Saudaraku yang dirohmati Allah, Bulan dzulhijjah dengan beragam kemuliaannya ini banyak yang memanfaatkannya untuk menggelar akad nikah, sebagai salah satu momentum beramal sholih untuk menyempurnakan separuh agama dengan keberadaan pendamping hidup idaman yang seiman dan seaqidah.
Namun di satu sisi, kembali mencuat juga topik pernikahan beda agama, setelah adanya gugatan UU Pernikahan yang menuntut kepastian nasib pasangan beda agama. Gugatan dilayangkan ke Mahkamah Konstitusi [MK] oleh Mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Indonesia Anbar Jayadi bersama empat temannya yang juga alumni FH. Dia menganggap bahwa pasal 2 ayat 1 UU No. 1/1974 yang berisi "Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaan itu," telah menyebabkan ketidakpastian hukum bagi pasangan yang akan menikah beda agama di Indonesia.
Imbasnya, terjadilah penyelundupan hukum, yaitu dengan cara menikah di luar negeri atau pernikahan secara adat. Sejumlah public figure tercatat menjalani pernikahan beda agama. Ada yang menggelar pernikahan di luar negeri, atau di Bali. Pernikahan pasangan beda agama ini pun ada yang berjalan mulus, namun ternyata banyak yang kandas di tengah jalan.
Menurut Islam
Saudaraku yang dirohmati Allah, yang menjadi pertanyaan kita adalah apakah boleh seorang muslim laki laki menikah dengan perempuan yang beda agama ? Dan apakah terlarang seorang perempuan muslim menikah dengan lakilaki yang beda agama menurut pandangan islam??
Para ulama sepakat mengatakan haram hukumnya seorang muslimah menikah dengan seorang lelaki non muslim. Hukum ini didasarkan kepada dalil-dalil sbb :
1. Surah al-Mumtahanah ayat 10 :"Hai orang yang beriman, apabila datang berhijrah kepadamu perempuan-perempuan yang beriman, maka hendaklah kamu uji (keimanan) mereka. Allah lebih mengetahui tentang keimanan mereka, maka jika kamu telah mengetahui bahwa mereka (benar-benar) beriman, janganlah kamu kembalikan mereka kepada (suami-suami mereka) orang-orang kafir. Mereka tidak halal bagi orang-orang kafir dan orang-orang kafir itu tidak halal pula bagi mereka (muslimah). Dan berikanlah kepada (suami) mereka mahar yang telah mereka bayar. Dan tiada dosa atasmu mengawini mereka apabila kamu bayar kepada mereka maharnya. Dan janganlah kamu tetap berpegang pada tali (perkawinan) dengan perempuan kafir; dan hendaklah kamu minta mahar yang telah kamu bayar; dan hendaklah mereka meminta mahar yang telah mereka bayar. Demikianlah hukum Allah yang ditetapkan-Nya di antara kamu. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana."
2. Surah al-Baqarah Ayat 221: "Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mu'min) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mu'min lebih baik dari orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka sedangkan Allah mengajak ke sorga dan ampunan dengan izin-Nya."
Bisa kita fahami adanya larangan ini karena dikhawatirkan akan menyebabkan muslimah meninggalkan agamanya, atau paling tidak menyebabkannya tidak bisa mengamalkan agamanya, karena kecenderungan perempuan mengikuti suaminya.
Menikahi wanita non muslim?
Dalam hukum Islam, wanita non muslim itu terbagi menjadi 4 golongan;
1.Musyrikah,
yaitu penyembah berhala (animisme/paganisme). Hukum Islam melarang bagi seorang muslim untuk menikahi seorang muysrikah/animis/paganis. Sebagaimana yang tertulis di ayat 221 dari Surat al Baqoroh sehingga apabila terjadi pernikahan antara seorang muslim dan musyrikah maka yang akan terjadi di dalam kehidupan berumah tangganya adalah pertengkaran dan pertengkaran.
2. Mulhidah,
yaitu wanita yang tidak beragama dan tidak mengakui adanya Tuhan, kenabian, kitab suci dan akherat, atau disebut atheis. Lelaki muslim diharamkan menikahi wanita atheis karena wanita atheis kedudukannya lebih buruk dibanding wanita yang musyrik.
