Kamis, 06 Februari 2014

Ketika Khomr Bebas Beredar



Dibalik maraknya aksi ‘hebat’ Densus 88 menangkap dan menghabisi pelaku terduga terorisme, ternyata ada sebuah program yang diam-diam dilegalkan pemerintah dengan bersembunyi dibalik isu tersebut. Program itu adalah Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 74 Tahun 2013 tentang “Pengendalian dan Pengawasan Minuman Beralkohol” yang ditandatangani pada 6 Desember 2013. Melalui program itu, pemerintah kembali mengategorikan minuman beralkohol sebagai barang yang peredarannya dalam pengawasan

Dalam perpres tersebut, minuman beralkohol (mihol) dikelompokkan dalam 3 golongan. Pertama, golongan A yang mengandung etil alkohol atau etanil (C2H5OH) dengan kadar sampai dengan 5 persen. Kedua, golongan B yang mengandung etil alkohol atau etanol dengan kadar lebih dari lima sampai 20 persen. Ketiga, mihol golongan C yang mengandung etil alkohol atau etanol dengan kadar lebih dari 20-55 persen.

Melalui perpres ini, minuman beralkohol golongan A, B, dan C ternyata masih dapat dijual di sejumlah tempat yang memenuhi persyaratan seperti: hotel, bar, dan restoran dan di beberapa toko bebas bea. Hal yang baru dari perpres ini adalah pemberian kewenangan pada bupati dan wali kota di daerah-daerah, serta gubernur di DKI Jakarta untuk menentukan tempat-tempat di mana mihol boleh diperjualbelikan atau dikonsumsi dengan syarat mesti tidak berdekatan dengan tempat peribadatan, sekolah, dan rumah sakit serta mempertimbangkan karakteristik daerah dan budaya lokal.

Munculnya Perpres 74/2013 tak lepas dari benturan antara sejumlah peraturan daerah yang melarang total peredaran mihol dan Keppres Nomor 3 Tahun 1997 yang hanya mengatur pembatasan. Polemik yang pernah mencuat pada 2012 itu pun mengharuskan Kemendagri mengevaluasi perda-perda miras di sejumlah daerah. Evaluasi terhadap pencabutan perda tersebut menimbulkan gejolak hingga akhirnya Front Pembela Islam (FPI) menggugat Keppres 3/1997 ke MA yang akhirnya mengabulkan gugatan tersebut pada Juni 2013 dan membatalkan Keppres 3/1997.

Bagaimana Menurut Islam?

Dalam Islam, minuman beralkohol dengan beragam jenisnya termasuk dalam Khamr. Secara bahasa Khamr artinya sesuatu yang menutupi, sedangkan dalam istilah Fiqih yaitu segala macam yang memabukan, sebagaimana sabda Rosululloh SAW yang artinya 

"Tiap-tiap yang memabukan adalah khamr dan setiap khamr adalah haram." (HR. Muslim)

Dengan demikian yang dinamakan khamr tidak hanya terbatas pada minuman beralkohol akan tetapi mencakup segala jenis barang yang memabukan seperti yang telah kita kenal mulai dari Minuman Keras (Miras),  Narkotika,  Ganja (Gelek) , Asis (Getah Ganja),  Putaw, Sabu-Sabu dan lainnya.

Khamr dan judi merupakan kebiasaan masyarakat Arab pra Islam yang telah mendarah daging sehingga sulit untuk dihapuskan dengan seketika.  Oleh karenanya pengharaman khamr dilakukan secara bertahap. Mula-mula ayat yang diturunkan adalah Surat Al Baqoroh ayat 219 : “Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: "Pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya . . ."

Ayat diatas menjelaskan bahwa khamr itu lebih banyak mudhorotnya daripada manfaatnya.  Kemudian turunlah Surat An Nisa' ayat 43 yang melarang shalat dalam keadaan mabuk hingga akhirnya turun ayat yang mengharamkan khamr secara tegas.

“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian mendekati shalat sedangkan kalian dalam keadaan mabuk, sampai kalian mengetahui apa yang kalian katakan“

"Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya khamr, berjudi, berkorban untuk berhala, mengundi nasib dengan anak panah adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syetan, maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan" (QS Al Maidah ayat 90)

Bagaimana Kalau Sedikit?

Diriwayatkan dari Ibnu Umar r.a, bahwasanya Rasulullah saw. bersabda, "Barangsiapa minum khamr  semasa di dunia dan belum sempat bertaubat maka diharamkan untuknya minum di akhirat kelak" (HR Bukhari [5575] dan Muslim [2003]).

