Kamis, 30 Oktober 2014

Idul Adha dan Ulil Amri



Perayaan Idul Adha telah berlalu, gema takbir dan pembagian qurban sangat terasa di negeri ini. Namun di balik kegembiraan tersebut, ternyata menyisakan sedikit keprihatinan ketika kita tidak dapat melaksanakan Sholat Idul Adha di hari yang sama. Yang satu berpendapat dengan metode hisab dan satu dengan metode ru'yah, dan ada juga yang kemudian berpendapat pokok'e mengikuti keputusan penguasa sebagai bentuk ketaatan kepada Ulil Amri.

Makna Ulil Amri dalam Islam

Satu kelompok ulama menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan Ulil Amri adalah Umara. Berkata sebagian ulama lain, bahwa Ulil Amri itu adalah Ahlul Ilmi Wal Fiqh (mereka yang memiliki ilmu dan pengetahuan tentang fiqh). Sebagian ulama yang lain berpendapat bahwa sahabat-sahabat Rasulullah-lah yang dimaksud dengan ulil amri. Sebagian lainnya berpendapat ulil amri itu adalah Abu Bakar dan Umar. (Lihat lebih jauh dalam Tafsir at-Thabari, juz 5, h. 147-149)

Ibnu Katsir, menyimpulkan bahwa Ulil Amri itu adalah ulama. Sedangkan secara umum Ulil Amri itu adalah Umara dan Ulama" (Tafsir al-Quran Al-Azhim, juz 1, h. 518)

Jadi kita memang diperintah oleh Allah untuk taat kepada ulil amri (apapun pendapat yang kita pilih tentang makna ulil amri). Namun perlu diperhatikan bahwa perintah taat kepada ulil amri tidak digandengkan dengan kata "taat"; sebagaimana kata "taat" yang digandengkan dengan Allah dan Rasul (periksa redaksi QS An-Nisa [4] : 59).

Jadi bisa difahami bahwa ketaatan kita hanya boleh dilakukan kepada pemimpin/ulil amri yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Dalam artian yang menjalankan Al Quran dan Sunnah sebagai landasan hidup baik pribadi maupun bernegara.

Sebaliknya kalau pemimpin itu tidak menjalankan Al Quran dan Sunnah dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, sehingga syariat Islam tidak dapat berlaku kaffah di negerinya, maka ketaatan umat muslim kepadanya menjadi batal. Karena pemberlakuan hukum Allah atau syariat Islam, adalah salah satu konsekuensi keimanan kepada Allah.

”Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di atas 'Arsy. Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat, dan (diciptakan-Nya pula) matahari, bulan dan bintang-bintang (masing-masing) tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam”. (terjm QS Al A'rof 54)

Dalam ayat tersebut setelah menerangkan bahwa Allah adalah yang telah menciptakan segala sesuatu maka dengan tegas dan jelas Allah menyatakan, “Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah”. Hak memerintah dan melarang hanyalah milik Allah.

Di dalam kitab A'lamul Muwaqqi'in, Ibnu al Qayyim berkata,

Bid'ah yang paling besar adalah menanggalkan Kitab Allah (Al-Qur'an) dan sunnah Rasul-Nya, dan membuat hukum baru yang menyelisihi keduanya.”

Adapun dalam kehidupan kita dewasa ini segenap sistem hidup yang diberlakukan di berbagai negara baik di negeri kaum Muslim maupun negeri Kafir ialah mengembalikan segenap urusan yang diperselisihkan kepada selain Allah (Al-Qur'an) dan Rasul (sunnahnya).

Jarang kita jumpai satupun penguasa negeri yang jelas-jelas menyebutkan bahwa dia mendahulukan hukum Allah dan Rasul-Nya daripada hukum yang lainnya. Malah sebaliknya, kita temukan hampir semua negara modern yang eksis dewasa ini memiliki konstitusi buatan manusia, selain Al-Qur'an dan As-Sunnah An-Nabawiyyah, yang menjadi rujukan utama kehidupan berbangsa dan bernegara. Seolah manusia mampu merumuskan konstitusi yang lebih baik dan lebih benar daripada sumber utama konstitusi yang datang dari Allah subhaanahu wa ta'aala.

Jadi, marilah kita selalu berdoa dan berusaha untuk mewujudkan penguasa yang menerapkan Syariat Islam, agar dia layak disebut ulil amri minkum, bukan justru sebagai mulkan jabbariyyah (penguasa jahat diktator) sebagaimana disabdakan Nabi saw. (Wid/jbr)

Nikah Beda Agama?!


Saudaraku yang dirohmati Allah, Bulan dzulhijjah dengan beragam kemuliaannya ini banyak yang memanfaatkannya untuk menggelar akad nikah, sebagai salah satu momentum beramal sholih untuk menyempurnakan separuh agama dengan keberadaan pendamping hidup idaman yang seiman dan seaqidah. 

