Dibalik
maraknya aksi ‘hebat’ Densus 88 menangkap dan menghabisi pelaku terduga
terorisme, ternyata ada sebuah program yang diam-diam dilegalkan pemerintah
dengan bersembunyi dibalik isu tersebut. Program itu adalah Peraturan Presiden
(Perpres) Nomor 74 Tahun 2013 tentang “Pengendalian
dan Pengawasan Minuman Beralkohol” yang ditandatangani pada 6 Desember
2013. Melalui program itu, pemerintah kembali mengategorikan minuman beralkohol
sebagai barang yang peredarannya dalam pengawasan
Dalam
perpres tersebut, minuman beralkohol (mihol) dikelompokkan dalam 3 golongan. Pertama, golongan A yang mengandung etil
alkohol atau etanil (C2H5OH) dengan kadar sampai dengan 5 persen. Kedua, golongan B yang mengandung etil
alkohol atau etanol dengan kadar lebih dari lima sampai 20 persen. Ketiga, mihol golongan C yang mengandung
etil alkohol atau etanol dengan kadar lebih dari 20-55 persen.
Melalui
perpres ini, minuman beralkohol golongan A, B, dan C ternyata masih dapat
dijual di sejumlah tempat yang memenuhi persyaratan seperti: hotel, bar, dan
restoran dan di beberapa toko bebas bea. Hal yang baru dari perpres ini adalah
pemberian kewenangan pada bupati dan wali kota di daerah-daerah, serta gubernur
di DKI Jakarta untuk menentukan tempat-tempat di mana mihol boleh
diperjualbelikan atau dikonsumsi dengan syarat mesti tidak berdekatan dengan
tempat peribadatan, sekolah, dan rumah sakit serta mempertimbangkan
karakteristik daerah dan budaya lokal.
Munculnya
Perpres 74/2013 tak lepas dari benturan antara sejumlah peraturan daerah yang
melarang total peredaran mihol dan Keppres Nomor 3 Tahun 1997 yang hanya
mengatur pembatasan. Polemik yang pernah mencuat pada 2012 itu pun mengharuskan
Kemendagri mengevaluasi perda-perda miras di sejumlah daerah. Evaluasi terhadap
pencabutan perda tersebut menimbulkan gejolak hingga akhirnya Front Pembela
Islam (FPI) menggugat Keppres 3/1997 ke MA yang akhirnya mengabulkan gugatan
tersebut pada Juni 2013 dan membatalkan Keppres 3/1997.
Bagaimana Menurut Islam?
Dalam
Islam, minuman beralkohol dengan beragam jenisnya termasuk dalam Khamr. Secara bahasa Khamr artinya
sesuatu yang menutupi, sedangkan dalam istilah Fiqih yaitu segala macam yang memabukan, sebagaimana sabda
Rosululloh SAW yang artinya
"Tiap-tiap
yang memabukan adalah khamr dan setiap khamr adalah haram." (HR. Muslim)
Dengan
demikian yang dinamakan khamr tidak hanya terbatas pada minuman beralkohol akan
tetapi mencakup segala jenis barang yang memabukan seperti yang telah kita
kenal mulai dari Minuman Keras (Miras),
Narkotika, Ganja (Gelek) , Asis (Getah Ganja), Putaw, Sabu-Sabu dan lainnya.
Khamr
dan judi merupakan kebiasaan masyarakat Arab pra Islam yang telah mendarah
daging sehingga sulit untuk dihapuskan dengan seketika. Oleh karenanya pengharaman khamr dilakukan
secara bertahap. Mula-mula ayat yang diturunkan adalah Surat Al Baqoroh ayat
219 : “Mereka bertanya kepadamu tentang
khamar dan judi. Katakanlah: "Pada keduanya itu terdapat dosa besar dan
beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya
. . ."
Ayat
diatas menjelaskan bahwa khamr itu lebih banyak mudhorotnya daripada manfaatnya.
Kemudian turunlah Surat An Nisa' ayat 43
yang melarang shalat dalam keadaan mabuk hingga akhirnya turun ayat yang
mengharamkan khamr secara tegas.
“Wahai orang-orang
yang beriman, janganlah kalian mendekati shalat sedangkan kalian dalam keadaan
mabuk, sampai kalian mengetahui apa yang kalian katakan“
"Hai orang-orang
yang beriman, sesungguhnya khamr, berjudi, berkorban untuk berhala, mengundi
nasib dengan anak panah adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syetan, maka
jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan" (QS Al
Maidah ayat 90)
Bagaimana Kalau
Sedikit?
Diriwayatkan
dari Ibnu Umar r.a, bahwasanya Rasulullah saw. bersabda, "Barangsiapa minum khamr
semasa di dunia dan belum sempat bertaubat maka diharamkan untuknya
minum di akhirat kelak" (HR Bukhari [5575] dan Muslim [2003]).
Nabi
SAW bersabda, "Minuman (khamr) yang
dalam jumlah banyak memabukkan, maka sedikitpun juga haram". [HR.
