagi alasan seorang muslim di muka bumi ini menunda untuk berpartisipasi dalam jihad. Ibnu Taimiyah: “Dan seluruh wilayah Islam itu ibarat satu negeri karena semua negeri Islam itu ibarat satu negeri.”

Jihad hari ini adalah Jihad Difa’i dengan hukum fardhu ‘ain karena berbagai alasan sebagai berikut :

1) Musuh menyerang dan menguasai satu atau lebih daerah-daerah kaum muslimin, buktinya meliputi :

a. Jatuhnya Andalus (Spanyol) ke tangan orang-orang Nasrani dan terusirnya umat Islam dari sana tahun 1492 M.
b. Pada tahun 1917 M Palestina jatuh ke tangan Inggris dan pada tahun 1948 M berdiri di atasnya negara Israel Raya.
c. Daerah Turkistan telah jatuh ke tangan bangsa komunis. Turkistan Barat dijajah oleh Russia dan dipecah menjadi lima negara kecil: Kirgistan, Turkmenistan, Tajikistan, Uzbekistan dan Kazaktan. Turkistan Timur dijajah oleh Cina dan diganti menjadi Sinkiang.
d. Daerah India dahulu adalah wilayah daulah Mamalik (Mongol) Islam selama ratusan tahun, kemudian jatuh ke tangan Inggris. Setelah merdeka sampai hari ini kekuasaan dipegang oleh kaum paganis Hindu dan umat Islam sebagai bangsa minoritas ditindas.
Masih banyak daerah kaum muslimin hari ini yang berada di genggaman orang-orang kafir. Selama daerah-daerah kaum muslimin itu belum terlepas dari tangan musuh maka jihad hukumnya fardhu ‘ain. Dr. Abdulloh Azzam memperjelas bahwa hukum jihad pada hari ini sebagai fardhu ‘ain sampai seluruh daerah yang pernah dikuasai kaum muslimin terbebaskan dari kekuasaan orang-orang kafir dan kembali lagi ke pangkuan kaum muslimin.

2) Ditawannya ribuan umat Islam di tangan musuh, demikian juga penuhnya penjara dengan para da’i dan umat Islam.

Abdullah Azzam rahimahullah mengatakan jika seorang perempuan muslimah tertawan maka seluruh umat Islam harus membebaskannya meskipun menghabiskan seluruh harta, dan mengorbankan nyawa mereka. Hari ini ribuan nyawa umat Islam terbantai, wanita-wanitanya dinodai, harta mereka dirampas dan mereka tak menemukan perlindungan serta pembelaan, maka jihad menjadi fardhu ‘ain sampai mereka semua mendapatkan haknya seperti semula. Kekejaman ini terjadi karena penerapan sistem sekuler-demokrasi serta meninggalkan dan mengganti syariat Islam dengan UU buatan manusia.

3) Runtuhnya khilafah Islamiyah sejak 1924 M.

Imam Syaukani berkata: “Jika disyariatkan mengangkat amir untuk tiga orang yang berada di tempat yang luas atau bersafar maka pensyariatannya untuk jumlah yang lebih besar yang menempati desa-desa dan kota-kota. Dan dibutuhkan untuk mencegah kezaliman dan menyelesaikan persengketaan lebih penting dan lebih berhak lagi”. Karena itu hal ini menjadi dalil bagi yang berpendapat, ”Wajib bagi kaum muslimin untuk menegakkan pemimpin, para wali dan penguasa”  [Nailul Authar VIII/288].

Meskipun jihad ini menjadi fardhu ‘ain, tapi tetaplah berjamaah, sebagaimana layaknya sholat 5 waktu yang fardhu ‘ain, berjamaah lebih utama. Wallahu A’lam bish Shawab. (n2g)

