Kamis, 25 April 2013

MUSLIMAH DAN MUJAHIDAH





Islam memposisikan wanita dengan begitu mulia, karena generasi gemilang akan lahir dari rahimnya. Dalam masa kebudayaan jahiliyah sebelum datangnya Islam, wanita dianggap sangat rendah dan hina. Bahkan, tidak sedikit ketika lahir anak perempuan dikubur hidup-hidup. Mereka memandang wanita dengan sebelah mata, bahkan dianggap hina dan tidak berharga. Setelah datangnya Islam, terbukti wanita dapat menghirup udara bebas dan mendapat tugas untuk membangun sebuah masyarakat yang berbudaya dan beradab. 

Maka kita tidak heran bahwa dalam Islam tidak ada yang namanya diskriminasi terhadap wanita, tidak ada tuntutan emansipasi wanita dan feminisme. Karena sejak pertama kali diwahyukannya agama Islam ke muka bumi, Islam selalu menjunjung tinggi harkat dan martabat kaum wanita. syariat Islam yang seperti ini tidak akan luntur dimakan zaman, tak akan pernah berevolusi maupun revolusi. 

Wanita mendapatkan hak yang sama dengan laki- laki. Mereka tidak perlu repot-repot memperjuangkan persamaan hak seperti yang banyak dilakukan wanita barat sekarang ini. Wanita dalam Islam diberikan wilayah tersendiri untuk berjuang. Ketika wanita mantab untuk tetap berjuang di wilayah mereka, bukan berarti wanita menjadi rendah dari pada laki- laki. 

Allah ta’ala berfirman : 

“Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan“ (QS. An-Nahl : 97) 



Bukti pemuliaan Islam kepada kaum wanita lainnya adalah pengakuan Islam bahwa setiap orang baik laki-laki maupun wanita mempunyai kesempatan yang sama untuk berprestasi. 
Dalam Alquran surat An-Nisa ayat 32, Allah ta’ala berfirman, 

“Bagi orang laki-laki terdapat bagian dari apa yang mereka usahakan dan bagi perempuan pun ada bagian dari apa yang mereka usahakan.” 



Jika kita membaca sejarah para sahabat perempuan di zaman Rasulullah Shallallahu alaihi Wassalam, kita akan banyak menemukan kekaguman yang luar biasa. Mereka bukan hanya berilmu, berakhlaq, pandai membaca Al Qur’an, tapi juga jago pedang, berkuda dan memanah, dan tak sedikit yang menjadi ‘dokter’ yang pintar mengobati para shahabat yang terluka di medan perang. 

Para Muslimah yang selayaknya menjadi pahlawan adalah berjuang demi Agama, membela Rosul dan ajarannya, tidak mencari celah untuk mengingkari, apalagi menentang Allah. Beberapa tokoh Mujahidah di jaman Rosulullah antara lain: 


Nusaibah si Jago Pedang 


Kata Rasulullah Shallallahu alaihi Wassalam : “Tidaklah aku melihat ke kanan dan ke kiri pada pertempuran Uhud kecuali aku melihat Nusaibah binti Ka’ab berperang membelaku.” 


Memang Nusaibah binti Ka’ab Ansyariyah begitu cinta dan setianya kepada Rasulullah, sehingga begitu melihat junjungannya itu terancam bahaya, dia maju mengibas-ngibaskan pedangnya dengan perkasa, sehingga pantas apabila dijuluki dengan sebutan Ummu Umarah, pahlawan wanita Islam yang mempertaruhkan jiwa dan raga demi Islam. Ummu Umarah juga bersama Rasulullah Shallallahu alaihi Wassalam dalam menunaikan Baitur Ridhwan, yaitu suatu janji setia untuk sanggup mati syahid di jalan Allah. 



ilustrasi


Dalam perang Uhud, Seorang Muslim berlari mundur sambil membawa perisainya, maka Rasulullah Shallallahu alaihi Wassalam berseru kepadanya, “berikan perisaimu kepada yang berperang.” Lelaki itu melemparkan perisainya yang lalu dipungut oleh Nusaibah untuk melindungi Nabi. Subhanallah, subhanallah begitu luar biasa setianya beliau dalam membela baginda Rasulullah Shallallahu alaihi Wassalam. 

Khaulah binti Azur (Ksatria Berkuda Hitam)Diriwayatkan betapa dalam salah satu peperangan melawan pasukan kafir Romawi di bawah kepemimpinan Panglima Khalid bin Walid, tiba-tiba saja muncul seorang penunggang kuda berbalut pakaian serba hitam yang dengan tangkas memacu kudanya ke tengah-tengah medan pertempuran. Semangat jihad pasukan Muslimin pun terbakar kembali begitu mengetahui bahwa penunggang kuda berbaju hitam itu adalah seorang wanita, yakni Khaulah binti Azur. 

Keberanian Khaulah teruji ketika dia dan beberapa mujahidah tertawan musuh dalam peperangan Sahura. Katanya, “Kalian yang berjuang di jalan Allah, apakah kalian mau menjadi tukang pijit orang-orang Romawi? Mau menjadi budak orang-orang kafir? Dimana harga diri kalian sebagai pejuang yang ingin mendapatkan surga Allah? Dimana kehormatan kalian sebagai Muslimah? Lebih baik kita mati daripada menjadi budak orang-orang Romawi!” 

ilustrasi

Demikianlah Khaulah terus membakar semangat para Muslimah sampai mereka pun bulat tekad melawan tentara musuh yang mengawal mereka dan rela mati syahid jika gagal melarikan diri. “Janganlah saudari sekali-kali gentar dan takut. Patahkan tombak mereka, hancurkan pedang mereka, perbanyak takbir serta kuatkan hati. Insya Allah pertolongan Allah sudah dekat.” 

Dikisahkan bahwa akhirnya, karena keyakinan mereka, Khaulah dan kawan-kawannya berhasil melarikan diri dari kurungan musuh, Subhanallah.



Adapun di Indonesia pun ternyata memiliki tokoh muslimah yang juga meneladani semangat para mujahidah diantaranya adalah Malahayati yang hidupnya jauh sebelum Kartini lahir, sebagai Panglima Angkatan Laut wanita pertama di kepulauan Nusantara. Awalnya, Malahayati membentuk barisan prajuritnya terdiri dari para janda untuk melawan Belanda yang berusaha menjajah kerajaan Aceh. Karirnya pun semakin cemerlang sehingga pada tahun 1599, beliau membawahi ratusan armada perang dan berhasil membunuh Cornelis de Houtman yang terkenal bengis itu dengan tangannya sendiri.

Subhanallah, ternyata umat muslim juga memiliki jagoan wanita yang memang nyata adanya, semoga kita, dapat mengambil teladan dari mereka. Jika para wanita harus melakukan yang berbeda dengan laki- laki bukan berarti mereka terendahkan. Laki- laki memiliki wilayah sendiri, pun demikian dengan wanita. Laki- laki memiliki fisik yang lebih kuat, akal dan logika yang lebih dari pada wanita. Karena itulah mereka dipersiapkan untuk hidup di luar rumah, menghadapi segala konflik dan masalahnya. Sedangkan wanita lebih lembut, dan memiliki naluri sebagai seorang ibu yang telaten dan mengayomi lebih dari pada laki- laki. Untuk itu, Allah memberi ladang dakwah para wanita yang pas yaitu di rumah. Mereka bertugas menjaga anak, dan membereskan rumah suaminya. Dan ini bukan berarti mereka tidak termuliakan dibanding para laki- laki. Sungguh, Allah maha kuasa dalam pengaturan terhadap kebutuhan manusia. [zmh]