Ahmad, shahih]
Induknya Kekejian
Rasulullah
saw bersabda, “Tiga golongan yang Allah
mengharamkan surga atas mereka: pecandu khamr, anak yang durhaka kepada orang
tua, dan Dayyuts, yaitu seorang yang merelakan keluarganya berbuat kekejian.”
(HR. Ahmad, dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih al-Jami’ nomor 3052
Rasulullah
saw. bersabda, “Barangsiapa minum khamr,
maka Allah tidak akan menerima shalatnya selama 40 hari. Namun jika ia
bertaubat maka Allah akan menerima taubatnya. Apabila mengulanginya kembali
maka Allah tidak akan menerima shalatnya selama 40 hari. Jika ia kembali
bertaubat maka Allah akan menerima taubatnya. Apabila mengulanginya kembali
maka Allah tidak akan menerima shalatnya selama 40 hari. Jika ia kembali
bertaubat maka Allah akan menerima taubatnya. Apabila untuk yang ke-4 kalinya ia ulangi lagi maka Allah
tidak akan menerima shalatnya selama 40 hari dan jika ia bertaubat Allah tidak
akan menerima lagi taubatnya dan akan memberinya minuman dari sungai Al-Khohal'."
Ditanyakan, "Wahai Abu Abdurrahman apa yang dimaksud dengan sungai Al-Khohal?" Ia menjawab, "Sungai yang berasal dari nanah
penghuni neraka," (Shahih, HR at-Tirmidzi [1862]).
Rasulullah
saw. bersabda, "Khamr itu adalah induk dari segala kekejian dan dosa
besar yang terbesar. Barangsiapa yang meminumnya berarti ia telah berbuat zina
terhadap ibu dan bibinya," (Hasan, lihat dalam kitab ash-Shahihah
[1853]).
Merubah Nama Khamr Untuk Menghalalkannya
Dari
'Ubadah bin Shamit, ia berkata : Rosululloh
SAW bersabda, "Sungguh akan ada segolongan dari ummatku yang menghalalkan khamr dengan menggunakan nama
lain". [HR. Ahmad]
Dari
Abu Umamah RA, ia berkata : Rosululloh
SAW bersabda, "Tidak lewat beberapa malam dan hari (Tidak lama
sepeninggalku) sehingga segolongan dari ummatku minum khamr dengan memberi nama
yang bukan namanya". [HR. Ibnu Majah]
Tidak Boleh Dijual
ataupun Dihadiahkan
Dari
Ibnu 'Abbas ia berkata : Rasulullah SAW
pernah mempunyai seorang kawan dari Tsaqif dan Daus, lalu ia menemui beliau
pada hari penaklukan kota Makkah dengan membawa satu angkatan atau seguci khamr
untuk dihadiahkan kepada beliau,
lalu Nabi SAW bersabda, "Ya Fulan, apakah engkau tidak tahu bahwa Allah
telah mengharamkannya ?" Lalu
orang tersebut memandang pelayannya sambil berkata, "Pergi dan Jual khamr itu". Lalu Rasulullah
SAW pun bersabda, "Sesungguhnya minuman yang telah diharamkan meminumnya,
juga diharamkan menjualnya". Lalu Rasulullah SAW menyuruh (agar ia
membuang)nya, lalu khamr itu pun dibuang . . . [HR. Ahmad, Muslim dan
Nasai]
Apa Hukumannya?
Peminum
khamr diancam dengan hukuman dera. Had ini ditetapkan berdasarkan hadist dari
Anas bin Malik RA, “dihadapkan kepada
nabi SAW seseorang yang telah meminum khamr, kemudian menjilidnya dengan dua
tangkai kurma kira-kira 40 kali." (HR Mutafaqun 'alaihi)
Siapa Saja yang Kena
Hukuman?
Dari
Anas ia berkata, "Rasulullah SAW
melaknat tentang khamr (meliputi) sepuluh golongan :
(1) yang memerasnya,
(2)
pemiliknya (produsennya),
(3) yang meminumnya,
(4) yang membawanya
(distributor),
(5) yang minta diantarinya,
(6) yang menuangkannya,
(7) yang
menjualnya,
(8) yang makan harganya,
(9) yang membelinya,
(10) yang minta
dibelikannya".
[HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah - dalam Nailul Authar juz
5 hal. 174]
Hukum Islam begitu sempurna dan bermanfaat bagi fitrah manusia yang paling murni dan mendasar. Allah telah haramkan khamr dan yang sejenisnya bukan karena Allah dan Rasul-Nya anti budaya barat yang gemar minum-minuman keras, akan tetapi sebagai bentuk kasih sayang Allah kepada mahluknya dan betapa besar dosa dan dampak negatif yang ditimbulkannya. Maka dari itu masihkah pantas jika khamr atau pun minuman beralkohol secara legal beredar di negeri yang berpenduduk mayoritas umat Islam ini?
“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya” QS. Al A’rof ayat 96. Wallohu 'alam (jibril-bwi)