Sabtu, 24 Agustus 2013

Inilah 15 ciri pengikut Syi'ah di Indonesia

(Arrahmah.com) - Indonesia tengah menjadi target Syi’ahisasi besar-besaran. Hingga kini banyak pengikutnya berada di berbagai wilayah Indonesia, terutama di Jawa Barat dan Sulawesi Selatan.
Jumlah penganut Syiah di Indonesia Ketua Dewan Syura Ikatan Jamaah Ahlul Bait Indonesia (IJABI) Jalaluddin Rakhmat, pernah mengatakan kisaran jumlah penganut Syiah di Indonesia , “Perkiraan tertinggi, 5 juta orang. Tapi, menurut saya, sekitar 2,5 jiwa,” kata Kang Jalal, sapaan Jalaluddin Rakhmat. Pemeluk Syiah, kata Kang Jalal melanjutkan, sebagian besar ada di Bandung, Makassar, dan Jakarta. Selain itu, ada juga kelompok Syiah di Tegal, Jepara, Pekalongan, dan Semarang; Garut; Bondowoso, Pasuruan, dan Madura.
Diperkirakan, kebanyakan dari mereka sedang melakukan taqiyah dalam rangka melindungi diri dari kelompok Sunni. Taqiyah adalah kondisi luar seseorang dengan yang ada di dalam batinnya tidaklah sama. Memang taqiyah juga dikenal di kalangan Ahlus Sunnah. Hanya saja menurut Ahlus Sunnah, taqiyah digunakan untuk menghindarkan diri dari musuh-musuh Islam alias orang kafir atau ketika perang maupun kondisi yang sangat membahayakan orang Islam.
jalaludin nggak rahmat
Ketua Dewan Syura Ikatan Jamaah Ahlul Bait Indonesia (IJABI), Jalaluddin Rakhmat.
Sementara itu menurut Syi’ah bahwa Taqiyah wajib dilakukan. Jadi taqiyah adalah salah satu prinsip agama mereka. Taqiyah dilakukan kepada orang selain Syi’ah, seperti ungkapan bahwa Al Quran Syi’ah adalah sama dengan Al Quran Ahlus Sunnah. Padahal ungkapan ini hanyalah kepura-puraan mereka. Mereka juga bertaqiyah dengan pura-pura mengakui pemerintahan Islam selain Syi’ah.
Menurut Ali Muhammad Ash Shalabi, taqiyah dalam Syiah ada empat unsur pokok ajaran; Pertama, Menampilkan hal yang berbeda dari apa yang ada dalam hatinya.  Kedua, taqiyah digunakan dalam berinteraksi dengan lawan-lawan Syiah. Ketiga, taqiyah berhubungan dengan perkara agama atau keyakinan yang dianut lawan-lawan. Keempat, digunakan di saat berada dalam kondisi mencemaskan
Menurut Syaikh Mamduh Farhan Al-Buhairi di Majalah Islam Internasional Qiblati, ciri-ciri pengikut Syi’ah sangat mudah dikenali, kita dapat memperhatikan sejumlah cirri-ciri berikut:
  1. Mengenakan songkok hitam dengan bentuk tertentu. Tidak seperti songkok yang dikenal umumnya masyarakat Indonesia, songkok mereka seperti songkok orang Arab hanya saja warnanya hitam.
  2. Tidak shalat jum’at. Meskipun shalat jum’at bersama jama’ah, tetapi dia langsung berdiri setelah imam mengucapkan salam. Orang-orang akan mengira dia mengerjakan shalat sunnah, padahal dia menyempurnakan shalat Zhuhur empat raka’at, karena pengikut Syi’ah tidak meyakini keabsahan shalat jum’at kecuali bersama Imam yang ma’shum atau wakilnya.
  3. Pengikut Syi’ah juga tidak  akan mengakhiri shalatnya dengan mengucapkan salam yang dikenal kaum Muslimin, tetapi dengan memukul kedua pahanya beberapa kali.
  4. Pengikut Syi’ah jarang shalat jama’ah karena mereka tidak mengakui shalat lima waktu, tapi yang mereka yakini hanya tiga waktu saja.
  5. Mayoritas pengikut Syi’ah selalu membawa At-Turbah Al-Husainiyah yaitu batu/tanah (dari Karbala – redaksi) yang digunakan menempatkan kening ketika sujud bila mereka shalat tidak didekat orang lain.
  6. Jika Anda perhatikan caranya berwudhu maka Anda akan dapati bahwa wudhunya sangat aneh, tidak seperti yang dikenal kaum Muslimin.
  7. Anda tidak akan mendapatkan penganut Syi’ah hadir dalam kajian dan ceramah Ahlus Sunnah.
  8. Anda juga akan melihat penganut Syi’ah banyak-banyak mengingat Ahlul Bait; Ali, Fathimah, Hasan dan Husain radhiyallahu anhum.
  9. Mereka juga tidak akan menunjukkan penghormatan kepada Abu Bakar, Umar, Utsman, mayoritas sahabat dan Ummahatul Mukminin radhiyallahu anhum.
  10. Pada bulan Ramadhan penganut Syi’ah tidak langsung berbuka puasa setelah Adzan maghrib; dalam hal ini Syi’ah berkeyakinan seperti Yahudi yaitu berbuka puasa jika bintang-bintang sudah nampak di langit, dengan kata lain mereka berbuka bila benar-benar sudah masuk waktu malam. (mereka juga tidak shalat tarwih bersama kaum Muslimin, karena menganggapnya sebagai bid’ah)
  11. Mereka berusaha sekuat tenaga untuk menanam dan menimbulkan fitnah antara jamaah salaf dengan jamaah lain, sementara itu mereka mengklaim tidak ada perselisihan antara mereka dengan jamaah lain selain salaf. Ini tentu tidak benar.
  12. Anda tidak akan mendapati seorang penganut Syi’ah memegang dan membaca Al-Qur’an kecuali jarang sekali, itu pun sebagai bentuk taqiyyah (kamuflase), karena Al-Qur’an yang benar menurut mereka yaitu al-Qur’an yang berada di tangan al-Mahdi yang ditunggu kedatangannya.
  13. Orang Syi’ah tidak berpuasa pada hari Asyura, dia hanya menampilkan kesedihan di hari tersebut.
  14. Mereka juga berusaha keras mempengaruhi kaum wanita khususnya para mahasiswi di perguruan tinggi atau di perkampungan sebagai langkah awal untuk memenuhi keinginannya melakukan mut’ah dengan para wanita tersebut bila nantinya mereka menerima agama Syi’ah. Oleh sebab itu Anda akan dapati;
  15. Orang-orang Syi’ah getol mendakwahi orang-orang tua yang memiliki anak putri, dengan harapan anak putrinya juga ikut menganut Syi’ah sehingga dengan leluasa dia bisa melakukan zina mut’ah dengan wanita tersebut baik dengan sepengetahuan ayahnya ataupun tidak. Pada hakikatnya ketika ada seorang yang ayah yang menerima agama Syi’ah, maka para pengikut Syi’ah yang lain otomatis telah mendapatkan anak gadisnya untuk dimut’ah. Tentunya setelah mereka berhasil meyakinkan bolehnya mut’ah. Semua kemudahan, kelebihan, dan kesenangan terhadap syahwat ini ada dalam diri para pemuda, sehingga dengan mudah para pengikut Syi’ah menjerat mereka bergabung dengan agama Syi’ah.
Ciri-ciri mereka sangat banyak. Selain yang kami sebutkan di atas masih banyak ciri-ciri lainnya, sehingga tidak mungkin bagi kita untuk menjelaskan semuanya di sini. Namun cara yang paling praktis ialah dengan memperhatikan raut wajah. Wajah mereka merah padam jika Anda mencela Khomeini dan Sistani, tapi bila Anda menghujat Abu Bakar, Umar, Utsman, Aisyah dan Hafshah, atau sahabat-sahabat lainnya radhiyallahu anhum tidak ada sedikitpun tanda-tanda kegundahan di wajahnya.
Akhirnyadengan hati yang terang Ahlus Sunnah dapat mengenali pengikut Syi’ah dari wajah hitam mereka karena tidak memiliki keberkahan, jika Anda perhatikan wajah mereka maka Anda akan membuktikan kebenaran penilaian ini, dan inilah hukuman bagi siapa saja yang mencela dan menyepelekan para sahabat Nabi shallallahu alaihi wa sallam dan para ibunda kaum Musliminradhiyallahu anhunn yang dijanjikan surga oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Kita memohon hidayah kepada Allah untuk kita dan mereka semua.
Wallahu a’lam.

Muadzin Meninggal dalam Keadaan Sujud


BANGI (SALAM-ONLINE): Meninggal dalam husnul khatimah (akhir yang baik) adalah yang sangat didamba setiap Muslim, terutama jika Allah mewafatkan kita dalam status mati syahid, gugur dalam berperang di jalan Allah, yang merupakan puncak cita-cita setiap Mukmin. Sebaliknya, mati dalam keadaan bermaksiat kepada Allah adalah seburuk-buruk dan serendah-rendahnya status dan cita-cita.

Tak banyak orang atau hamba Allah yang saat meninggalnya berada dalam taat kepada Allah, terutama berpredikat sebagai syahid, mati di medan perang karena berjihad membela ajaran Allah, izzah Islam dan kehormatan kaum Muslimin dari musuh-musuh-Nya.

Maka, beruntunglah mereka yang saat meninggalnya sedang menjalankan perintah-Nya, dalam keadaan melaksanakan pengabdian kepada-Nya, dan tengah mendekatkan diri kepada Rabbnya, terlebih lagi pada posisi berperang di Jalan Allah, mati syahid.

Andai tak wafat dalam berperang di Jalan Allah pun–karena status seperti ini benar-benar untuk hamba pilihan–tapi setidaknya dalam keadaan berbuat baik atau sedang melaksanakan titah-Nya yang masuk dalam kategori husnul khatimah, ini pun tentu sangat menjadi dambaan setiap Muslim.

Di antara orang atau hamba Allah yang masuk dalam keberuntungan itu, insya Allah dan semoga, adalah Ruslan Ishak. Jamaah shalat Zuhur di Mushalla Al Mujahiddin, Desa Surada, Bandar Baru, Bangi, Malaysia mendadak dikejutkan oleh guru mengaji ini. Ruslan wafat dalam keadaan bersujud kepada Allah. Semoga husnul khatimah dan ridha Allah dia peroleh.

Ma;aysia-Bangi-wafat dalam keadaan sujud-jpeg.image
Ruslan Ishak, adalah seorang Muadzin di mushalla tersebut. Kejadian tak terduga tersebut terjadi pekan lalu, tepatnya, Kamis, 23 Ramadhan 1434 H (1/8/2013).
Seperti dilansir mynewshub.my, Ruslan yang berada dalam shaf shalat itu menghembuskan nafas terakhirnya saat dalam keadaan sujud. Ia tak bangkit lagi dari sujudnya.
Sejumlah pengguna internet ramai memberitakan kabar ini, seperti terlihat di sejumlah forum dan media sosial di Malaysia.
Ruslan Ishak, diketahui sebagai seorang Muadzin (bilal) di surau (mushalla) Al Mujahiddin. Selain itu ia juga dikenal sebagai seorang guru mengaji (ustadz) di kampungnya. Foto-foto diupload netizen di sejumlah forum Malaysia. Kematian yang indah. (atjehcyber/salam-online)

Kamis, 22 Agustus 2013

INILAH ALASAN PENTINGNYA BELAJAR SHIRAH NABAWIYAH


Sesungguhnya kebaikan dan pembangunan spiritual adalah dengan jalan meneladani kepribadian Nabi SAW, dan petunjuknya serta meneladani figur-figur sahabat kenamaan, seperti Umar Bin Khattab, Khalid bin Walid, Abu Ubaidah, dan Qa’qa radhiyallahu ‘anhum, demikian Syekh Abu Qotadah menjelaskan.