Namun di satu sisi, kembali mencuat juga topik pernikahan beda agama, setelah adanya gugatan UU Pernikahan yang menuntut kepastian nasib pasangan beda agama. Gugatan dilayangkan ke Mahkamah Konstitusi [MK] oleh Mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Indonesia Anbar Jayadi bersama empat temannya yang juga alumni FH. Dia menganggap bahwa pasal 2 ayat 1 UU No. 1/1974 yang berisi "Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaan itu," telah menyebabkan ketidakpastian hukum bagi pasangan yang akan menikah beda agama di Indonesia.

Imbasnya, terjadilah penyelundupan hukum, yaitu dengan cara menikah di luar negeri atau pernikahan secara adat. Sejumlah public figure tercatat menjalani pernikahan beda agama. Ada yang menggelar pernikahan di luar negeri, atau di Bali. Pernikahan pasangan beda agama ini pun ada yang berjalan mulus, namun ternyata banyak yang kandas di tengah jalan.

Menurut Islam

Saudaraku yang dirohmati Allah, yang menjadi pertanyaan kita adalah apakah boleh seorang muslim laki laki menikah dengan perempuan yang beda agama ? Dan apakah terlarang seorang perempuan muslim menikah dengan lakilaki yang beda agama menurut pandangan islam??

Para ulama sepakat mengatakan haram hukumnya seorang muslimah menikah dengan seorang lelaki non muslim. Hukum ini didasarkan kepada dalil-dalil sbb : 

1. Surah al-Mumtahanah ayat 10 :"Hai orang yang beriman, apabila datang berhijrah kepadamu perempuan-perempuan yang beriman, maka hendaklah kamu uji (keimanan) mereka. Allah lebih mengetahui tentang keimanan mereka, maka jika kamu telah mengetahui bahwa mereka (benar-benar) beriman, janganlah kamu kembalikan mereka kepada (suami-suami mereka) orang-orang kafir. Mereka tidak halal bagi orang-orang kafir dan orang-orang kafir itu tidak halal pula bagi mereka (muslimah). Dan berikanlah kepada (suami) mereka mahar yang telah mereka bayar. Dan tiada dosa atasmu mengawini mereka apabila kamu bayar kepada mereka maharnya. Dan janganlah kamu tetap berpegang pada tali (perkawinan) dengan perempuan kafir; dan hendaklah kamu minta mahar yang telah kamu bayar; dan hendaklah mereka meminta mahar yang telah mereka bayar. Demikianlah hukum Allah yang ditetapkan-Nya di antara kamu. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana." 

2. Surah al-Baqarah Ayat 221: "Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mu'min) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mu'min lebih baik dari orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka sedangkan Allah mengajak ke sorga dan ampunan dengan izin-Nya."

Bisa kita fahami adanya larangan ini karena dikhawatirkan akan menyebabkan muslimah meninggalkan agamanya, atau paling tidak menyebabkannya tidak bisa mengamalkan agamanya, karena kecenderungan perempuan mengikuti suaminya.

Menikahi wanita non muslim?

Dalam hukum Islam, wanita non muslim itu terbagi menjadi 4 golongan;

1.Musyrikah, 
yaitu penyembah berhala (animisme/paganisme). Hukum Islam melarang bagi seorang muslim untuk menikahi seorang muysrikah/animis/paganis. Sebagaimana yang tertulis di ayat 221 dari Surat al Baqoroh sehingga apabila terjadi pernikahan antara seorang muslim dan musyrikah maka yang akan terjadi di dalam kehidupan berumah tangganya adalah pertengkaran dan pertengkaran.

2. Mulhidah, 
yaitu wanita yang tidak beragama dan tidak mengakui adanya Tuhan, kenabian, kitab suci dan akherat, atau disebut atheis. Lelaki muslim diharamkan menikahi wanita atheis karena wanita atheis kedudukannya lebih buruk dibanding wanita yang musyrik.

3. Murtaddah, 
yang dimaksud dengan murtad adalah individu yang menjadi kufur setelah iman, baik kekefurannya itu berupa perpindahan keyakinan atau agama, atau sama sekali tidak memeluk agama. Kemurtadan di dalam Islam memiliki hukum-hukum yang berkenaan dengan akhirat (lihat surat al-Baqoroh 217), dan hukum-hukum yang berkenaan dengan dunia. Orang yang murtad tidak mendapat perlindungan dari masyarakat Islam, dan diharamkan adanya hubungan perkawinan,apabila terjadi perkawinan diantara keduanya maka statusnya tidak sah. Jika kemurtadan itu timbul setelah perkawinan, maka suami dan istri tersebut harus dipisahkan dan hukum ini sudah disepakati oleh para ahli fiqh.

4. Ahlul Kitab, 
jumhur ulama Ahlussunnah menyatakan bahwa pernikahan seorang muslim dengan wanita Ahlu Kitab [yahudi dan nashrani] adalah diperbolehkan. Sebagiman disebutkan dalam surat al-Maidah ayat 5.

