Jumat, 07 Februari 2014

Ketika Cinta Berubah Murtad


Beberapa tahun lalu, pernah marak diungkapkan oleh beberapa media Islam tentang fakta pemurtadan kepada wanita muslimah dengan modus 3 D  yaitu dipacari, dihamili, dan dimurtadkan. Modus ini bukan cerita isapan jempol, tapi  fakta yang tengah dialami dalam masyarakat Islam Indonesia. Inilah modus pemurtadan yang kerap terjadi untuk mengeluarkan seorang Muslim/Muslimah dari Islam.



Modus yang Berlanjut Terus

Pada 1970-an seorang menteri Orde Baru harus menelan kenyataan pahit setelah anak perempuannya dipacari dan dihamili oleh seorang pemuda Kristen. Saking cintanya dan takut anak yang dikandungnya tak berayah, sang anak pun rela ‘dinikahi’ dengan syarat harus keluar dari Islam (murtad). Perempuan Islam itu pun terpaksa “menikah” karena sudah hamil dengan lelaki idamannya sehingga “cinta mati” berhasil mengeluarkannya dari aqidah Islam.

Modus lainnya, pria yang kafir itu pura-pura masuk Islam supaya bisa “menikahi” wanita Muslim. Setelah berhasil, dia kembali ke keyakinannya semula, dan mengajak perempuan yang “dinikahi”nya untuk masuk pada keyakinannya alias murtad. Kasus terbaru adalah kasus artis sinetron Jonas Rivanno dan Asmirandah. Jonas Rivanno rela menjadi mualaf untuk menikahi Asmirandah. Namun setelah resmi menjadi suami Andah pada 17 Oktober silam, Jonas kembali menganut agama terdahulunya.

KH Amidhan sebagai Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat, angkat bicara mengenai permasalahan yang menimpa Asmirandah dan Jonas, yang sudah menyalahi agama. Amidhan melarang pernikahan yang membuat seseorang harus menistai agama, apalagi pernikahan merupakan suatu hal yang sakral dan dipertanggungjawabkan nantinya. Apalagi ternyata Jonas Rivanno dan Asmirandah telah menikah dengan cara kristen di luar negeri setelah pernikahan mereka dibatalkan oleh pihak keluarga Asmirandah.

Bagaimana Islam Menilai Perbuatan Murtad?

Murtad berasal dari kata irtadda yang artinya raja’a (kembali), sehingga apabila dikatakan irtadda‘an diinihi maka artinya orang itu telah kafir setelah memeluk Islam (lihat Mu’jamul Wasith,1/338). Perbuatannya yang menyebabkan dia kafir atau murtad itu disebut sebagai riddah (kemurtadan). Secara istilah makna riddah adalah: menjadi kafir sesudah berislam. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Barangsiapa diantara kalian yang murtad dari agamanya kemudian mati dalam keadaan kafir maka mereka itulah orang-orang yang terhapus amalannya di dunia dan akhirat. Dan mereka itulah penghuni neraka. Mereka kekal berada di dalamnya.” (QS. Al-Baqarah : 217) (lihat at-Tauhid li Shaffits Tsaalits ‘Aliy, hal. 32).