Dan pedoman itu adalah Siroh Nabawiyah, kisah teladan dari Rasulullah SAW., bersama para sahabat dalam berjuang menegakkan Islam, menegakkan peradaban manusia yang terbaik untuk saat itu dan seterusnya.

Di dalam Sirah Nabawiyah terdapat perang frontal yang menyeluruh, seperti pada Perang Badar, dan Perang Uhud. Ada ightiyaal (pembunuhan dengan tipu muslihat) dan pembersihan biang-biang kekafiran (seperti pembunuhan Ka’ab bin Asyraf dan biang kekafiran yang lain).

Di dalam Sirah Nabawiyah terdapat kesepakatan-kesepakatan dan perjanjian-perjanjian, seperti Perjanjian Hudaibiyah dan Kesepakatan Damai antara Rasulullah SAW., dengan Yahudi pada saat awal hijrahnya.

Di dalam Sirah Nabawiyah terdapat revolusi dan perubahan vertical yang menyeluruh, terdapat jihad defensif, seperti Perang Uhud, dan Perang Khandaq, dan juga ada perang Ofensif, seperti Futuh Mekkah dan Perang Hunain, bahkan Perang Mu’tah, Perang Tabuk dan beberapa perang yang lain yang berkumpul di dalamnya jihad defensif dan ofensif, serta mencerai beraikan dan menakut-nakuti musuh.

Demikianlah, Sirah Nabawiyah merupakan kisah riwayat yang kaya dan sarat dengan pengalaman, yang memenuhi jiwa seorang Muslim, mengayakan batinya dan menghidupkannya dengan adanya contoh yang baik bagi sebagian besar peristiwa peperangan dan taktik-taktiknya. Akan tetapi buku-buku Sirah Nabawiyah saat ini malah menjadi buku-buku untuk mendapatkan berkah, bukan buku-buku untuk ilmu dan pengetahuan.

Ilmu perang, taktik-taktik dan sarana-sarananya adalah ilmu-ilmu yang bersifat humanis dan telah populer, baik suka ataupun tidak. Sesungguhnya ilmu-ilmu itu termasuk perkara yang seharusnya kita menangisi umat Islam atas berpalingnya mereka dari ilmu-ilmu tersebut. Ilmu-ilmu itu lahir dari pengalaman empirik dan pengkajian dari kolektifitas akal yang sangat interes terhadap ilmu-ilmu, dan diambil dari tempat-tempatnya yang cuma diketahui oleh para pengkaji dan peneliti.

Kadang orang fasik kuat memahami ilmu tadi sedang orang beriman lemah memahaminya, dan saat itu kita mengeluh seperti Umar bin Khattab ra., mengeluhkan ketika dia mengatakan : “Ya Allah sesungguhnya aku berlindung diri kepada-Mu dari kelemahan orang yang taqwa dan kekuatan orang yang fajir.”

Revolusi Islam : Perubahan Dari Darul Kufur Menjadi Darul Islam

Perjuangan Rasulullah SAW., bersama para sahabat adalah sebuah revolusi terbesar umat manusia di muka bumi ini, yakni sebuah Revolusi Islam mengubah Mekkah yang Darul Kufur (Negeri Kafir), menjadi Darul Islam (Negeri Islam). Seluruh episode perjuangan tersebut terekam dalam Siroh Nabawiyah yang dapat diputar ulang oleh seluruh kaum Muslimin saat ini.

Apalagi pada saat ini, tidak ada lagi Darul Islam (Negeri Islam) dalam pengertian yang hakiki, semenjak runtuhnya Khilafah Islam terakhir di Turki, pada tanggal 3 Maret 1924. Maka, sejak saat ini kaum Muslimin memulai kembali perjuangan untuk menapak tilasi jejak langkah Rasulullah SAW., bersama para sahabat yang mulia.

Sebagaimana dikatakan oleh Syekh Abu Abdillah Al Muhajir, rahimahullah, dalam kitabnya “Masailu min Fiqhil Jihad” yang kemudian diterjemahkan oleh Abu Nabila Farida Muhammad menjadi “Kupas Tuntas Fiqih Jihad” dan dipublikasikan oleh Maktabah Jahizuna, yang menjelaskan mengenai perubahan status Darul Islam.

Menurut beliau, perubahan status darul Islam menjadi darul kufri wal harbi, dijelaskan : sifat dari suatu dar bukan sifat yang menjadi kelaziman yang tetap baku, namun ia dapat berubah. Maknanya: bahwa dar kadang-kadang bisa berubah dari satu sifat kepada sifat yang lain, maka bisa pada suatu waktu darul kufri menjadi darul Islam, begitu pula darul Islam pada suatu waktu menjadi darul kufri.

Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rohimahulloh: Sifat suatu dar bisa saja berubah dari sifat darul kafiratau darul Islam atau darul Iman atau darus salam atau darul harbi atau darul tho’at atau darul maksiat ataudarul mu’minin atau darul fasiqin. Sifat-sifat ini bisa berubah dari satu sifat ke sifat lainnya sebagaimana bisa berubahnya seorang kafir menjadi beriman dan berilmu serta sebaliknya. (Al-Fatwa 27/45, lihat 18/282-284, 27/143-144)

Dan jumhur ulama dan para imam berpendapat bahwa darul Islam menjadi darul kufri wal harbi dengan sebab berlakunya hukum-hukum kafir di dalamnya tanpa harus menyertakan syarat yang lain, dan perkataan ini telah diterangkan sebelumnya sebagaimana telah disebutkan bahwa manath hukum dari status dar adalah bentuk hukum yang berlaku di dalamnya, bukan dengan syarat-syarat selainnya.

Telah berkata Ibnu Hazm rohimahulloh: Bahwa status suatu dar disandarkan pada hukum yang diberlakukan didalamnya, bentuk pemerintahan yang berlaku dan presidennya. (Al-Muhalla , 11/200)

Maka telah jelas, status negeri-negeri dimana kaum Muslimin hidup pada saat ini adalah persis sebagaimana Rasulullah SAW., hidup bersama para sahabat pada awalnya, yakni ketika di Mekkah yang statusnya adalah Darul Kufur. Maka, kaum Musliminpun harus meneladai bagaimana Rasulullah SAW., dan para sahabat mengubah Darul Kufur tersebut menjadi Darul Islam, dengan tetap melihat fakta hukum dan kondisi kaum Muslimin pada saat ini.

Menegakkan Darul Islam, Bisakah Melalui Demokrasi ?

Untuk kondisi saat ini menjadi penting untuk diajukan kembali apa yang pernah ditanyakan secara serius oleh Syekh Abu Qotadah dalam bukunya Al Jihad wal Ijtihad. Beliau mengatakan, jika ada yang bertanya, ‘Sekiranya ditakdirkan bagi satu upaya perjuangan demokrasi bisa mengantarkan Islam ke tampuk kekuasaan, maka apakah ini berarti bahwa pemerintahan itu tidak bisa disebut sebagai pemerintahan Islam?”

Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, Syekh Abu Qotadah menjelaskan bahwa Daulah Islam yang hilang tidak akan tegak dengan cara syirik ini (demokrasi). Orang-orang Islam demokrat itu hendaknya mengekang kendali lamunan mereka untuk bisa meraih kebaikan atau sebagiannya melalui jalan parlemen dan demokrasi.

Banyak alasan yang kemudian akan dilontarkan mengapa mereka berjuang melalui jalan parlemen dan demokrasi. Ringkas alasan, sebagaimana disampaikan oleh Syekh Abu Qotadah, mereka akan masuk dalam permainan demokrasi karena rasa percaya diri mereka bahwa rakyat akan memilih mereka, maka meraka akan sampai pada posisi yang memberikan hak kepada mereka untuk mengubah konstitusi (negara). Padahal di sebuah parlemen sebuah front atau gerakan, merupakan campuran tidak sejenis, dimana masing-masing akan mengikuti pandangan dan pikirannya. Dalam front tersebut terdapat faktor-faktor kelemahan internal yang menjadikan mereka tidak mampu keluar dengan satu sikap pandang yang benar dalam menghadapi kasus-kasus yang timbul dan dalam menghadapi kendala rintangan.

Lalu, kita lanjutkan perbincangan dengan mengulang pertanyaan, apakah jika sekelompok ummat sampai ke tampuk kekuasaan melalui cara demokrasi dan memberlakukan syari’at, maka apakah pemerintahan tadi menjadi pemerintahan Islam dengan cara tersebut?

Dalam bukunya Al Jihad wal Ijtihad, Syekh Abu Qotadah menjawab pertanyaan tersebut secara tegas, yakni TIDAK! Karena setiap hukum, meski bersesuaian dengan syari’at Islam dalam definisi dan sifatnya, tapi ia diwajibkan lewat jalan parlemen dan pilihan rakyat, maka ia sekali-sekali belum dikatakan sebagai hukum Islam, tapi adalah hukum thoghut kafir!

Mengapa demikian? Suatu hukum bisa menjadi syar’i dan Islami haruslah dilihat lebih dahulu elemen-elemen dasarnya. Elemen yang paling utama dalah melihat kepada pembuat hukum, siapa dia? Jika pembuat hukumnya adalah Allah, maka hukum itu adalah hukum Islam. Dan jika pembuat hukumnya adalah selain Allah, maka hukum itu adalah hukum thoghut kafir.

Maka dari itu, nilai-nilai akhlak yang benar yang didakwahkan oleh agama Nasrani tidak dianggap sebagai akhlak Islami, oleh karena si pembuat hukum bukanlah pihak yang membuat hukum syar’i. Jadi hukum syar’i memperoleh kekuatannya, oleh karena ia datang dari Dzat yang mempunyai hak untuk mengeluarkan peintah ini, dan Dia adalah Rabbul Alamin.

Supaya hukum itu menjadi hukum syar’i, maka sifat dan bentuknya pun harus syar’i, jika tidak, maka ia bukan hukum syar’i. Hukum yang berasal dari parlemen memperoleh kekuatan dari pemilik kedaulatan alam sistem demokrasi. Bisa jadi rakyat saja, dan bisa jadi rakyat dan rajanya atau amirnya (pemimpinnya). Hukum yang bersumber dari parlemen keluar dengan kalimat “Atas nama rakyat” atau “Keputusan para wakil parlemen”. Ia adalah hukum thoghut, memperoleh kekuatannya dari Tuhan yang batil.

Adapun hukum Islam, maka sumber datangnya adalah dengan kalimat “Bismillah”. Maka mereka yang mengkaji tentang pemberlakuan syari’at Islam melalui jalan parlemen, maka mereka harus merujuk kembali pada elemen-elemen dasar hukum syar’i, bagaimana hukum itu menjadi hukum Islam, dan bagaimana hukum itu menjadi hukum thoghut kafir?

Syekh Abu Qotadah menjelaskan dengan tegas, sesungguhnya hukum yang datang dari Dewan Perwakilan Rakyat atau parlemen tidak bisa dinamakan dengan hukum Islam, kendati ia bersesuaian dengan hukum syar’i dalam bentuk dan zhahirnya. Maka dari itu, jika Dewan Perwakilan Rakyat menetapkan pengharaman khamer (alkohol) terhadap rakyat, maka ketetapan ini tidak dianggap sebagai hukum Islam kendati ia bersesuaian dengan syari’at Islam dalam bentuk larangan dan pengharaman khamer. Sebabnya ialah bahwa hukum syar’i tidak menjadi syar’i dan Islami kecuali apabila penentuan caranya adalah syar’i dan Islami. Jadi jelaslah sudah, untuk menegakkan Darul Islam tidak akan bisa dicapai melalui sistem syirik demokrasi.

Dakwah Dan Jihad, Menuju Revolusi Islam Menegakkan Darul Islam

Syekh Abu Bakar An Najiy-hafizahullah- dalam bukunya The Management of Savagery (Manajemen Kebiadaban) menjelaskan bahwa menurut sunnah kauniyah, ada dua kekuatan yang mampu meredam ketidakstabilan dalam masyarakat ini yaitu :

Pertama: Kekuatan rakyat (People Power). Syaratnya adalah, tidak adanya gangguan kepentingan pribadi yang menunggangi kekuatan ini dan media bersatu bersama rakyat. Namun sayangnya, seringkali setelah beberapa masa berlalu ketika rakyat lengah, militer langsung mengambil alih revolusi ini untuk mempertahankan sistem lama atau mempertahankan rotasi rezim yang berkuasa ke salah satu blok.

Kedua: Kekuatan militer (Army Power). Kekuatan inilah yang mampu mengembalikan masyarakat kepada keadilan, ideologi bangsa dan kestabilan. Jika kekuatan militer yang berkuasa ini dipegang oleh orang-orang mulia dan berakal (baca : Mujahidin), maka kezhaliman akan hilang dan keadilan akan tegak. Kelompok ini akan menekan kerusakan yang terjadi dengan ideologinya yang ditopang kekuatan militer.

Syekh Abu Bakar An Najiy melanjutkan penjelasannya dalam buku Manajemen Kebiadaban tersebut, khususnya terkait masalah kekuatan dua blok. Menurut beliau, dua blok yang menggenggam dunia mencengkram dengan dua kekuatan terpusat. Maksud dari dua kekuatan terpusat adalah kekuatan militer raksasa terpusat yang mengontrol kawasan jauh dan yang dekat. Mereka menundukkan kawasan-kawasaan untuk taat patuh pada aturan-aturan markas.

Tidak diragukan lagi tentang fakta kekuatan raksasa yang Allah karuniakan kepada Amerika dan Rusia dalam menguasai manusia. Namun sebenarnya jika kita teliti lebih dalam lagi dan kita logikakan, Amerika atau Rusia dengan sistem kontrol terpusatnya tidak akan bisa mengendalikan Mesir atau Yaman misalnya, kecuali jika negara-negara tersebut suka rela untuk tunduk.

Benar, kekuatan yang mereka miliki memang sangat kuat ditambah lagi dengan dukungan kekuatan dari negara-negara boneka yang mengangkangi dunia Islam. Tapi mereka merasa kekuatan militer saja belum cukup, sebab itu dua blok ini menambalnya dengan kekuatan propaganda palsu yang memberikan informasi sesat bahwa kekuatan mereka tak terkalahkan serta mampu menguasai darat dan lautan seakan-akan mereka memiliki kekuatan pencipta dan penciptaan.