Penting untuk diketahui juga, pembolehan Islam terhadap pernikahan dengan wanita Ahli Kitab didasari oleh dua syarat, yaitu :
a. Bahwa wanita Ahli Kitab memiliki kesatuan sumber agama dengan agama Islam, dan diapun (wanita ahli Kitab) beriman kepada Tuhan dan nabi-nabinya serta beriman pula akan adanya hari pembalasan dan akherat.
b. Bahwa wanita Ahli Kitab yang dikawini oleh seorang muslim, maka dia akan hidup di bawah naungan suaminya dan tunduk terhadap hukum Islam. 


Dan perlu diingat bahwa diantara hikmah dibolehkannya menikah dengan ahlul kitab adalah supaya mereka itu masuk ke pangkuan Islam melalui pernikahan. Jika diperkirakan itu tidak mungkin terjadi, para ulama memakruhkan. Oleh sebab itu ada kondisi di mana seorang muslim dimakruhkan menikah dengan wanita ahlul kitab: 
Pertama, wanita tersebut harbiyah (mempunyai jiwa menyerang, tidak mungkin dipengaruhi dan bahkan mungkin akan menyebabkan hancurnya moral anak-anak yang dilahirkan, serta tidak mustahil ia akan mempengaruhi sang suami) (lihat, Ibid, vol.2. h. 372). 
Kedua, masih adanya wanita muslimah yang bisa dinikahi. Imam Ibn Taimiyah mengatakan: “Makruh hukumnya menikah dengan wanita kitabiyah sementara di saat yang sama masih ada wanita-wanita muslimah”(lihat, alikhtiyaraat alfiqhiyah min fatawa syaikhil Islam Ibn Taymiah, h. 217).

Harus Muslimah!

Rasullulah Saw bersabda: "Seorang wanita dinikahi karena empat faktor yaitu karena hartanya, karena keturunannya, karena kecantikannya dan karena agamanya. Maka pilihlah olehmu wanita yang berpegang teguh terhadap agamanya, niscaya engkau akan berbahagia." (HR Bukhari dan Muslim)

Jadi agama adalah faktor terpenting dalam memilih istri. Agama merupakan alasan pokok, sedangkan faktor lainnya hanya mengikuti. Kita tidak memungkiri bahwa kecantikan itu perlu. Keturunan yang baik juga diharapkan. Demikian pula dengan harta. Namun, semua itu di belakang faktor agama. Ketika faktor lainnya menjadi pilihan, maka keturunan kita akan cenderung buruk; tidak mengenal Allah dan tidak pula mengenal negeri akhirat. Karena baik buruknya generasi tergantung kepada pemeliharan ibunya. Oleh karena itu, kewajiban seorang lelaki sholih adalah memilih wanita sholihah yang kelak menjadi ibu yang salehah bagi anak-anak mereka, yang hanya menginginkan ridha Allah dan kebahagian akhirat.Wallahu a'lam [damr/tmg]

Minggu, 26 Oktober 2014

Dzikrullah dan Puncak Ibadah


Para pembaca yang dirahmati Allah, Imam Ahmad bin Hanbal dalam Musnadnya 5/239 mengetengahkan sebuah hadits dari sahabat Mu'adz bin Jabal radhiyallahu a'anhu. Suatu hari Nabi bertanya kepada para sahabat, “maukah kalian aku beritahu tentang amalan yang paling baik bagi kalian, yang paling suci di hadapan Raja kalian (Allah), dan paling tinggi dalam mengangkat derajat kalian? Bahkan ia lebih baik dari menyedekahkan emas dan perak dan dari pertemuan kalian dengan musuh lalu kalian menebas leher mereka dan mereka pun menebas leher kalian.”Mereka menjawab, “tentu saja.” Kemudian Nabi SAW bersabda, “yaitu dzikrullah 'azza wajalla.”

Nah, Apakah hadits diatas terkesan meng'gembosi' keutamaan jihad dan syahid di medan perang? sebagian ulama.menilai Hadits diatas adalah musykil. Tahqiq-nya, para ulama menyatakan bahwa yang dimaksud oleh hadits di atas adalah yang berjihad dan terbunuh di medan jihad sementara hati dan lisannya tidak dalam keadaan berdzikir kepada Alloh. Adapun yang berada di sana dan berjuang dengan harta dan tidak pernah lepas dari dzikrullah tentunya berbeda kondisinya dan statusnya lebih baik lagi, sebab dia mengumpulkan dua amalan sekaligus, yakni berjihad dan berdzikir

Definisi Dzikir

Dalam kamus Al-Munawwir kata dzikir yang merupakan mashdar dari kata dzakara yadzkuru memiliki beberapa arti: mengucapkan, menyebut, mengagungkan, dan menyucikan. Jika dikatakan seseorang dzikrullah berarti secara bahasa ia mengucapkan nama Alloh, menyebut-Nya, mengagungkan-Nya, dan menyucikan-Nya.