Macam-macam Riddah

[1] Riddah dengan sebab ucapan. Seperti contohnya ucapan mencela Allah ta’ala atau Rasul-Nya, menjelek-jelekkan malaikat atau salah seorang rasul. Atau mengaku mengetahui ilmu gaib, mengaku sebagai Nabi, membenarkan orang yang mengaku Nabi. Atau berdoa kepada selain Allah, atau meminta perlindungan kepada selain Allah dalam urusan semacam itu.
[2] Riddah dengan sebab perbuatan. Seperti contohnya melakukan sujud kepada patung, pohon, batu atau kuburan dan menyembelih hewan untuk diperembahkan kepadanya. Atau melempar mushaf di tempat-tempat yang kotor, melakukan praktek sihir, mempelajari sihir atau mengajarkannya. Atau memutuskan hukum dengan bukan hukum Allah dan meyakini kebolehannya.
[3] Riddah dengan sebab keyakinan. Seperti contohnya meyakini Allah memiliki sekutu, meyakini khamr, zina dan riba sebagai sesuatu yang halal.. Atau meyakini bahwa sholat itu tidak diwajibkan dan sebagainya. Atau meyakini keharaman sesuatu yang jelas disepakati kehalalannya. Atau meyakini kehalalan sesuatu yang telah disepakati keharamannya.
[4] Riddah dengan sebab keraguan. Seperti meragukan sesuatu yang sudah jelas perkaranya di dalam agama, seperti meragukan diharamkannya syirik, khamr dan zina. Atau meragukan kebenaran risalah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam atau para Nabi yang lain. Atau meragukan kebenaran Nabi tersebut, atau meragukan ajaran Islam. Atau meragukan berlakunya Hukum Islam untuk diterapkan pada zaman sekarang ini (lihat at-Tauhid li Shaffits Tsaalits ‘Aliy, hal. 32-33).
           
Untuk kasus yang menimpa Jonas Rivanno dan Asmirandah bisa jadi Asmirandah murtad disebabkan dengan ucapan dan perbuatan karena dia menikah ulang di altar gereja, seperti yang banyak diberitakan di media. Naudzu billahi min dzalik

Apa Hukumannya?

Dalam Pemerintahan yang berdasarkan syariat Islam (Daulah/Khilafah), hukum orang yang murtad adalah dibunuh.  Ini karena murtad adalah perbuatan yang sangat membahayakan aqidah umat apalagi jika orang tersebut public figure dan perbuatannya bisa dicontoh oleh banyak orang. Sedangkan murtad dari Islam adalah perbuatan yang sangat dimurkai oleh Allah dan menyebabkan pelakunya kekal di neraka jika mereka tidak bertaubat dan kembali memeluk Islam.

Adapun hukum-hukum yang berkaitan dengan orang murtad adalah sebagai berikut:

[1] Orang yang murtad harus diminta bertaubat sebelum dijatuhi hukuman. Kalau dia mau bertobat dan kembali kepada Islam dalam rentang waktu tiga hari maka diterima dan dibebaskan dari hukuman. 

Allah berfirman “Katakanlah kepada orang-orang yang kafir itu: “Jika mereka berhenti (dari kekafirannya), niscaya Allah akan mengampuni mereka tentang dosa-dosa mereka yang sudah lalu; dan jika mereka kembali lagi, sesungguhnya akan berlaku (kepada mereka) sunnah (Allah terhadap) orang-orang dahulu.” (QS Al Anfal : 38)

[2] Apabila dia menolak bertobat maka wajib membunuhnya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang mengganti agamanya maka bunuhlah dia.” (HR. Bukhari dan Abu Dawud).

[3] Kemurtadannya menghalangi dia untuk memanfaatkan hartanya dalam rentang waktu dia diminta taubat. Apabila dia bertaubat maka hartanya dikembalikan. Kalau dia tidak mau maka hartanya menjadi harta fa’i yang diperuntukkan bagi Baitul Maal Kaum Muslimin sejak dia dihukum atau sejak kematiannya akibat murtad. Dan ada pula ulama yang berpendapat bahwa hartanya diberikan untuk kepentingan kebaikan kaum muslimin secara umum.

[4] Orang murtad tidak berhak mendapatkan warisan dari kerabatnya, dan juga mereka tidak bisa mewarisi hartanya.

[5] Apabila dia mati atau terbunuh karena dijatuhi hukuman murtad maka mayatnya tidak dimandikan, tidak disholati dan tidak dikubur di pekuburan kaum muslimin akan tetapi dikubur di pekuburan orang kafir atau di kubur di tanah manapun selain pekuburan umat Islam (lihat at-Tauhid li Shaffits Tsaalits ‘Aliy, hal. 33).

Apa Penyebabnya?

1. Kebodohan. Hal ini adalah penyebab utama adanya gelombang pemurtadan. Salah satu cara yang efektif untuk mencegah pemurtadan adalah dengan menyebarkan aqidah dan ilmu yang benar di masyarakat. Dengan pemahaman Islam yang benar seorang muslim dapat menghindari keburukan (termasuk pemurtadan) yang berpeluang terjadi  dan terjatuh di dalamnya.

