Kamis, 11 April 2013

TEGAR DI JALAN ALLAH

attabayyun.blogspot.com – fb : Jat Jember
Edisi 107 : 1 Jumadil akhir 1434 H – 12 April 2013

TEGAR DI JALAN ALLAH
Ketika Musuh Islam Gencar Mengancam dan Mengganggu 

“Dan sungguh, Kami akan benar-benar menguji kamu sehingga Kami mengetahui orang-orang yang benar-benar berjihad dan bersabar diantara kamu; dan akan Kami uji perihal kamu.” (QS. Muhammad, 47:31) 


Sudah menjadi sunnatullah bahwa dalam kehidupan setiap hamba teriring dengan ujian dan bebanan hidup yang silih-berganti. Demikian juga halnya terhadap dakwah yang haq yaitu dakwah yang didasari oleh petunjuk Yang maha pembuat syari’at dengan bertujuan mentauhidkan-Nya dan mengenyahkan segala bentuk kesyirikan. Maka bentuk dakwah ini senantiasa tidak akan terlepas daripada ujian, rintangan, dan ancaman, baik secara mental maupun fisik.

Ujian dan Rintangan terhadap Dakwah yang haq seperti dua sisi mata uang. Oleh karena itu, dengan beratnya beban yang harus diterima, maka sedikit pula yang mampu melaksanakan karena takut akan konsekuensinya. Sebaliknya, mereka yang mampu dan tetap istiqomah menopang ujian dan rintangan demi tersebarnya syari’at Allah di muka bumi ini, mereka akan tegar dan berjiwa besar. Adapun ujian dan rintangan para juru dakwah dalam mendakwahkan yang haq beragam bentuk dan macamnya

1. Dibenci dan Dimusuhi 

Kewajiban mendakwahkan al haq bagi setiap pribadi muslim sungguhlah berat karena akan mendapat perlawanan dari kaum musyrik dan kafir yang tidak akan tinggal diam jika kebenaran yang hakiki ditebarkan di muka bumi. Perlawanan ini telah ada sejak zaman para nabi dahulu dan berkekalan hingga akhir zaman.

Akan hal ini, Allah Ta’ala berfirman,
“Dan seperti itulah, telah Kami adakan bagi tiap-tiap nabi, musuh dari orang-orang yang berdosa.” (QS. al-Furqon, 25:31)

“Dan seperti itulah, telah Kami adakan bagi tiap-tiap nabi, musuh yaitu setan-setan (dari jenis) manusia dan (dari jenis) jin.” (QS. al-An’am, 6:112)

“Dan demikianlah Kami adakan bagi tiap-tiap negeri, penjahat-penjahat yang terbesar agar mereka melakukan tipu-daya dalam negeri itu.” (QS. al-An’am, 6:123)


Melalui tiga ayat ini, Allah Ta’ala telah menggariskan sebentuk ujian keimanan bagi para hamba pilihan-Nya melalui adanya sekelompok penentang kebenaran dan para penyeru kekafiran yang tak hentinya membuat makar.



Dari Anas bin Malik ra bahwa Rasulullah saw bersabda,

الْمُؤْمِنُ بَيْنَ خَمْسِ شَدَائِدَ: مَؤْمِنٌ يَحْسُدُهُ, وَ مُنَافِقٌ يُبْغِضُهُ, وَ كَافِرٌ يُقَاتِلُهُ, وَ نَفْسٌ يُنَازِعُهُ, وَ شَيْطَانٌ يُضِلِّهُ.

Artinya, “Orang mu’min senantiasa berhadapan dengan lima ujian yang menyusahkan, yaitu: mu’min yang mendengkinya, munafik yang selalu membencinya, kafir yang selalu memeranginya, nafsu yang selalu bertarung untuk mengalahkannya, dan setan yang selalu menyesatkannya.” (Al-Firdaus bi Ma’tsur al-Khithob, 4/181)

2. Diejek dan Dipermainkan 

Intrik-intrik setan memang takkan lekang dimakan roda zaman. Keberadaan ulama robbani yang merupakan pewaris para nabi dan sejatinya dimuliakan lagi diikuti, pun kini tak jauh berbeda dengan nasib para ulama di masa lalu. Seruan mereka mengajak umat kepada kebenaran Islam, dianggap lelucon yang pantas ditertawakan. Ancaman mereka yang bersumber al-Qur’an dan as-Sunnah bagi yang menolak dan berpaling untuk mengikuti syari’at, disikapi dingin seolah ancaman itu hanya ‘gertak sambal’ semata.