Saat menafsirkan firman Alloh, “(yaitu) orang-orang yang beriman dan menjadi damai hati mereka karena dzikrullah,” (QS. Ar-Ra'ad: 28). Imam asy-Syaukaniy menyatakan bahwa yang dimaksud dengan dzikir dalam ayat tsb adalah tilawah alqur'an, membaca tasbih, takbir, tahmid, takbir, dan tauhid atau tahlil. Termasuk dzikir juga adalah mendengarkan bacaan itu dari orang lain.

Adapun Sa'id bin Jubair yang seorang tabi'in dan beberapa orang ulama lain menyatakan bahwa dzikir itu bukan hanya bacaan tahmid, tahlil, takbir, dan tasbih. Lebih dari itu, segala bentuk keta'atan kepada Alloh adalah bentuk dzikir kepada-Nya. Karena itulah dinyatakan bahwa Rasulullah SAW senantiasa berdzikir kepada Alloh dalam segala keadaan beliau. Sebab beliau tidak pernah kosong dari pelbagai bentuk ketaatan kepada Alloh. Adalah Rasulullah SAW, begitu menyelesaikan suatu bentuk ketaatan beliau berpindah untuk melaksanakan bentuk ketaatan yang lain. Dan selama jeda perpindahan itu pun beliau sama sekali tidak melalaikan Alloh.

Sa'id bin Jubair memaknai dzikir dengan makna umum, karena saat seseorang beribadah kepada Alloh dengan benar, pastilah pada saat itu juga ia mengingat Alloh SWT.

Hati yang Hadir

Penulis kitab Al-Adzkar Imam an-Nawawiy (wafat tahun 676 H), mengajarkan bahwa jika harus memilih antara berdikir dengan hati atau berdzikir dengan lisan; maka yang pertamalah yang harus menjadi pilihan kita. Walau yang terbak tentu jika kita bisa berdzikir dengan hati dan lisan sekaligus. 

Dzikir yang diajarkan Nabi ada dua: dzikir ibtida'iy dan dzikir sababiy. Yang pertama adalah dzikir yang tidak terikat dengan aturan waktu, jumlah, dan sebagainya. Yang penting adalah konsentrasi kita pada apa yang kita baca, misalnya adalah dzikir yang kita baca selama perjalanan kita ke masjid.

Sedangkan dzikir sababiy adalah dzikir yang terikat dengan aturan waktu, jumlah, dan sebagainya. Misalnya adalah dzikir seusai shalat, dzikir hendak tidur, dan lain-lain.

Adakah hubungannya Dzikir dengan Jihad?

Dzikir dan jihad tidak bisa dipisahkan, jihad adalah puncaknya ibadah. Zikir tanpa jihad akan kalah begitupun sebaliknya jihad tanpa Zikir juga akan kalah. Dahulu ketika umat Islam yang jumlahnya minoritas menghantam mundur pasukan adidaya Romawi dan Persia. Ketika itu sifat istimewa tentara Islam yaitu malamnya seperti rahib dan siangnya seperti singa.

Malam menjalin hubungan 'mesra' memperkuat ruhiyah kepada Allah, di situlah lahir kekuatan fisik, dan siangnya jihad fisabillah, di situlah melahirkan kemenangan. Sejarah mencatat dua pertiga dunia pernah dikuasai Islam, ternyata tidak hanya dibayar dengan tetesan darah saja, tetapi dibayar dengan linangan air mata tahajud para mujahid.

Apa Kesimpulannya?

Dzikir tidak hanya dimaknai sebagai aktifitas wirid di dalam masjid atau rumah saja. Lebih dari itu, Dzikir merupakan segala aktifitas mendekatkan diri kepada Allah, saling mengingatkan kepada Allah, termasuk mencari ilmu hingga istiqomah dalam mengamalkan puncak ibadah yakni jihad fi sabilillah. Maka dari itu, orang yang gemar berdzikir harus juga mencintai dan bahkan bertekad untuk bisa terjun dan terlibat dalam amal jihad.

Marilah kita membiasakan diri dengan dzikir-dzikir yang ma'tsur yang diajarkan oleh Nabi SAW dan lebih sering kita camkan sabda beliau shalallahu 'alaihi wasallam, “perumpamaan orang yang berdzikir kepada Rabbnya dan yang tidak berdzikir adalah seperti orang yang hidup dengan orang yang mati.” (HR. Bukhariy Muslim dari Abu Musa al-Asy'ariy) Wallahu 'alam bish showwab. [bas/jb].




Rabu, 08 Oktober 2014

Kesungguhan Menjauhi Dosa


Segala puji milik Alloh dan semoga sholawat dan salam tercurahkan kepada Rasululloh shallallahu 'alaihi wasallam, kepada karib kerabat beliau dan kepada siapa yang selalu menolongnya.

Rasululloh shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

"Barang siapa yang sanggup memberi jaminan kepadaku untuk menjaga apa yang ada diantara dua bibirnya dan apa yang ada diantara kedua kakinya, niscaya aku jamin baginya surga.” (HR. Al-Bukhori dan At-Tirmidzi)

Satu jaminan dari seorang Nabi dan Rosul yang mana beliau adalah sosok manusia yang ucapannya bukan dari hawa nafsu, sebagai sebuah janji yang benar (yang pasti akan ditepati) diberikan kepada umatnya yang dapat menjaga dirinya di atas kesucian menjaga (lisan dan farajnya) dengan kompensasi yang demikian besar yaitu jaminan masuk surga.