2. Kemiskinan. Pemurtadan seringkali terjadi pada daerah-daerah miskin dan terkena bencana alam. Banyak kaum Muslimin rela yang mengorbankan keyakinan mereka hanya untuk sesuap nasi dan sebungkus mie instan atau bahkan sebuah pekerjaan yang ternyata upah yang diperolehnya juga pas-pasan.

3. Tidak adanya pemerintahan Islam (Daulah/Khilafah)
Ketiadaan pemerintahan Islam yang menegakkan syariat Allah harus kembali kita wujudkan dan perjuangkan dengan jihad fie sabilillah agar musuh-musuh Islam tidak leluasa melakukan pemurtadan dan penyesatan terhadap umat Islam. Tanpa ada Pemerintahan Islam tidak ada payung hukum yang tegas dan jelas tentang pemurtadan. Karena, bagi suatu pemerintahan yang tidak berhukum dengan hukum Islam perbuatan murtad bukanlah suatu dosa besar yang menyebabkan pelakunya kekal di neraka. 
Beberapa bukti pentingnya keberadaan dan peran pemerintahan Islam dalam menghentikan gelombang pemurtadan antara lain:
a. Para Khulafa’ Rasyidin memerangi orang-orang yang murtad dan menghukumi mereka dengan hukuman mati, seperti yang dilakukan oleh Abu Bakar Siddiq terhadap Musailamah al-Kadzab dan para pengikutnya.
b. Begitu juga yang dilakukan oleh Khalifah Al Mahdi, yang memburu orang-orang yang murtad kemana saja mereka bersembunyi, mereka yang tertangkap dibawa kehadiran-nya dan dibunuh di depannya. (al Bidayah wa an Nihayah 10/149 )

Apa Kesimpulannya? 

Kasus Murtadnya Asmirandah dapat dijadikan pelajaran untuk mengingatkan para remaja dan orang tua Muslim di tengah fokus bahaya Syiah, Zionis, Komunis, Sekulerisme, Pluralisme dan Liberalisme, agar kita senantiasa berpegang teguh dengan Al-Quran dan mengamalkannya sebagai pedoman hidup terbaik agar tidak terjebak pemurtadan berkedok pernikahan. 

“…Janganlah kalian menikahkan perempuan-perempuan Mukmin dengan laki-laki musyrik sampai mereka beriman. Budak laki-laki Mukmin sungguh lebih baik daripada seorang laki-laki musyrik, sekalipun laki-laki musyrik menyenangkan hati kalian. ... (QS al-Baqarah [2]: 221). 

Wallahu A’lam (h4n-prob)

Kamis, 06 Februari 2014

Ketika Khomr Bebas Beredar



Dibalik maraknya aksi ‘hebat’ Densus 88 menangkap dan menghabisi pelaku terduga terorisme, ternyata ada sebuah program yang diam-diam dilegalkan pemerintah dengan bersembunyi dibalik isu tersebut. Program itu adalah Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 74 Tahun 2013 tentang “Pengendalian dan Pengawasan Minuman Beralkohol” yang ditandatangani pada 6 Desember 2013. Melalui program itu, pemerintah kembali mengategorikan minuman beralkohol sebagai barang yang peredarannya dalam pengawasan

Dalam perpres tersebut, minuman beralkohol (mihol) dikelompokkan dalam 3 golongan. Pertama, golongan A yang mengandung etil alkohol atau etanil (C2H5OH) dengan kadar sampai dengan 5 persen. Kedua, golongan B yang mengandung etil alkohol atau etanol dengan kadar lebih dari lima sampai 20 persen. Ketiga, mihol golongan C yang mengandung etil alkohol atau etanol dengan kadar lebih dari 20-55 persen.

