Beberapa
tahun lalu, pernah marak diungkapkan oleh beberapa media Islam tentang fakta
pemurtadan kepada wanita muslimah dengan modus 3 D yaitu dipacari, dihamili, dan dimurtadkan.
Modus ini bukan cerita isapan jempol, tapi
fakta yang tengah dialami dalam masyarakat Islam Indonesia. Inilah modus
pemurtadan yang kerap terjadi untuk mengeluarkan seorang Muslim/Muslimah dari
Islam.
Modus yang Berlanjut
Terus
Pada
1970-an seorang menteri Orde Baru harus menelan kenyataan pahit setelah anak
perempuannya dipacari dan dihamili oleh seorang pemuda Kristen. Saking cintanya
dan takut anak yang dikandungnya tak berayah, sang anak pun rela ‘dinikahi’
dengan syarat harus keluar dari Islam (murtad). Perempuan Islam itu pun terpaksa
“menikah” karena sudah hamil dengan lelaki idamannya sehingga “cinta mati”
berhasil mengeluarkannya dari aqidah Islam.
Modus
lainnya, pria yang kafir itu pura-pura masuk Islam supaya bisa “menikahi”
wanita Muslim. Setelah berhasil, dia kembali ke keyakinannya semula, dan
mengajak perempuan yang “dinikahi”nya untuk masuk pada keyakinannya alias
murtad. Kasus terbaru adalah kasus artis sinetron Jonas Rivanno dan Asmirandah.
Jonas Rivanno rela menjadi mualaf untuk menikahi Asmirandah. Namun setelah
resmi menjadi suami Andah pada 17 Oktober silam, Jonas kembali menganut agama
terdahulunya.
KH
Amidhan sebagai Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat, angkat bicara
mengenai permasalahan yang menimpa Asmirandah dan Jonas, yang sudah menyalahi
agama. Amidhan melarang pernikahan yang membuat seseorang harus menistai agama,
apalagi pernikahan merupakan suatu hal yang sakral dan dipertanggungjawabkan
nantinya. Apalagi ternyata Jonas Rivanno dan Asmirandah telah menikah dengan
cara kristen di luar negeri setelah pernikahan mereka dibatalkan oleh pihak
keluarga Asmirandah.
Bagaimana Islam Menilai
Perbuatan Murtad?
Murtad berasal dari
kata irtadda yang artinya raja’a (kembali), sehingga apabila
dikatakan irtadda‘an diinihi maka
artinya orang itu telah kafir setelah memeluk Islam (lihat Mu’jamul Wasith,1/338). Perbuatannya yang menyebabkan dia kafir
atau murtad itu disebut sebagai riddah
(kemurtadan). Secara istilah makna riddah adalah: menjadi kafir sesudah berislam. Allah ta’ala berfirman (yang
artinya), “Barangsiapa diantara kalian
yang murtad dari agamanya kemudian mati dalam keadaan kafir maka mereka itulah
orang-orang yang terhapus amalannya di dunia dan akhirat. Dan mereka itulah
penghuni neraka. Mereka kekal berada di dalamnya.” (QS. Al-Baqarah : 217)
(lihat at-Tauhid li Shaffits Tsaalits ‘Aliy, hal. 32).
Macam-macam Riddah
[1]
Riddah dengan sebab ucapan. Seperti
contohnya ucapan mencela Allah ta’ala atau Rasul-Nya, menjelek-jelekkan
malaikat atau salah seorang rasul. Atau mengaku mengetahui ilmu gaib, mengaku
sebagai Nabi, membenarkan orang yang mengaku Nabi. Atau berdoa kepada selain
Allah, atau meminta perlindungan kepada selain Allah dalam urusan semacam itu.
[2]
Riddah dengan sebab perbuatan.
Seperti contohnya melakukan sujud kepada patung, pohon, batu atau kuburan dan
menyembelih hewan untuk diperembahkan kepadanya. Atau melempar mushaf di
tempat-tempat yang kotor, melakukan praktek sihir, mempelajari sihir atau
mengajarkannya. Atau memutuskan hukum dengan bukan hukum Allah dan meyakini
kebolehannya.
[3]
Riddah dengan sebab keyakinan.
Seperti contohnya meyakini Allah memiliki sekutu, meyakini khamr, zina dan riba
sebagai sesuatu yang halal.. Atau meyakini bahwa sholat itu tidak diwajibkan
dan sebagainya. Atau meyakini keharaman sesuatu yang jelas disepakati
kehalalannya. Atau meyakini kehalalan sesuatu yang telah disepakati
keharamannya.
[4]
Riddah dengan sebab keraguan. Seperti
meragukan sesuatu yang sudah jelas perkaranya di dalam agama, seperti meragukan
diharamkannya syirik, khamr dan zina. Atau meragukan kebenaran risalah Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam atau para Nabi yang lain. Atau meragukan
kebenaran Nabi tersebut, atau meragukan ajaran Islam. Atau meragukan berlakunya
Hukum Islam untuk diterapkan pada zaman sekarang ini (lihat at-Tauhid li Shaffits Tsaalits ‘Aliy, hal. 32-33).
Untuk
kasus yang menimpa Jonas Rivanno dan Asmirandah bisa jadi Asmirandah murtad
disebabkan dengan ucapan dan perbuatan karena dia menikah ulang di altar
gereja, seperti yang banyak diberitakan di media. Naudzu billahi min dzalik
Apa Hukumannya?