Kalau ditanyakan kepada seorang ahli ilmu yang menghabiskan seluruh waktunya untuk belajar dan mengajar dan kalau ditanyakan kepada seorang ahli ibadah yang berusaha keras dalam beribadah kepada Alloh dan kalau ditanyakan kepada seorang da'i yang siang-malam menegakkan dakwah, dan kalau ditanyakan kepada seorang mujahid yang begitu murahnya ia menghargai/menjual dirinya dalam berjuang dijalan Alloh. Mengapa mereka lakukan seperti itu? Tentu jawaban mereka semua adalah: “Yang kami inginkan tiada lain adalah surga”.

Itulah harapan semua orang yang beriman kepada Alloh dengan berbagai jalan yang ditempuh menuju ridho-Nya. Itulah buah yang dapat dipetik dari kesungguhan dan kehati-hatian dalam menjaga dirinya (al-iffah), agar tidak terjerumus ke dalam jerat-jerat syahwat dan hawa nafsu.

Senantiasa waspada dan berhati-hati karena manusia akan menghadapi godaan tipu daya syaithon yang terkutuk. Sungguh syaithon telah bertekad akan menyesatkan manusia dengan berbagai cara. Pada saat syaithon menggiring manusia ke dalam sebuah kemaksiatan meskipun kecil, cukuplah baginya sebagai langkah awal untuk menjerumuskan manusia ke dalam kemaksiatan yang lebih besar.

Iblis berkata: “Karena Engkau telah menghukum saya tersesat, saya benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka dari jalan Engkau yang lurus. Kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur." (TQS. Al-A'raaf: 16-17)

Bahkan ketika Rosululloh shallallahu 'alaihi wasallam telah berhasil membersihkan aqidah penduduk Mekkah sampai syaithon telah berputus asa untuk disembah dia berupaya menggoda manusia melalui hal-hal yang dianggap remeh.

Dari Ibnu Abbas radhiallahu 'anhuma ia berkata: Sesungguhnya Rasululloh shallallahu 'alaihi wasallam berkhutbah dihadapan manusia pada haji wada' beliau bersabda:

"Sesungguhnya syaithon telah putus asa untuk disembah di negerimu (Mekkah) akan tetapi ia rela kalau ditaati selainnya yaitu dari amalan-amalan yang dianggap remeh dari amal-amal kalian, maka berhati-hatilah! Wahai manusia, sesungguhnya telah aku tinggalkan untuk kalian sesuatu jika kalian berpegang teguh dengannya sekali-kali tidak akan tersesat selamanya yaitu Kitabulloh dan Sunnah Nabi-Nya shallallahu 'alaihi wasallam." (HR. Al-Hakim dan Al-Baihaqi)

Dari hal-hal yang dianggap remeh, sepele, dan kecil inilah bibit pertahanan iman seseorang yang berujung di lembah kehinaan bergelimang dalam dosa-dosa besar. Tidak sedikit orang saling bunuh gara-gara keseleo lidah. Tidak jarang dari zina mata sampai kepada bubarnya rumah tangga.

Komentar Anas bin Malik radhiallahu 'anhu pada masa masih tersisa sebagian sahabat dan tabi'in:

"Sesungguhnya kalian telah melakukan perbuatan-perbuatan yang dalam pandangan kalian lebih lembut dari sehelai rambut, sementara kami di zaman Rasululloh shallallahu 'alaihi wasallam menggolongkannya termasuk perbuatan yang menghancurkan (agama).” (HR. Al-Bukhori)

Nabi shallallahu 'alaihi wasallam mewanti-wanti kita tentang dosa-dosa kecil,

“Hindarilah olehmu dosa-dosa kecil yang diremehkan, karena sesungguhnya perumpamaan hal itu bagaikan sekelompok kaum yang singgah di sebuah lembah, yang ini membawa satu batang ranting dan yang lain membawa satu batang ranting, hingga merekapun mampu memanggang roti mereka. Dan sesungguhnya dosa-dosa yang diremehkan itu bila dilakukan oleh seseorang, maka hal itu akan membinasakannya” (HR. Ahmad)

Lebih dari itu mari kita perhatikan pesan Az-Zahid bin Sa'ad rahimahullah: 

Janganlah kamu melihat kepada kecilnya kesalahan, tetapi lihatlah kepada Maha Besarnya Dzat yang kamu tentang / maksiati (yakni Alloh)”.

Yakinlah bahwa kalau kita dapat menjauhi dosa-dosa besar (kabair), Alloh akan mengampuni dosa-dosa kita dan Dia (Alloh) akan menempatkan kita pada tempat yang mulia.