Melalui perpres ini, minuman beralkohol golongan A, B, dan C ternyata masih dapat dijual di sejumlah tempat yang memenuhi persyaratan seperti: hotel, bar, dan restoran dan di beberapa toko bebas bea. Hal yang baru dari perpres ini adalah pemberian kewenangan pada bupati dan wali kota di daerah-daerah, serta gubernur di DKI Jakarta untuk menentukan tempat-tempat di mana mihol boleh diperjualbelikan atau dikonsumsi dengan syarat mesti tidak berdekatan dengan tempat peribadatan, sekolah, dan rumah sakit serta mempertimbangkan karakteristik daerah dan budaya lokal.

Munculnya Perpres 74/2013 tak lepas dari benturan antara sejumlah peraturan daerah yang melarang total peredaran mihol dan Keppres Nomor 3 Tahun 1997 yang hanya mengatur pembatasan. Polemik yang pernah mencuat pada 2012 itu pun mengharuskan Kemendagri mengevaluasi perda-perda miras di sejumlah daerah. Evaluasi terhadap pencabutan perda tersebut menimbulkan gejolak hingga akhirnya Front Pembela Islam (FPI) menggugat Keppres 3/1997 ke MA yang akhirnya mengabulkan gugatan tersebut pada Juni 2013 dan membatalkan Keppres 3/1997.

Bagaimana Menurut Islam?

Dalam Islam, minuman beralkohol dengan beragam jenisnya termasuk dalam Khamr. Secara bahasa Khamr artinya sesuatu yang menutupi, sedangkan dalam istilah Fiqih yaitu segala macam yang memabukan, sebagaimana sabda Rosululloh SAW yang artinya 

"Tiap-tiap yang memabukan adalah khamr dan setiap khamr adalah haram." (HR. Muslim)

Dengan demikian yang dinamakan khamr tidak hanya terbatas pada minuman beralkohol akan tetapi mencakup segala jenis barang yang memabukan seperti yang telah kita kenal mulai dari Minuman Keras (Miras),  Narkotika,  Ganja (Gelek) , Asis (Getah Ganja),  Putaw, Sabu-Sabu dan lainnya.

Khamr dan judi merupakan kebiasaan masyarakat Arab pra Islam yang telah mendarah daging sehingga sulit untuk dihapuskan dengan seketika.  Oleh karenanya pengharaman khamr dilakukan secara bertahap. Mula-mula ayat yang diturunkan adalah Surat Al Baqoroh ayat 219 : “Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: "Pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya . . ."

Ayat diatas menjelaskan bahwa khamr itu lebih banyak mudhorotnya daripada manfaatnya.  Kemudian turunlah Surat An Nisa' ayat 43 yang melarang shalat dalam keadaan mabuk hingga akhirnya turun ayat yang mengharamkan khamr secara tegas.

“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian mendekati shalat sedangkan kalian dalam keadaan mabuk, sampai kalian mengetahui apa yang kalian katakan“

"Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya khamr, berjudi, berkorban untuk berhala, mengundi nasib dengan anak panah adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syetan, maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan" (QS Al Maidah ayat 90)

Bagaimana Kalau Sedikit?

Diriwayatkan dari Ibnu Umar r.a, bahwasanya Rasulullah saw. bersabda, "Barangsiapa minum khamr  semasa di dunia dan belum sempat bertaubat maka diharamkan untuknya minum di akhirat kelak" (HR Bukhari [5575] dan Muslim [2003]).

Nabi SAW bersabda, "Minuman (khamr) yang dalam jumlah banyak memabukkan, maka sedikitpun juga haram". [HR. Ahmad, shahih]

Induknya Kekejian

Rasulullah saw bersabda, “Tiga golongan yang Allah mengharamkan surga atas mereka: pecandu khamr, anak yang durhaka kepada orang tua, dan Dayyuts, yaitu seorang yang merelakan keluarganya berbuat kekejian.” (HR. Ahmad, dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih al-Jami’ nomor 3052