Hal yang menarik, dua blok ini kemudian bisa yakin akan ke-dajjal-an propaganda ciptaan mereka sendiri bahwa mereka memiliki segala kekuatan penuh untuk menguasai setiap inci dunia. Mereka yakin bahwa mereka memiliki kekhususan kekuatan ketuhanan. Maka mereka menganggap kekuatan dajjal propaganda ini sebagai kekuatan yang mampu menundukkan manusia, bukan hanya menakut-nakutinya saja tapi juga menyetir manusia untuk mencintai kekuatan ini karena kekuatan ini mengajak pada kemerdekaan, keadilan dan kesejahteraan sosial dan slogan-slogan lainnya.

Maka ketika negara-negara bertekuk lutut di bawah ilusi kekuatan palsu dan mengikut kehendak mereka, disinilah cerita kejatuhan kekuatan palsu tersebut berawal. Paul Kennedy, seorang penulis berkebangsaan Amerika pernah menganalisa : Sesungguhnya Amerika telah memperluas penggunaan kekuatan militer dan memperluas strateginya di luar batas kewajaran yang menyebabkan keruntuhannya.

Kekuatan raksasa ini didukung oleh kemanunggalan masyarakat dan lembaga-lembaga penopang. Kekuatan militer sedigdaya apapun (senjata, teknologi dan prajurit) tidak akan kuat tanpa kemanunggalan rakyat dan lembaga-lembaga pendukung. Kekuatan sebesar apapun akan runtuh tanpa kohesi rakyat.

Faktor runtuhnya negara adikuasa ini dirangkum dalam kalimat “faktor peradaban modern” seperti kerusakan ideologi, kehancuran moral, ketidakadilan sosial, egoisme dan indivudualisme, kemewahan, kenyamanan dan kenikmatan cinta dunia, dan seterusnya.

Semakin tinggi intensitas faktor-faktor dan kesemrawutan ini semua, akan mempercepat kehancuran kekuatan tersebut. Faktor-faktor ini telah muncul dengan sangat cepat dan aktif, namun ada pula yang kemunculannya lambat sehingga dibutuhkan sebuah pendorong agar lebih aktif agar kekuatan tersebut segera runtuh.

Jika faktor-faktor tersebut dapat dipercepat, maka kekuatan itu akan segera runtuh sekalipun mereka memiliki kekuatan militer yang kuat, sebagaima telah kami katakan, bahwa sekuat apapun militer dan sekuat apapun propaganda tidak akan tegak tanpa dukungan rakyat.

Lalu apa yang terjadi jika faktor pendukung kehancuran kekuatan tersebut bukan hanya dipicu dengan faktor peradaban modern tapi ditambah dengan pemicu lain yaitu serangan langsung pada kekuatan militer mereka . Serangan pada kekuatan militer mereka ini secara otomatis akan turut menghancurkan sumber kekuatan ketiga mereka yaitu propaganda. Hancurnya propaganda mereka akan mencabut kewibawaaan mereka yang menggambarkan tidak ada kekuatan yang mampu berdiri di hadapan mereka.

Ini persis yang terjadi pada nasib si Uni Sovyet (Rusia) ketika masuk dalam konfrontasi militer dengan kekuatan yang lebih lemah bahkan tidak sebanding dengan (Mujahidin Afghanistan). Tapi kekuatan yang lebih lemah tersebut mampu menghancurkan sisi militer dan yang paling penting dari konfrontasi ini adalah, mengaktifkan faktor peradaban modern di dalam negara Rusia sendiri, yaitu:
- Lunturnya doktrin ateisme dan pengakuan pada agama lain yang percaya adanya kehidupan akhirat dan tuhan.
- Cinta dunia, kesenangan, kemewahan dan budaya individualisme.
- Para pejabat atau tentara Sovyet yang selamat kembali ke rumahnya menemukan para istri mereka telah selingkuh ketika ditinggal tugas (kerusakan moral).
- Ketidakadilan sosial jelas tampak ketika situasi ekonomi melemah karena perang, ketika uang sulit didapat ditambah krisis keuangan dan korupsi merajalela.

Kondisi kekacauan dan faktor-faktor yang dibahas Syekh Abu Bakar An Najiy di atas kini tengah melanda Rezim kafir murtad di banyak negara, khususnya negara-negara dimana mayoritas kaum Muslimin tinggal dan berada. Kondisi ini kemudian dikenal dengan istilah Arab Springs atau mengutip istilah dari Syekh Anwar Al Awlaki-rahimahullah- dalam Majalah Inspire disebut sebagai Tsunama Revolusi.

Perbedaan Antara Seorang Revolusioner Dengan Seorang Mujahid?

Pertanyaan di atas menjadi layak untuk diajukan di saat ramai revolusi-revolusi yang tengah dilakukan oleh umat manusia untuk menumbangkan suatu rezim dan menegakkan rezim baru yang lain. Syekh Abu Qotadah Al Fhilistin menjelaskan kepada kita dalam bukunya Al Jihad wal Ijtihad.

Menurut beliau, para tokoh revolusioner di abad ini kebanyakan dari golongan kiri, dan ia adalah gerakan-gerakan kudeta yang oleh sebagian orang sering disebut dengan gerakan pembebasan! Menurut beliau, nama itu tidaklah sesuai dengan hakikat sebenarnya.

Syekh Abu Qotadah melanjutkan, gerakan-gerakan perlawanan ini telah berhasil mewujudkan sasaran-sasarannya, seperti gerakan-gerakan Mao Tse Tung di Cina, Revolusi Bolshewik di Rusia, Revolusi Fidel Castro di Cuba dan kawannya Che Geoffara.

Menurut Syekh Abu Qotadah, revolusi-revolusi golongan kiri ini kemudian ditulis dan diterjemahkan ke dalam bahasa Arab dan banyak kemudian dibaca oleh para pemuda Muslim yang akhirnya terpengaruh dengan gerakan dan pola gerilya gerakan-gerakan tersebut. Padahal menurut beliau, gerakan-gerakan kiri ini dalam melakukan revolusi tidak memiliki dimensi-dimensi moral dan prinsip-prinsip moral yang mengatur mereka atau mewajibkan suatu ikatan atau hubungan terhadap orang yang berjalan di dalamnya.

Syekh Abu Qotadah memberikan permisalan terhadap gerakan tersebut yakni bagaikan buku-buku menu masakan yang tersebar di pasar-pasar, dimana para penyusunnya hanya peduli soal jadinya masakan dan kelezatan rasanya. Maka dalam buku tersebut akan didapatkan si pemasak membubuhkan sedikir khamer, atau sedikit ganja, dan sejenisnya.

Ironisnya, Syekh melanjutkan, seorang Muslim relegius membaca buku-buku tadi disertai dengan decak kagum dan hormat terhadap penulis tersebut, yang dia anggap sebagai pakar berpengalaman di bidangnya. Dia membaca dengan penuh gairah disertai dengan banyak ketundukan dan kepatuhan, lalu dia berdalih daripadanya sesudah itu kepada keadaannya sebagai penganut Islam guna mengembalikan banyak hal yang telah dibacanya dengan prinsip-prinsip Islam yang diyakininya, yang kemudian akan menimbulkan tarik-menarik antara prinsip yang dihormatinya dalam masalah tersebut dengan prinsip-prinsip Islam yang diyakininya. Na’udzu billah min dzalik!