“Jika kamu menjauhi dosa-dosa besar yang kamu dilarang dari padanya, niscaya Kami ampuni dosa-dosa kalian dan Kami tempatkan kalian pada tempat yang mulia.” (QS. An-Nisaa': 31)

Semoga kita menjadi orang-orang yang dijaga Alloh dari tipu daya syaithon dan menjadi orang yang selalu menjaga diri dari hal-hal yang tidak terpuji (al-'iffah) dan mendapatkan maqom (kedudukan) yang mulia di sisi-Nya. Aamiin. (red/ansharusyariah.com)

Keutamaan Hari Jum'at



Saudaraku, kaum muslimin yang dirahmati Allah Ta’ala, Hari Jum’at merupakan hari yang paling utama (afdhal) dari semua hari dalam sepekan. Dia adalah hari yang penuh barakah. Allah Ta’ala mengkhususkan hari Jum’at ini hanya bagi kaum Muslimin dari seluruh kaum dari ummat-ummat terdahulu. 

Berikut adalah beberapa hal yang sangat penting kita perhatikan  terkait  hari Jum’at:

1. Hari Jumat merupakan Hari Raya tiap pekan

Dari Abu Hurairah radhiallahu 'anhu, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Wahai kaum muslimin, sesungguhnya saat ini adalah hari yang dijadikan oleh Allah sebagai hari raya untuk kalian. Karena itu, mandilah dan kalian harus menggosok gigi.” (H.R. Thabrani dalam Mu'jam Ash-Shaghir, dan dinilai sahih oleh Al-Albani)

2. Sebagian Malaikat duduk di depan pintu Masjid

Di hari Jumat, Allah mengutus beberapa malaikat untuk berjaga di pintu masjid, mencatat setiap orang yang datang jumatan sebelum khatib naik mimbar.

“Apabila hari Jumat datang, malaikat berjaga di pintu-pintu masjid. Mereka mencatat setiap orang yang datang sesuai tingkat kedatangannya. Apabila ada orang yang telat datang maka malaikat ini berdoa untuknya. Mereka memanjatkan doa, 'Ya Allah, jika dia sakit maka sembuhkanlah dia, dan jika dia punya kepentingan maka selesaikanlah kebutuhannya.' Mereka terus melakukan hal itu, sampai imam datang. Ketika imam datang, buku catatan ditutup kemudian distempel. Barang siapa yang datang setelah imam turun maka dia hanya mendapatkan shalat dan tidak mendapatkan jumatan.” [Sanad hadis ini hasan. Hanya saja, statusnya mauquf sampai Abu Umamah]

3. Memperbanyak Shalawat di hari Jumat

“Perbanyaklah membaca shalawat untukku setiap hari Jumat, karena shalawat umatku ditunjukkan kepadaku setiap hari Jumat. Siapa saja yang paling banyak shalawatnya untukku maka dia adalah orang yang paling dekat kedudukannya denganku.” (HR Al Baihaqi)

4. Kiamat terjadi di hari Jumat

Dari Abu Hurairah radhiallahu 'anhu, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
“Hari terbaik saat matahari terbit adalah hari Jumat. Di hari itu, Adam diciptakan; di hari itu, Adam dimasukkan ke surga; di hari itu pula, Adam dikeluarkan dari surga; dan kiamat tidak akan terjadi kecuali di hari Jumat.” (H.R. Muslim, Ahmad, dan Turmudzi)

5. Orang yang meninggal di hari Jumat akan dilindungi dari fitnah (ujian) alam kubur

Dari Abdullah bin Amr radhiallahu 'anhuma, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
“Tidaklah seorang muslim yang meninggal di hari Jumat atau malam Jumat, kecuali Allah akan lindungi dirinya dari fitnah (ujian) alam kubur.” (H.R. Ahmad; dinilai shahih oleh Ahmad Syakir serta Al-Albani)

6. Anjuran membaca surat Al-Kahfi pada malam atau siang hari Jumat

Dari Abu Said Al-Khudri radhiallahu 'anhu; Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
“Barang siapa yang membaca surat Al-Kahfi pada malam Jumat, dia akan disinari cahaya antara dirinya dan Ka'bah.” (H.R. Ad-Darimi; Syekh Al-Albani mengatakan bahwa hadis ini sahih)

7. Mandi Jumat

Dari Abu Sa'id Al Khudri, di mana Rasulullah bersabda yang artinya, “Mandi pada hari Jumat adalah wajib bagi setiap orang yang baligh.” (HR. Bukhori dan Muslim).

Mandi Jumat ini diwajibkan bagi setiap muslim pria yang telah baligh, tetapi tidak wajib bagi anak-anak, wanita, orang sakit dan musafir. Sedangkan waktunya adalah sebelum berangkat shalat Jumat. 