3. Murtaddah,
yang dimaksud dengan murtad adalah individu yang menjadi kufur setelah iman, baik kekefurannya itu berupa perpindahan keyakinan atau agama, atau sama sekali tidak memeluk agama. Kemurtadan di dalam Islam memiliki hukum-hukum yang berkenaan dengan akhirat (lihat surat al-Baqoroh 217), dan hukum-hukum yang berkenaan dengan dunia. Orang yang murtad tidak mendapat perlindungan dari masyarakat Islam, dan diharamkan adanya hubungan perkawinan,apabila terjadi perkawinan diantara keduanya maka statusnya tidak sah. Jika kemurtadan itu timbul setelah perkawinan, maka suami dan istri tersebut harus dipisahkan dan hukum ini sudah disepakati oleh para ahli fiqh.
4. Ahlul Kitab,
jumhur ulama Ahlussunnah menyatakan bahwa pernikahan seorang muslim dengan wanita Ahlu Kitab [yahudi dan nashrani] adalah diperbolehkan. Sebagiman disebutkan dalam surat al-Maidah ayat 5.
Penting untuk diketahui juga, pembolehan Islam terhadap pernikahan dengan wanita Ahli Kitab didasari oleh dua syarat, yaitu :
a. Bahwa wanita Ahli Kitab memiliki kesatuan sumber agama dengan agama Islam, dan diapun (wanita ahli Kitab) beriman kepada Tuhan dan nabi-nabinya serta beriman pula akan adanya hari pembalasan dan akherat.
b. Bahwa wanita Ahli Kitab yang dikawini oleh seorang muslim, maka dia akan hidup di bawah naungan suaminya dan tunduk terhadap hukum Islam.
Dan perlu diingat bahwa diantara hikmah dibolehkannya menikah dengan ahlul kitab adalah supaya mereka itu masuk ke pangkuan Islam melalui pernikahan. Jika diperkirakan itu tidak mungkin terjadi, para ulama memakruhkan. Oleh sebab itu ada kondisi di mana seorang muslim dimakruhkan menikah dengan wanita ahlul kitab:
Pertama, wanita tersebut harbiyah (mempunyai jiwa menyerang, tidak mungkin dipengaruhi dan bahkan mungkin akan menyebabkan hancurnya moral anak-anak yang dilahirkan, serta tidak mustahil ia akan mempengaruhi sang suami) (lihat, Ibid, vol.2. h. 372).
Kedua, masih adanya wanita muslimah yang bisa dinikahi. Imam Ibn Taimiyah mengatakan: “Makruh hukumnya menikah dengan wanita kitabiyah sementara di saat yang sama masih ada wanita-wanita muslimah”(lihat, alikhtiyaraat alfiqhiyah min fatawa syaikhil Islam Ibn Taymiah, h. 217).
Harus Muslimah!
Rasullulah Saw bersabda: "Seorang wanita dinikahi karena empat faktor yaitu karena hartanya, karena keturunannya, karena kecantikannya dan karena agamanya. Maka pilihlah olehmu wanita yang berpegang teguh terhadap agamanya, niscaya engkau akan berbahagia." (HR Bukhari dan Muslim)
Jadi agama adalah faktor terpenting dalam memilih istri. Agama merupakan alasan pokok, sedangkan faktor lainnya hanya mengikuti. Kita tidak memungkiri bahwa kecantikan itu perlu. Keturunan yang baik juga diharapkan. Demikian pula dengan harta. Namun, semua itu di belakang faktor agama. Ketika faktor lainnya menjadi pilihan, maka keturunan kita akan cenderung buruk; tidak mengenal Allah dan tidak pula mengenal negeri akhirat. Karena baik buruknya generasi tergantung kepada pemeliharan ibunya. Oleh karena itu, kewajiban seorang lelaki sholih adalah memilih wanita sholihah yang kelak menjadi ibu yang salehah bagi anak-anak mereka, yang hanya menginginkan ridha Allah dan kebahagian akhirat.Wallahu a'lam [damr/tmg]