Rasulullah saw. bersabda, “Barangsiapa minum khamr, maka Allah tidak akan menerima shalatnya selama 40 hari. Namun jika ia bertaubat maka Allah akan menerima taubatnya. Apabila mengulanginya kembali maka Allah tidak akan menerima shalatnya selama 40 hari. Jika ia kembali bertaubat maka Allah akan menerima taubatnya. Apabila mengulanginya kembali maka Allah tidak akan menerima shalatnya selama 40 hari. Jika ia kembali bertaubat maka Allah akan menerima taubatnya. Apabila untuk yang ke-4 kalinya ia ulangi lagi maka Allah tidak akan menerima shalatnya selama 40 hari dan jika ia bertaubat Allah tidak akan menerima lagi taubatnya dan akan memberinya minuman dari sungai Al-Khohal'." Ditanyakan, "Wahai Abu Abdurrahman apa yang dimaksud dengan sungai Al-Khohal?" Ia menjawab, "Sungai yang berasal dari nanah penghuni neraka," (Shahih, HR at-Tirmidzi [1862]).

Rasulullah saw. bersabda, "Khamr itu adalah induk dari segala kekejian dan dosa besar yang terbesar. Barangsiapa yang meminumnya berarti ia telah berbuat zina terhadap ibu dan bibinya," (Hasan, lihat dalam kitab ash-Shahihah [1853]).
Merubah Nama Khamr Untuk Menghalalkannya

Dari 'Ubadah bin Shamit, ia berkata : Rosululloh SAW bersabda, "Sungguh akan ada segolongan dari ummatku yang menghalalkan khamr dengan menggunakan nama lain". [HR. Ahmad]

Dari Abu Umamah RA, ia berkata : Rosululloh SAW bersabda, "Tidak lewat beberapa malam dan hari (Tidak lama sepeninggalku) sehingga segolongan dari ummatku minum khamr dengan memberi nama yang bukan namanya". [HR. Ibnu Majah]

Tidak Boleh Dijual ataupun Dihadiahkan

Dari Ibnu 'Abbas ia berkata : Rasulullah SAW pernah mempunyai seorang kawan dari Tsaqif dan Daus, lalu ia menemui beliau pada hari penaklukan kota Makkah dengan membawa satu angkatan atau seguci khamr untuk dihadiahkan kepada beliau, lalu Nabi SAW bersabda, "Ya Fulan, apakah engkau tidak tahu bahwa Allah telah mengharamkannya ?" Lalu orang tersebut memandang pelayannya sambil berkata, "Pergi dan Jual khamr itu". Lalu Rasulullah SAW pun bersabda, "Sesungguhnya minuman yang telah diharamkan meminumnya, juga diharamkan menjualnya". Lalu Rasulullah SAW menyuruh (agar ia membuang)nya, lalu khamr itu pun dibuang . . . [HR. Ahmad, Muslim dan Nasai]

Apa Hukumannya?

Peminum khamr diancam dengan hukuman dera. Had ini ditetapkan berdasarkan hadist dari Anas bin Malik RA, “dihadapkan kepada nabi SAW seseorang yang telah meminum khamr, kemudian menjilidnya dengan dua tangkai kurma kira-kira 40 kali." (HR Mutafaqun 'alaihi)

Siapa Saja yang Kena Hukuman?

Dari Anas ia berkata, "Rasulullah SAW melaknat tentang khamr (meliputi) sepuluh golongan : 
(1) yang memerasnya, 
(2) pemiliknya (produsennya), 
(3) yang meminumnya, 
(4) yang membawanya (distributor), 
(5) yang minta diantarinya, 
(6) yang menuangkannya, 
(7) yang menjualnya, 
(8) yang makan harganya, 
(9) yang membelinya, 
(10) yang minta dibelikannya". 
[HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah - dalam Nailul Authar juz 5 hal. 174]

SUBHANALLAH
Hukum Islam begitu sempurna dan bermanfaat bagi fitrah manusia yang paling murni dan mendasar. Allah telah haramkan khamr dan yang sejenisnya bukan karena Allah dan Rasul-Nya anti budaya barat yang gemar minum-minuman keras, akan tetapi sebagai bentuk kasih sayang Allah kepada mahluknya dan betapa besar dosa dan dampak negatif yang ditimbulkannya. Maka dari itu masihkah pantas jika khamr atau pun minuman beralkohol secara legal beredar di negeri yang berpenduduk mayoritas umat Islam ini?  