Adapun tata cara mandi Jumat ini seperti halnya mandi janabah biasa. Rasulullah bersabda yang artinya, “Barang siapa mandi Jumat seperti mandi janabah.” (HR. Bukhari dan Muslim)

8. Tidak Duduk dengan Memeluk Lutut Ketika Khatib Berkhutbah

“Sahl bin Mu'ad bin Anas mengatakan bahwa Rasulullah melarang Al Habwah (duduk sambil memegang lutut) pada saat shalat Jumat ketika imam sedang berkhutbah.” (Hasan. HR. Abu Dawud, Tirmidzi)

9. Diharamkan Melakukan Jual Beli

Diharamkan melakukan transaksi jual beli pada hari Jum'at saat muadzin mengumandangkan adzan dan ketika Imam naik di atas mimbar, berdasarkan firman Allah Ta'ala: 

"Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat pada hari Jumat, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui." (QS. Al-Jumu'ah: 9)

Haramnya jual beli ini berlaku bagi orang yang wajib melaksanakan jum'atan. Maka jika dua orang anak kecil atau dua orang wanita atau dua orang musafir melakukan jual beli diperbolehkan, tidak berdosa. Namun, jika salah satunya orang yang wajib melaksanakan jum'atan keduanya berdosa karena saling tolong menolong dalam dosa.

10.  Di hari jumat terdapat satu waktu yang mustajab

Dari Abu Hurairah radhiallahu 'anhu, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,“Sesungguhnya, di hari Jumat, ada satu waktu; tidaklah seorang muslim yang shalat, dia memohon kebaikan kepada Allah, dan bertepatan dengan waktu tersebut, kecuali Allah pasti akan mengabulkannya.” (H.r. Ahmad; statusnya sahih)



Oleh karena itu, di waktu yang mulia seperti ini, Marilah kita mendoakan seluruh saudara muslim kita yang sedang tertimpa kesusahan agar diberi jalan keluar dan selalu ditetapkan dalam keimanan. Jangan lupa pula untuk mendoakan para mujahidin di Palestina, Somalia, Irak, Suriah, Afghanistan dan di berbagai belahan bumi lainnya, semoga mereka  diberi kesabaran dan kemenangan oleh Allah ta’ala. Bukankah do’a merupakan salah satu senjata orang mukmin?. (wid-jb)

Mengantisipasi Tanda-Tanda Akhir Zaman


Para pembaca yang dirahmati Allah, Ada tiga tanda fenomenal dari tanda-tanda Kiamat yang perlu diantisipasi dewasa ini oleh umat manusia pada umumnya dan umat Islam pada khususnya. Dua di antara ketiga tanda itu masuk dalam kategori tanda-tanda besar Kiamat. Satu lagi kadang dimasukkan ke dalam tanda besar, namun ada pula yang menyebutnya sebagai tanda penghubung antara tanda-tanda kecil Kiamat dengan tanda-tanda besar Kiamat.

Tanda penghubung yang dimaksud tersebut ialah diutusnya Al-Mahdi. Al-Mahdi merupakan tanda yang datang pada saat dunia sudah menyaksikan munculnya seluruh tanda-tanda kecil Kiamat yang mendahului tanda-tanda besar Kiamat. Allah tidak akan mengizinkan tanda-tanda besar Kiamat datang sebelum berbagai tanda kecil Kiamat telah tuntas kemunculannya.

Banyak orang barangkali belum menyadari bahwa kondisi dunia dewasa ini ialah dalam kondisi dimana hampir segenap tanda-tanda kecil Kiamat yang diprediksikan oleh Nabi Muhammad shollallahu 'alaih wa sallam telah bermunculan semua. Coba perhatikan beberapa contoh tanda-tanda kecil Kiamat berikut ini:
  • banyak terjadi kematian mendadak (tiba-tiba)
  • berbagai perjanjian dan transaksi dilanggar sepihak
  • berbagai jenis khamr diminum manusia
  • perzinaan dilakukan terang-terangan dan bahkan dilegalkan
  • ketika para pengkhianat dipercaya dan diberi jabatan kepemimpinan
  • orang yang amanah justru dianggap pengkhianat, penjahat dan bahkan teroris
  • ketika Pasar-pasar (Mall, Plaza, Supermarket) semakin berdekatan
  • Penumpahan darah dianggap ringan tanpa ada hukuman
  • Makan riba semakin merajalela
Kalau kita perhatikan, contoh-contoh di atas jelas sudah kita jumpai di zaman kita dewasa ini. Bahkan bila kita buka kitab para Ulama yang menghimpun hadits-hadits mengenai tanda-tanda kecil Kiamat, lalu kita baca satu per satu hadits-hadits tersebut hampir pasti setiap satu hadits selesai kita baca kita akan segera bergumam di dalam hati: “Wah, yang ini sudah..!” Hal ini akan selalu terjadi setiap habis kita baca satu hadits. Laa haula wa laa quwwata illa billah

Jika tanda-tanda kecil Kiamat sudah hampir muncul seluruhnya berarti kondisi dunia dewasa ini berada di ambang menyambut kedatangan tanda-tanda besar Kiamat. Dan bila asumsi ini benar, berarti dalam waktu dekat kita semua sudah harus bersiap-siap untuk menyambut datangnya tanda penghubung tersebut, yaitu diutusnya Al-Mahdi ke tengah ummat Islam. Hal ini menjadi selaras dengan isyarat yang diungkapkan Rasulullah shollallahu 'alaih wa sallam mengenai dua pra-kondisi menjelang diutusnya Al-Mahdi.