Bantahan yang kerap disampaikan para penolak kebenaran di masa ini terpaut kepada dua hal, yaitu setia mengikuti agama nenek-moyang ( حَسْبُنَا مَا وَ جَدْنَا عَلَيْهِ أَبَاءَنَا ) “cukuplah bagi kami apa yang kami dapati nenek-moyang kami mengerjakannya…” (QS. al-Ma’idah, 5:104) dan berpendapat bahwa al-Qur’an dan as-Sunnah sudah tak sejalan lagi dengan perkembangan zaman. Pribadi-pribadi berwatak seperti ini akan selalu eksis dan menjadi batu ujian bagi juru dakwah. Selain itu, mereka juga tak sungkan-sungkan melabeli para juru dakwah dengan gelaran buruk nan jahil. Bahkan kejahilan tersebut mereka sampaikan langsung ke diri Rasulullah saw, seperti pada firman-Nya,

“Demikianlah tidak seorang Rasul pun yang datang kepada orang-orang yang sebelum mereka, melainkan mereka mengatakan, “Dia adalah seorang tukang sihir atau seorang gila. Apakah mereka saling berpesan tentang apa yang dikatakan itu? Sebenarnya mereka adalah kaum yang melampaui batas.” (QS. adz-Zariyat, 51:52-53)

Bahkan, Kaum munafiqin dan sekutunya, terutama yang memiliki kekuasaan, cekatan ‘mempermainkan’ dan ‘menggunakan’ para ulama yang masih mempunyai kecenderungan kepada keduniaan untuk menyebarkan opini-opini sesat mereka kepada umat. Alangkah besarnya musibah tatkala juru dakwah melaksanakan dakwahnya dengan didasari pendiktean dari pihak penguasa. Ia menjadi tawanan bagi setiap keinginan penguasa dan berupaya untuk tidak menyelisihi keinginan mereka. Syari’at yang dianggap ‘aneh ‘oleh khalayak awam dan dirasa tak kompeten lagi terhadap perubahan zaman, ditukar dengan fatwa hasil ‘ijtihad’ hawa-nafsu mereka.

3. Dituduh Meneror dan Memecah-Belah Umat 

Juru dakwah dan Ulama yang mengusung dakwah yang bersumber al-Qur’an dan as-Sunnah kerap menerima resiko penolakan umat yang awam dan kaum munafik. Keawaman yang ingin diubah para du’at menjadi kefaqihan, malah dipertahankan demi menjaga warisan nenek-moyang dalam beragama. Dalam firman-Nya, Allah menceritakan hal serupa yang dilakukan oleh Fir’aun berikut dengan cara antisipasi kejinya,

“Berkatalah pembesar-pembesar dari kaum Fir’aun (kepada Fir’aun), “Apakah kamu membiarkan Musa dan kaumnya untuk membuat kerusakan di negeri ini (Mesir) dan meninggalkan kamu serta tuhan-tuhanmu?” Fir’aun menjawab:, “Akan kita bunuh anak-anak lelaki mereka dan kita biarkan hidup anak-anak perempuan mereka; dan sesungguhnya kita berkuasa penuh diatas mereka.” (QS. al-A’raf, 7:127)

Tercatat dalam shirah para nabi dan para sholafush sholih terdahulu adalah didapati bahwa barisan terbesar para penentang agama Allah Ta’ala adalah para pembesar kerajaan dan para ahli yang mengelilinginya. Di zaman ini, pemerintah dan para petinggi negaralah yang mewarisi sifatnya. Karena dengan kekuasaan, mereka leluasa memilah ‘oknum’ yang dianggap sejalan dengan kepentingannya dan dengan tampuk kepemimpinan berada di tangan, maka mereka mampu memaksakan kehendak dalam roda pemerintahannya. Perkara ini menjadi suatu momok yang menakutkan para pendakwah. Hanya mereka yang gigih mengikuti bentuk perjuangan dakwah para nabi yang mampu mengatasinya. Terdapat suatu hadits berkenaan dengan ini,

أَفْضَلُ الْجِهَادِ كَلِمَةُ عَدْلٍ عِنْدَ سُلْطَانٍ جَائِرٍ.

Artinya, “Jihad yang paling utama adalah mengucapkan kalimat yang benar dihadapan penguasa yang sewenang-wenang.” (HR. Abu Daud dan At Tirmidzi)



Para juru dakwah dan ulama, hakikinya adalah mereka yang mewarisi sifat para nabi dalam berdakwah, beramar-ma’ruf, dan bernahi-munkar. Mereka berjihad di jalan Allah dan mampu menerima segala resiko yang mengancam demi tercapainya tujuan dakwah. Di tengah usaha dakwah mereka, mungkin akan mengalami tekanan berupa campur-tangan kaum munafik yang menginginkan arah dakwah tak terlalu ‘keras’ menghantam berbagai kepentingan dunia penguasa dan kroni-kroninya. Mereka (kaum munafik) akan berupaya ‘merangkul’ dan menghibahkan bermacam kesenangan dunia agar semangat dakwah para juru dakwah dan ulama robbani menjadi kendor dan ketaklukan terhadap penguasa bisa terjadi.

Mudah-mudahan Allah Ta’ala menjaga keistiqomahan para juru dakwah dan ‘ulama dalam menjaga kemurnian dinullah serta membimbing para tholabul ‘ilmi untuk ikut-serta mendawamkan kebenaran yang hakiki ini sepenuh kemampuan yang dimiliki. Wallahul musta’an. [15m/diolah dari arrahmah.com]