Kebalikannya, umat Islam, para aktivis dan pejuang revolusi Islam tidak pantas dan tidak selayaknya membangun spiritual dengan meneladani dan mengikuti Che Geoffara, Mao Tse Tung, Lenin, serta tokoh-tokoh paganis sesat lainnya. Membangun spiritual dengan petunjuk orang-orang yang mendapat petunjuk adalah dengan “mendalami” bukan dengan “memilih” (sepotong-sepotong) sirah nabawiyah dan fiqh para imam. Adapun membangun spiritual dengan petunjuk kaum paganis adalah dengan mendalami biografi dan perjuangan mereka.

Ada hubungan yang sangat erat antara sirah nabawiyah dengan alam ghaib, yakni berupa hubungan sebuah gerakan dan perjalanannya yang sama sekali tidak merusak sunatullah yang berlaku di alam wujud dengan alam ghaib pada sebagian sunatullah yang berlaku di alam semesta. Diantara sunnah tersebut adalah timbulnya rasa takut di diri musuh, pengaruh do’a yang dipanjatkan oleh orang-orang yang lemah diantara mereka. Sungguh, masalah ini tidak akan diperhatikan kecuali oleh orang yang mendalami sunnah Nabi SAW dan sirah nawabiyah.

Syekh melanjutkan, jari telunjuk doa yang menengadah ke atas langit setara dengan sabetan pedang dan luncuran tombak, ratapan tangis ibu yang kematian anak dan jeritan orang-orang yang teraniaya adalah laksana panah malam yang mana Allah SWT., mencerai beraikan musuh dan orang-orang kafir dengannya.

Sesungguhnya manusia paling agung, paling bernyali, dan paling gagah berani, Muhammad SAW., dalam perang Badar dahulu bermunajat kepada Tuhannya, oleh karena munajat termasuk sunnah terbesar yang menjadi tumpuan orang-orang Islam untuk mengalahkan musuh dan orang-orang kafir!

Rabu, 21 Agustus 2013

Permusuhan Yahudi dari Masa ke Masa; Sejak Zaman Rasulullah, Masa VOC di Indonesia, sampai Zaman Modern


Permusuhan Yahudi di masa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam
Pada saat Rasulullah saw.hijrah ke Madinah benih-benih ketidaksukaan orang-orang Yahudi mulai muncul, apalagi setelah nabi Muhammad saw. menguasai kota Ma- dinah. Orang-orang Yahudi di Madinah baik dari bani Qoinuqa, bani Nadhir dan bani Quraizhah walaupun sudah membuat perjanjian damai tetapi berkali-kali mengkhianatinya bahkan melakukan permusuhan terhadap Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam dan kaum muslimin.
Konflik kembali lagi terjadi, kali ini umat Isam menghadapi Yahudi Bani Nadhir. Setelah perang Uhud Ra- sulullah saw. dan umat Islam mendatangi perkampungan Bani Nadhir untuk meminta diyat (denda). Hal tersebut dilakukan sesuai perjanjian yang telah dibuat, jika ada anggota masyarakat Madinah yang terbunuh, mereka dikenakan diyat. Didepan Rasulullah saw. mereka menyanggupi permintaan tersebut. Tetapi ketika Rasulullah saw.sedang duduk bersandar disebuah dinding rumah, sekelompok Yahudi Bani Nadhir meren- canakan percobaan pembunuhan ter- hadap Muhammad saw. yaitu dengan menjatuhkan batu dari atas rumah tempat Rasulullah saw. duduk. Tetapi malaikat Jibril memberitahu kejadian tersebut dan Rasulullah saw. pulang ke Madinah. Selanjutnya beliau datang lagi bersama sahabat yang lain mengusir Yahudi Bani Nadhir dari Madinah.
Adapun Bani Quraidhah mereka mengkhianati Rasulullah saw. dalam perang Ahzab. Pada waktu perang
Ahzab Rasulullah saw. menghadapi musuh multinasional dari luar Madinah pasukan kafir Quraisy bersekutu dengan yang lain menghadapi Rasulullah saw. dan sahabatnya. Sedangkan di dalam Madinah Yahudi bani Quraidhah dan orang Munafik mengkhianati umat Islam. Maka setelah perang Ahzab usai dan ke- menangan berada di fihak umat Islam Allah memerintahkan umat Islam untuk menyerang bani Quraidhah. Dan merekapun berhasil dilumpuhkan dan sebagiannnya melarikan diri. Puncaknya umat Islam berhasil menghilangkan gangguan kaum Yahudi Madinah dengan berhasil menga- lahkan mereka di Khaibar.
Permusuhan Yahudi di masa Modern
Perjanjian-perjanjian yang dilakukan oleh bangsa Yahudi dengan penguasa di negara-negara muslim selalu saja merugikan kepentingan umat Islam. Perjanjian Camp David yang dilakuakn pemerintah Mesir dengan bangsa Yahudi mengakibatkan Mesir menderita kerugian moril dan materil yang sangat banyak. Begitu juga perjanjian Gaza dan Arikha yang dilakukan antara PLO dengan Yahudi.
Dan pembantaian Zionisme Yahudi atas umat Islam di Palestina akan terus terjadi. Tragedi berdarah berulang kembali pada Senin 22 Juli 2002 M. Pada malam berdarah yang penuh duka itu, militer rezim Imperialis Israel menggempur kampung el Durj di kota Gaza dengan menggunakan pesawat F16 buatan Amerika. Sebuah adegan pembantaian kemanusiaan secara keji dan biadab yang mengakibatkan 17 warga Palestina gugur, 3 di antaranya wanita dan 11 lainnya anak-anak. Ditambah Asy Syahid Saalah Shahadah, seorang pendiri dan pemimpin umum Brigade Izzuddin al Qassam, sayap militer Gerakan Perlawanan Islam Hamas. Aksi pembantaian tersebut juga melukai 176 warga, 115 di antaranya dalam kondisi kritis.
Dan pada hari Senin, 22 Maret 2004, pemimpin Spiritual Hamas Sheikh Ahmad Yasin mendapat giliran keganasan Yahudi. Beliau syahid. Mantan PM Israel Begin berkata: ”Warga Palestina itu hanya sekedar kecoa-kecoa yang harus dienyahkan.”
Yahudi di Indonesia
Masuknya Yahudi ke Indonesia berbarengan dengan masuknya penjajah Belanda ke Indonesia. Dan banyak litaratur yang menyebutkan bahwa Yahudi masuk bersama pen- jajah melalui jalur bisnis. Dan dikenallah jalur bisnis Belanda dengan nama VOC.
Cengkraman Yahudi di masa Orde Baru semakin kokoh. Tim ekonomi Indonesia dikuasai oleh orang-orang yang berkiblat pada barat, dimana IMF dan Bank Dunia menjadi pilar utamanya dalam ekonomi. Bahkan, dominasi penguasaan tim ekonomi itu terjadi sampai sekarang.
Tetapi taqdir Allah akan menggiring mereka pada satu tempat di bumi Palestina untuk dihancurkan oleh tentara-tentara Allah.”Tidak akan terjadi kiamat sehingga kaum mus- limin berperang dengan yahudi. Maka kaum muslimin membunuh mereka sampai yahudi bersembunyi di belakang batu-batuan dan pohon-pohonan. Dan berkatalah batu dan pohon:”wahai muslim wahai hamba Allah ini yahudi dibelakangku, kemari dan bunuhlah ia kecuali pohon Gorqhod karena ia adalah pohon Yahudi,” (HR Muslim). [islampos/saksi]

MERENUNGI MAKNA KEMERDEKAAN



Hari kemerdekaan 17 Agustus telah lewat, peringatan di berbagai pelosok negeri juga sudah berlalu dengan segala pernak-perniknya. Namun di balik peringatan tersebut masih tersisa pertanyaan mengenai status NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) menurut timbangan syariat Islam, apakah berstatus negara Islam (Darul Islam) atau negara kufur (Darul Kufur/Harby)?