“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya” QS. Al A’rof ayat 96.  Wallohu 'alam (jibril-bwi)

RENUNGAN DI BALIK BENCANA



Musibah dan bencana datang secara beruntun silih berganti melanda negeri ini.  Kita ambil contoh dengan Banjir di Jakarta yang sudah menenggelamkan seperlima wilayahnya. Masih ingatkah kita bagaimana Jakarta merayakan penyambutan tahun baru dengan mewah dan meriah yang menghabiskan dana Rp 1 M hanya dalam semalam. Dan kini 2 minggu setelah acara hura-hura itu lebih dari 1 M kerugian harus ditanggung akibat banjir ini. Sebagai orang beriman, sudah sepatutnya mengambil pelajaran berharga dari kejadian-kejadian ini.

Lain Dulu, Lain Sekarang

Sudah menjadi kebiasaan, biasanya berbondong-bondonglah para pejabat, dari kepala daerah hingga presiden, mendatangi daerah yang dilanda bencana. Ucapan yang biasanya dilontarkan para pemimpin kepada rakyatnya yang sedang terkena bencana, “Sabar, tabah, tawakkal, dan lain-lain…” yang pada intinya menghimbau agar rakyat bersabar dalam menghadapi bencana

Kalau kita kembali ke zaman Khalifah Umar bin Khaththab,  juga pernah terjadi bencana berupa gempa dahsyat yang menimpa salah satu daerah yang dipimpinnya. Khalifah Umar pun mengunjungi daerah yang tertimpa gempa tersebut. Tetapi yang sangat berbeda dengan para pemimpin sekarang adalah perkataan yang dilontarkan oleh beliau.

Khalifah Umar berkata, “Wahai rakyatku, dosa besar apakah yang kalian lakukan sehingga Allah menimpakan azab seperti ini?!”

Sebagian orang mungkin akan berpikir bahwa ucapan itu sangatlah kasar dan kurang berkenan, apalagi kepada orang yang sedang tertimpa musibah. Tetapi, Khalifah Umar berkata demikian bukanlah tanpa sebab. Umar bin Khaththab lebih mengajak rakyatnya agar mengintrospeksi diri, dan inilah yang seharusnya kita lakukan.

Dalam Al-Qur’an Surat Hud ayat 109, Allah berfirman: “Dan Rabbmu sekali-kali tidak akan membinasakan negeri-negeri secara zalim, sedangkan penduduknya orang-orang yang berbuat kebaikan.”

Kemudian dalam Surat Al-Qashash ayat 59: “… dan tidak pernah (pula) Kami membinasakan kota-kota, kecuali penduduknya dalam keadaan melakukan kezaliman.”

Apakah Penyebabnya?

Lalu dosa besar apa yang telah dilakukan, sehingga Allah menimpakan bencana beruntun ini? Pertama, Allah menjelaskan dalam Al-Qur’an bahwa kaum yang di adzab oleh Allah adalah kaum yang tidak beriman [kafir] kepada Allah.

Kalau kita lihat fenomena di negeri Indonesia ini, mayoritas adalah mengaku pemeluk agama Islam. Tapi apa yang terjadi, Pemimpinnya justru enggan dan menolak berhukum dengan hukum Allah SWT, bahkan berhukum dengan hukum yang bertentangan dengan hukum Allah (hukum thogut). Padahal Allah berfirman :

Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu? Mereka hendak berhakim kepada thaghut, padahal mereka telah diperintah mengingkari thaghut itu. Dan syaitan bermaksud menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya.  (QS. An-Nisa [4]: 60)

Kedua, Mendustakan kebenaran yang dibawa oleh Rasul dan mengusir orang-orang beriman.