“Aku kabarkan berita gembira mengenai Al-Mahdi yang diutus Allah ke tengah ummatku ketika banyak terjadi perselisihan antar-manusia dan gempa-gempa. Ia akan memenuhi bumi dengan keadilan dan kejujuran sebagaimana sebelumnya dipenuhi dengan kesewenang-wenangan dan kezaliman.” (HR Ahmad)

Berarti kedatangan Al-Mahdi merupakan tanda Akhir Zaman yang jelas-jelas harus kita antisipasi dalam waktu dekat ini. Dan jika sudah terjadi berarti kitapun harus segera mempersiapkan diri untuk mematuhi perintah Rasulullah shollallahu 'alaih wa sallam yang berkaitan dengan kemunculan Al-Mahdi, segera berpartisipasi dan bergabung ke dalam barisannya untuk menaklukkan negeri-negeri yang dipimpin oleh para Mulkan Jabriyyan (Para penguasa yang memaksakan kehendak dan mengabaikan kehendak Allah dan RasulNya).

Al-Mahdi akan mengibarkan panji-panji Al-Jihad Fi Sabilillah untuk memerdekakan negeri-negeri yang selama ini dikuasai oleh para Mulkan Jabriyyan. Beliau akan mengawali suatu proyek besar membebaskan dunia dari penghambaan manusia kepada sesama manusia dan materi kebendaan untuk hanya menghamba kepada Allah semata, Penguasa Tunggal dan Sejati langit dan bumi. Beliau akan memastikan bahwa dunia diisi dengan sistem dan peradaban yang mencerminkan kalimah thoyyibah Laa ilaha illa Allah Muhammadur Rasulullah dari ujung paling timur hingga ujung paling barat.

Perang-perang tersebut akan dimulai dari jazirah Arab kemudian Persia (Iran) kemudian Rum (Eropa dan Amerika) kemudian terakhir melawan pasukan Yahudi yang dipimpin langsung oleh puncak fitnah, yaitu Dajjal. Dan uniknya, pasukan Al-Mahdi Insya Allah akan diizinkan Allah untuk senantiasa meraih kemenangan dalam berbagai perang tersebut.

“Kalian akan perangi jazirah Arab dan Allah akan beri kemenangan kalian atasnya, kemudian kalian akan menghadapi Persia dan Allah akan beri kemenangan kalian atasnya, kemudian kalian akan perangi Rum dan Allah akan beri kemenangan kalian atasnya, kemudian kalian akan perangi Dajjal dan Allah akan beri kemenangan kalian atasnya.” (HR Muslim)

Lalu kapan Isa 'alihis-salaam akan turun dari langit diantar oleh dua malaikat di kanan dan kirinya? Menurut hadits-hadits yang ada Isa putra Maryam 'alihis-salaam akan datang sesudah pasukan Al-Mahdi selesai memerangi pasukan Rum menjelang menghadapi perang berikutnya melawan pasukan Dajjal. Pada saat itulah  Isa 'alihis-salaam akan Allah takdirkan turun ke muka bumi untuk digabungkan ke dalam pasukan Al-Mahdi dan membunuh Dajjal dengan izin Allah.

Begitu Al-Mahdi dan pasukannya mendengar kabar bahwa Dajjal telah hadir dan mulai merajalela menebar fitnah dan kekacauan di muka bumi, maka Al-Mahdi mengerahkan pasukannya ke kota Damaskus. Lalu  menjelang shalat Subuh di sebuah masjid yang berlokasi di sebelah timur kota Damaskus tiba-tiba turunlah Isa 'alihis-salaam diantar dua malaikat di menara putih masjid tersebut. Maka Al-Mahdi langsung mempersilahkan  Isa 'alihis-salaam untuk mengimami shalat Subuh, namun justru nabi Isa 'alihis-salaam menyuruh Al-Mahdi untuk menjadi imam shalat Subuh tersebut sedangkan Isa 'alihis-salaam makmum di belakangnya. Subhanallah. (Lihat HR Muslim 225)


Kaum Muslimin rahimahullah, marilah kita bersiap-siap mengantisipasi kedatangan tanda-tanda Akhir Zaman yang sangat fenomenal ini. Tanda-tanda yang akan merubah wajah dunia dari kondisi penuh kezaliman dewasa ini menuju keadilan di bawah naungan Syariat Allah dan kepemimpinan Al-Mahdi beserta  Isa 'alihis-salaam. “Ya Allah, masukkanlah kami ke dalam barisan pasukan Al-Mahdi yang akan memperoleh satu dari dua kebaikan: 'Isy Kariman au mut syahidan (hidup mulia di bawah naungan Syariat Allah atau Mati Syahid). Amin ya Rabb.” [Erm/ekb-jbr]