Dalam
Pemerintahan yang berdasarkan syariat Islam (Daulah/Khilafah), hukum orang yang murtad adalah dibunuh. Ini karena murtad adalah perbuatan yang sangat
membahayakan aqidah umat apalagi jika orang tersebut public figure dan perbuatannya bisa dicontoh oleh banyak orang. Sedangkan
murtad dari Islam adalah perbuatan yang sangat dimurkai oleh Allah dan
menyebabkan pelakunya kekal di neraka jika mereka tidak bertaubat dan kembali
memeluk Islam.
Adapun
hukum-hukum yang berkaitan dengan orang murtad adalah sebagai berikut:
[1]
Orang yang murtad harus diminta bertaubat
sebelum dijatuhi hukuman. Kalau dia mau bertobat dan kembali kepada Islam dalam
rentang waktu tiga hari maka diterima dan dibebaskan dari hukuman.
Allah
berfirman “Katakanlah kepada orang-orang
yang kafir itu: “Jika mereka berhenti (dari kekafirannya), niscaya Allah akan
mengampuni mereka tentang dosa-dosa mereka yang sudah lalu; dan jika mereka
kembali lagi, sesungguhnya akan berlaku (kepada mereka) sunnah (Allah terhadap)
orang-orang dahulu.” (QS Al Anfal : 38)
[2] Apabila dia menolak bertobat maka wajib membunuhnya.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang mengganti agamanya maka bunuhlah dia.” (HR. Bukhari
dan Abu Dawud).
[3]
Kemurtadannya menghalangi dia untuk memanfaatkan hartanya dalam rentang
waktu dia diminta taubat. Apabila dia bertaubat maka hartanya dikembalikan.
Kalau dia tidak mau maka hartanya
menjadi harta fa’i yang diperuntukkan bagi Baitul Maal Kaum Muslimin sejak
dia dihukum atau sejak kematiannya akibat murtad. Dan ada pula ulama yang
berpendapat bahwa hartanya diberikan untuk kepentingan kebaikan kaum muslimin
secara umum.
[4]
Orang murtad tidak berhak mendapatkan
warisan dari kerabatnya, dan juga mereka tidak bisa mewarisi hartanya.
[5]
Apabila dia mati atau terbunuh karena dijatuhi hukuman murtad maka mayatnya tidak dimandikan, tidak disholati dan
tidak dikubur di pekuburan kaum muslimin akan tetapi dikubur di pekuburan orang
kafir atau di kubur di tanah manapun selain pekuburan umat Islam (lihat at-Tauhid li Shaffits Tsaalits ‘Aliy,
hal. 33).
Apa Penyebabnya?
1. Kebodohan. Hal ini adalah
penyebab utama adanya gelombang pemurtadan. Salah satu cara yang efektif untuk
mencegah pemurtadan adalah dengan menyebarkan aqidah dan ilmu yang benar di
masyarakat. Dengan pemahaman Islam yang benar seorang muslim dapat menghindari
keburukan (termasuk pemurtadan) yang berpeluang terjadi dan terjatuh di dalamnya.
2. Kemiskinan. Pemurtadan seringkali terjadi pada daerah-daerah miskin
dan terkena bencana alam. Banyak kaum Muslimin rela yang mengorbankan keyakinan
mereka hanya untuk sesuap nasi dan sebungkus mie instan atau bahkan sebuah
pekerjaan yang ternyata upah yang diperolehnya juga pas-pasan.
3. Tidak adanya pemerintahan Islam
(Daulah/Khilafah)
Ketiadaan
pemerintahan Islam yang menegakkan syariat Allah harus kembali kita wujudkan
dan perjuangkan dengan jihad fie sabilillah agar musuh-musuh Islam tidak leluasa
melakukan pemurtadan dan penyesatan terhadap umat Islam. Tanpa ada Pemerintahan
Islam tidak ada payung hukum yang tegas dan jelas tentang pemurtadan. Karena,
bagi suatu pemerintahan yang tidak berhukum dengan hukum Islam perbuatan murtad
bukanlah suatu dosa besar yang menyebabkan pelakunya kekal di neraka.
Beberapa bukti
pentingnya keberadaan dan peran pemerintahan Islam dalam menghentikan gelombang
pemurtadan antara lain:
a. Para Khulafa’
Rasyidin memerangi orang-orang yang murtad dan menghukumi mereka dengan hukuman
mati, seperti yang dilakukan oleh Abu Bakar Siddiq terhadap Musailamah
al-Kadzab dan para pengikutnya.
b. Begitu juga yang
dilakukan oleh Khalifah Al Mahdi, yang memburu orang-orang yang murtad kemana
saja mereka bersembunyi, mereka yang tertangkap dibawa kehadiran-nya dan
dibunuh di depannya. (al Bidayah wa an Nihayah 10/149 )
Kasus Murtadnya Asmirandah dapat dijadikan pelajaran untuk mengingatkan para remaja dan orang tua Muslim di tengah fokus bahaya Syiah, Zionis, Komunis, Sekulerisme, Pluralisme dan Liberalisme, agar kita senantiasa berpegang teguh dengan Al-Quran dan mengamalkannya sebagai pedoman hidup terbaik agar tidak terjebak pemurtadan berkedok pernikahan.
“…Janganlah kalian menikahkan perempuan-perempuan Mukmin dengan laki-laki musyrik sampai mereka beriman. Budak laki-laki Mukmin sungguh lebih baik daripada seorang laki-laki musyrik, sekalipun laki-laki musyrik menyenangkan hati kalian. ... (QS al-Baqarah [2]: 221).
Wallahu A’lam (h4n-prob)