Hal ini seperti yang tertuang dalam Surat Asy Syu’ara’ ayat 105-115, Allah berfirman :

”Kaum Nuh telah mendustakan para Rasul. Ketika saudara mereka (Nuh) berkata kepada mereka: "Mengapa kamu tidak bertakwa? Sesungguhnya aku adalah seorang rasul kepercayaan (yang diutus) kepadamu, maka bertakwalah kepada Allah dan taatlah kepadaku. Dan aku sekali-kali tidak minta upah kepadamu atas ajakan-ajakan itu; upahku tidak lain hanyalah dari Tuhan semesta alam. Maka bertakwalah kepada Allah dan taatlah kepadaku". Mereka berkata: "Apakah kami akan beriman kepadamu, padahal yang mengikuti kamu ialah orang-orang yang hina?" Nuh menjawab: "Bagaimana aku mengetahui apa yang telah mereka kerjakan? Perhitungan (amal perbuatan) mereka tidak lain hanyalah kepada Tuhanku, kalau kamu menyadari. Dan aku sekali-kali tidak akan mengusir orang-orang yang beriman. Aku (ini) tidak lain melainkan pemberi peringatan yang menjelaskan". dan aku (Nuh) tidak akan mengusir orang-orang yang beriman.”

Hal ini ada kesamaan dengan fenomena penentangan dan pengusiran umat Islam yang ingin menerapkan Syariat Islam di Indonesia. Mereka pun kerap diremehkan dengan perkataan “Kalo ingin bersyariat Islam secara kaffah silahkan keluar dari NKRI”. Meskipun disisi lain, status dzohir mereka mengaku beragama Islam, tapi enggan diatur dengan syariat Islam. Maunya Islam yang hanya sebatas ibadah ritual saja, sedangkan hukum-hukum had [pidana yang sesuai Islam] mereka tidak mau memperjuangkan penegakanya.

Ketiga, dalam kisah kaum ‘Ad, selain mereka mendustakan Nabi Hud AS beserta ajaranya dan syareat Allah, kaum ‘Ad juga mempunyai ciri khas yaitu menyiksa kepada tawanan yang lemah.

Hal ini tertuang dalam firman Allah SWT : ”dan apabila kalian menyiksa, kalian menyiksa dengan kejam.” (Asy Syu’ara’ : 130).

Kita lihat kebrutalan dan kekejaman aparat DENSUS 88 anti teror [baca: anti Islam]. Dari banyak kasus, mereka melakukan penyiksaan terhadap muslim yang hanya dituduh sebagai teroris, bahkan beberapa diantaranya terjadi kasus salah tangkap. Sedangkan pembunuhan EXTRA JUDICIAL KILLING yang DENSUS 88 lakukan juga sudah sangat banyak terhadap umat Islam yang baru dituduh sebagai teroris.
Keempat, kisah kaum Nabi Luth AS mengenai perzinahan, baik itu antara laki-laki perempuan atau sesama jenis. Bagaimana dengan negeri ini yang banyak sekali kantong-kantong kemaksiatan baik itu lokalisasi pelacuran, diskotik, kafe remang-remang, panti pijat plus-plus dan lain sebagainya. Kami kira fakta ini sudah terdengar di setiap sudut ruang kita, dan tidak ditanggapi dengan hukum-hukum Islam.

Kelima, dalam kisah penduduk Aikah, yang diutus kepada mereka Nabi Syu’aib AS. Allah menjelaskan karakteristik mereka selain mereka mendustakan Rosul Allah AS, mereka juga dzalim terhadap hak orang lain.

Allah berfirman : ”Sempurnakanlah takaran dan janganlah kamu merugikan orang lain. Dan timbanglah dengan timbangan yang benar. Dan janganlah kamu merugikan manusia dengan mengurangi hak-haknya dan janganlah membuat kerusakan di bumi.” (Asy-Syu’ara’ : 181-183).

Kita amati fakta kasus korupsi di negeri yang kemerdekaannya diraih melalui jihad umat Islam ini sangat besar jumlah yang berhasil terungkap, sedangkan yang belum terungkap mungkin juga lebih besar lagi.

Saudaraku Kaum Muslimin,
Maka tidaklah mengherankan kalo di negeri ini Allah SWT juga tidak enggan menimpakan adzab-Nya. Kecuali kita mau berubah, menerapkan syariat Islam di segala lini kehidupan, baik itu kehidupan pribadi, bermasyarakat dan bernegara seperti yang telah dicontohkan Nabi Muhammad SAW dan Khulafaur Rasyidin. (nag-jbr)