Pembagian Negara

Para ulama membagi dunia menjadi dua negara, yaitu Daarul Islam dan Daarul Kufri. Hal ini didasari dengan kenyataan, bahwa akibat dari dakwah Rasulullah SAW maka manusia terpecah menjadi dua kelompok ; orang yang beriman kepada beliau dan orang yang kafir kepada beliau.

"Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan):"Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thagut itu", maka di antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya.Maka berjalanlah kamu di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul).” [terj. QS. An Nahl :36].

Allah Ta’ala kemudian memerintahkan kaum beriman untuk berhijrah, berpindah dari tengah-tengah orang-orang kafir menuju Madinah. Maka jadilah Madinah sebagai Daaru al Hijrah (negara tempat hijrah) cikal bakal Darul Islam. Di sanalah Rasulullah membina negara Islam, dan kewajiban hijrah ke Madinah terus berlanjut sampai terjadinya Fathu Makkah, bahkan kewajiban hijrah tetap berlaku atas setiap individu muslim yang tinggal di tengah orang-orang kafir. 

“Saya berlepas diri dari setiap muslim yang tinggal di tengah-tengah kaum musyrik, supaya api keduanya tidak bertemu.” ( HR. Abu Daud )

Dengan itulah, negara terpecah menjadi Daarul Islam, yaitu tempat kaum muslimin berkuasa dan memerintah, dan Daarul Kufri, tempat kaum kafir berkuasa.

Definisi Darul Islam atau Darul Kufri

Imam ibnu Qayyim berkata, ”Mayoritas ulama mengatakan bahwa Daarul Islam adalah negara yang dikuasai oleh umat Islam dan hukum-hukum Islam diberlakukan di negeri tersebut. Bila hukum-hukum Islam tidak diberlakukan, negara tersebut bukanlah daarul Islam, sekalipun negara tersebut berdampingan dengan sebuah daarul Islam. Contohnya adalah Thaif, sekalipun letaknya sangat dekat dengan Makkah, namun dengan terjadinya fathu Makkah ; Thaif tidak berubah menjadi Daarul Islam.” [Ahkamu Ahli Dzimmah 1/366, Ibnu Qayyim, cet. Daarul Ilmi lil malayiin,1983 ].

Imam Asy Syarakhsi ”Sebuah negara berubah menjadi negara kaum muslimin dengan dipraktekkannya hukum-hukum Islam.” [As Siyaru al Kabiru 5/2197].

Al Qadhi Abu Ya’la Al Hanbali mengatakan, ”Setiap negara di mana hukum yang dominan (superioritas hukum) adalah hukum-hukum kafir adalah daarul kufri.” [Al Mu’tamadu Fi Ushuli Dien hal. 276, Daarul Masyriq, Beirut, 1974].

Standar penilaian Status Negara

Perkataan para ulama di atas telah menyebutkan dua sebab dalam menghukumi sebuah negara :

Pertama. Kekuatan dan dominasi. Sebagaimana dikatakan oleh Abu Yusuf dan Muhammad bin Hasan, Karena sebuah tempat {wilayah) dinisbahkan kepada kita (muslimin) atau kepada mereka (kafirin) berdasar kekuatan dan dominasi.

Kedua. Jenis hukum yang diberlakukan di tempat tersebut, sebagaimana terdapat dalam semua pendapat ulama yang kami nukil di atas.

Setelah diteliti, dua sebab ini ternyata kembalinya kepada satu sebab, yaitu alasan hukum yang berlaku di negara tersebut. Antara dua pendapat ini sebenarnya tidak ada kontradiksi, karena dominasi dan hukum itu dua hal yang berkaitan erat.

Syubhat dalam menilai status negara

Saat ini, banyak pihak telah salah ketika mengira bahwa dengan menetapnya banyak umat Islam di beberapa negara dengan aman dan mampu melaksanakan beberapa syiar agama mereka, seperti : adzan, sholat, shaum dan lain-lain, sudah cukup untuk menganggap negara tersebut sebagai negara Islam. Bahkan sebagian pihak menyatakan: “Bagaimana kalian mengatakan negara fulan adalah negara kafir, padahal di ibukotanya ada lebih dari seribu masjid?”

Padahal itu semua jelas bukan merupakan standar dalam menilai status sebuah negara, sebagaimana telah kami jelaskan pendapat para ulama di atas.

1. Agama mayoritas warga negara tidak berpengaruh terhadap status sebuah negara. Dasarnya adalah Khaibar yang ditinggali oleh kaum Yahudi. Ketika Rasulullah saw menaklukkannya pada tahun 7 H, Rasulullah saw menyetujui kaum Yahudi tetap tinggal di Khaibar dan menggarap lahan pertaniannya (HR Bukhari no. 4248), Rasulullah saw lalu mengutus seorang shahabat Anshar sebagai amir (penguasa) Khaibar {HR Bukhari no. 4246). Jadi, sebagian besar warga negara Khaibar adalah kaum Yahudi --- sampai ketika Umar bin Khathab mengusir mereka pada masa kekhilafahannya ---, meski demikian hal ini tidak menghalangi status Khaibar sebagai sebuah negara Islam, karena Khaibar di bawah kekuasaan kaum muslimin dan hukum-hukum Islam diberlakukan di Khaibar. 

Namun status sebuah negara juga tidak otomatis mengubah status agama individu di dalamnya. Dan begitu pula sebaliknya.

2. Pelaksanaan sebagian syiar Islam atau syiar kafir tidak berpengaruh terhadap status sebuah negara. Dasarnya, ketika masih di Makkah, Rasulullah saw sudah melaksanakan Islam secara terang-terangan. Beliau mendakwahkan Islam, menampakkan secara terang-terangan permusuhan dan berlepas dirinya beliau dari orang-orang musyrik dan apa yang mereka ibadahi (turunnya QS Al Kafiirun). Sebagian sahabat r.a juga melaksanakan sholat dan membaca Al Qur’an secara terang-terangan. Meski demikian, Makkah tidak berubah statusnya menjadi sebuah negara Islam. Kaum muslimin bahkan berhijrah dari Makkah karena dikuasai orang-orang kafir.

Demikian juga sebaliknya. Adanya beberapa orang kafir –seperti ahlu dzimah— di sebuah negara Islam dan mereka melaksanakan ajaran-ajaran agama mereka secara terang-terangan, tidaklah mengubah status negara menjadi negara kafir, karena pelaksanaan ajaran-ajaran agama kafir mereka secara terang-terangan bukan berasal dari kekuasaan mereka, melainkan dari izin kaum muslimin.