Nabi SAW bersabda, "Minuman (khamr) yang dalam jumlah banyak memabukkan, maka sedikitpun juga haram". [HR. Ahmad, shahih]

Induknya Kekejian

Rasulullah saw bersabda, “Tiga golongan yang Allah mengharamkan surga atas mereka: pecandu khamr, anak yang durhaka kepada orang tua, dan Dayyuts, yaitu seorang yang merelakan keluarganya berbuat kekejian.” (HR. Ahmad, dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih al-Jami’ nomor 3052

Rasulullah saw. bersabda, “Barangsiapa minum khamr, maka Allah tidak akan menerima shalatnya selama 40 hari. Namun jika ia bertaubat maka Allah akan menerima taubatnya. Apabila mengulanginya kembali maka Allah tidak akan menerima shalatnya selama 40 hari. Jika ia kembali bertaubat maka Allah akan menerima taubatnya. Apabila mengulanginya kembali maka Allah tidak akan menerima shalatnya selama 40 hari. Jika ia kembali bertaubat maka Allah akan menerima taubatnya. Apabila untuk yang ke-4 kalinya ia ulangi lagi maka Allah tidak akan menerima shalatnya selama 40 hari dan jika ia bertaubat Allah tidak akan menerima lagi taubatnya dan akan memberinya minuman dari sungai Al-Khohal'." Ditanyakan, "Wahai Abu Abdurrahman apa yang dimaksud dengan sungai Al-Khohal?" Ia menjawab, "Sungai yang berasal dari nanah penghuni neraka," (Shahih, HR at-Tirmidzi [1862]).

Rasulullah saw. bersabda, "Khamr itu adalah induk dari segala kekejian dan dosa besar yang terbesar. Barangsiapa yang meminumnya berarti ia telah berbuat zina terhadap ibu dan bibinya," (Hasan, lihat dalam kitab ash-Shahihah [1853]).
Merubah Nama Khamr Untuk Menghalalkannya

Dari 'Ubadah bin Shamit, ia berkata : Rosululloh SAW bersabda, "Sungguh akan ada segolongan dari ummatku yang menghalalkan khamr dengan menggunakan nama lain". [HR. Ahmad]

Dari Abu Umamah RA, ia berkata : Rosululloh SAW bersabda, "Tidak lewat beberapa malam dan hari (Tidak lama sepeninggalku) sehingga segolongan dari ummatku minum khamr dengan memberi nama yang bukan namanya". [HR. Ibnu Majah]

Tidak Boleh Dijual ataupun Dihadiahkan

Dari Ibnu 'Abbas ia berkata : Rasulullah SAW pernah mempunyai seorang kawan dari Tsaqif dan Daus, lalu ia menemui beliau pada hari penaklukan kota Makkah dengan membawa satu angkatan atau seguci khamr untuk dihadiahkan kepada beliau, lalu Nabi SAW bersabda, "Ya Fulan, apakah engkau tidak tahu bahwa Allah telah mengharamkannya ?" Lalu orang tersebut memandang pelayannya sambil berkata, "Pergi dan Jual khamr itu". Lalu Rasulullah SAW pun bersabda, "Sesungguhnya minuman yang telah diharamkan meminumnya, juga diharamkan menjualnya". Lalu Rasulullah SAW menyuruh (agar ia membuang)nya, lalu khamr itu pun dibuang . . . [HR. Ahmad, Muslim dan Nasai]

Apa Hukumannya?

Peminum khamr diancam dengan hukuman dera. Had ini ditetapkan berdasarkan hadist dari Anas bin Malik RA, “dihadapkan kepada nabi SAW seseorang yang telah meminum khamr, kemudian menjilidnya dengan dua tangkai kurma kira-kira 40 kali." (HR Mutafaqun 'alaihi)

Siapa Saja yang Kena Hukuman?

Dari Anas ia berkata, "Rasulullah SAW melaknat tentang khamr (meliputi) sepuluh golongan : 
(1) yang memerasnya, 
(2) pemiliknya (produsennya), 
(3) yang meminumnya, 
(4) yang membawanya (distributor), 
(5) yang minta diantarinya, 
(6) yang menuangkannya, 
(7) yang menjualnya, 
(8) yang makan harganya, 
(9) yang membelinya, 
(10) yang minta dibelikannya". 
[HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah - dalam Nailul Authar juz 5 hal. 174]

SUBHANALLAH
Hukum Islam begitu sempurna dan bermanfaat bagi fitrah manusia yang paling murni dan mendasar. Allah telah haramkan khamr dan yang sejenisnya bukan karena Allah dan Rasul-Nya anti budaya barat yang gemar minum-minuman keras, akan tetapi sebagai bentuk kasih sayang Allah kepada mahluknya dan betapa besar dosa dan dampak negatif yang ditimbulkannya. Maka dari itu masihkah pantas jika khamr atau pun minuman beralkohol secara legal beredar di negeri yang berpenduduk mayoritas umat Islam ini?  

“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya” QS. Al A’rof ayat 96.  Wallohu 'alam (jibril-bwi)