Kesimpulan

Dari berbagai keterangan di atas, akhirnya kita dapat menilai secara ilmiah status sebuah negara termasuk NKRI kita ini. Karena seiring dengan banyaknya persoalan di negeri ini baik secara ekonomi, politik, akhlaq dan lain sebagainya, maka sudah selayaknya bagi kita untuk terus berjuang mengisi kemerdekaan dengan mengusahakan berlakunya syariat Islam sebagai sumber segala sumber hukum agar tercipta Baldatun Thoyyibatun wa robbun Ghofur di negeri ini sebagai cikal bakal khilafah Islamiyah di muka bumi. Amiin. Wallahu ‘alam bishowab. (wid)

Di Zaman Nabi SAW pun sudah ada yang Menggembosi Jihad, apalagi sekarang



Ada pemikiran yang berusaha dibangun di tengah-tengah umat untuk mengesampingkan jihad melalui gerakan penggencaran thalabul ilmi dan dakwah. Seolah terkesan, kalau sudah berbicara atau menyampaikan perkara jhad maka tak bisa lagi thalabul ilmi dan dakwah. Padahal ketiganya sama-sama wajib atas umat ini, walau ada perincian secara prioritas.

Satu hal  yang pasti, bahwa jihad tak harus meninggalkan dakwah. Begitu juga saat sudah dakwah tak harus meninggalkan thalabul ilmi. Ketika seseorang seseorang gencar berdawwah bukan berarti ia harus meninggalkan jihad. kondisi umat saat ini ada yang menuntut dakwah, dan ada yang sudah menuntut jihad. Bahkan tidak ada jihad tanpa dakwah, dan tak ada dakwah tanpa thalabul ilmi. Orang yang berkata, kita tidak dakwah karena ilmu kita masih minim, kita tuntut ilmu dulu. Maka sungguh dia tak akan pernah berdakwah. Jika dia mulai berdakwah, berarti dia merasa sudh sempurna ilmunya. Itulah musibah. Begitu juga dengan jihad, jika tak mau jihad karena masihterbuka thalabul ilmu dan dakwah, maka selamanya dia tak akan pernah berjihad. Karena jihad juga untuk menyempurnakan dakwah. Syetan jenis Jin dan manusia tak rela kalau agama Allah menang dan berjaya. Jadi mereka selalu membuat makar, tipu daya dan mengobarkan perang untuk menghalangi dakwah dan untuk mematikan Islam. Tapi Allah tak akan biarkan, Allah pasti akan jaga dan sempurnakan Din-Nya dengan tangan-tangan yang  Allah pilih dan siapkan; Thaifah Manshurah dan FIRQAH NAJIYAH. Dan jumlah mereka -dalam beberapa hadits- disebutkan tak banyak jumlahnya. Bahkan lebih banyak yang kontra daripada yang mendukungnya sehingga diabadikan sifat mereka, “tak terpengaruh terhadap orang yang menelantarkan mereka (tak dukung bahkan menggembosi) dan orang yang berseberangan dg mereka.”

Jika Anda tak juga mau berjihad, sungguh Allah tetap akan adakan orang-orang yang berjihad di jalan-Nya. Dan Anda yang suka kritik dan menggembosi jihad tak akan pernah bisa menghalangi mereka. Ada beberapa syubhat yang dicetuskan oleh orang-orang yang suka menggembosi jihad:
- jihad harus dengan amirul mukminin, 
- jihad setelah tegak khilafah, dan semisalnya-, 
kalau demikiana halnya, maka jihad tak akan pernah tegak di muka bumi. Ingat, bahwa jihad tegak tak harus dapat dukungan dari semua pihak. Karena menerima kebenaran dan mengorbankan diri untuk Islam tak semua orang sanggup dan siap menanggung beban. 

Memang jihad disebut jihad karena beratnya. Bukan di zaman kita saja ada yang anti jihad dan menggembosi jihad, zaman Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam juga sudah ada pihak-pihak yang anti jihad dan hambat jalannya jihad. Maka pilihlah jalan di anatara dua kelompok; penggembos jihad atau pelaku dan pendukung jihad? Allahu akbar. 

Kalau tak ada Syariat Jihad, Bumi ini Marak Beragam Kerusakan



Syariat jihad turun dari sisi Allah Subhanahu Wa Ta'ala, Rabb pencipta alam semesta, di antaranya manusia. Dia paling mengetahui hal-ikhwal makhluk-makhluk-Nya; baik sifat dan tabiatnya. Karenanya jika Allah perintahkan jihad (perang) terhadap orang kafir penentang Islam lagi zalim itu pastilah tepat. Karena keberadaan mereka hanya untuk membuat kerusakan di di muka bumi.

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman setelah mengisahkan peperangan antara tentara Thalut dan Jalut sehingga terbunuhlah Jalut,

وَلَوْلَا دَفْعُ اللَّهِ النَّاسَ بَعْضَهُمْ بِبَعْضٍ لَفَسَدَتِ الْأَرْضُ وَلَكِنَّ اللَّهَ ذُو فَضْلٍ عَلَى الْعَالَمِينَ
Seandainya Allah tidak menolak (keganasan) sebahagian manusia dengan sebahagian yang lain, pasti rusaklah bumi ini. Tetapi Allah mempunyai karunia (yang dicurahkan) atas semesta alam.” (QS. Al-Baqarah: 251)

Allah Tabaraka wa Ta’ala menjelaskan dalam ayat ini bahwa kerusakan pasti terjadi jika jihad ditinggalkan. Karenanya Allah adakan orang-orang beriman dan taat kepada-Nya untuk menolak kerusakan yang diadakan oleh ahli maksiat dan musyrik. Hal ini sebagaimana Allah munculkan Thalut dan bala tentaranya untuk menolak kerusakan yang diperbuat oleh Jalut. “pasti rusaklah bumi ini” maksudnya: binasalah penduduk bumi ini dengan hukuman Allah kepada mereka, lalu rusaklah bumi ini. Tetapi Allah memberikan karunianya kepada manusia dengan memunculkan orang-orang baik untuk melawan orang jahat, memilih orang-orang taat untuk melawan ahli maksiat, menolong orang beriman untuk mengalahkan orang kafir.

Dari sini nampak jelas karunia (anugerah) Allah untuk alam raya ini melalui kewajiban jihad terhadap orang-orang kafir dan melenyapkan tindakan perusakan mereka. Dan dengan izin-Nya melalui tingginya tauhid orang-orang beriman niscaya Allah akan memberikan kemenangan kepada mereka dan menjaga kemakmuran bumi ini. Sebaliknya, ditinggalkannya jihad maka akan terjadi kerusakan di muka bumi dan terhinakan umat Islam di hadapan umat-umat lain. Allah tidak akan mengangkat kehinaan tersebut sehingga mereka kembali kepada ajaran agamanya dan kembali angkat senjata melawan musuh-musuh mereka.

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda,

إِذَا تَبَايَعْتُمْ بِالْعِينَةِ وَ أَخَذْتُمْ أَذْنَابَ الْبَقَرِ وَرَضِيتُمْ بِاالزَّرْعِ وَتَرَكْتُمْ الْجِهَادَ سَلّطَ اللهُ عَلَيْكُمْ ذُلاَّ لاَ يَنْزَعُهُ عَنْكُمْ حَتَّى تَرْجِعُوا إِلَى دِينِكُمْ
Jika kamu telah berjual beli dengan sistem “baiiul ‘innah” memegang ekor sapi dan ridha dengan pekerjaan bertani serta meninggalkan jihad (dijalan Allah), niscaya Allah akan menjadikan kehinaan menguasai kamu, Dia tidak akan mencabutnya dari kalian, hingga kalian kembali kepada agamamu.” (Dikeluarkan oleh Abu Dawud dan yang lainnya dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani, lihat Silsilah al-Ahadiits ash-Shahiihah, jilid I hal.42 No.11)

Hanya orang-orang jahil dan agen-agen perusak saja yang menolak syariat jihad. Karena sesungguhnya jihad itu untuk kebaikan manusia penghuni bumi itu sendiri. Wallahu Ta’ala a’lam.