Tidak
terasa, bulan demi bulan menjelang; tahun demi tahun pun berlalu. Kaum Muslim
kembali memasuki bulan Muharram, menandai datangnya kembali tahun yang baru;
kali ini memasuki Tahun Baru 1435 Hijrah. Tidak seperti ketika datang Tahun
Baru Masehi yang disambut semarak oleh masyarakat, Tahun Baru Hijrah disikapi
oleh kaum Muslimin dengan ‘dingin-dingin’ saja.
Memang,
Tahun Baru Hijrah tidak perlu disambut dengan kemeriahan pesta. Namun demikian,
sangat penting jika Tahun Baru Hijrah dijadikan sebagai momentum untuk
merenungkan kembali kondisi masyarakat kita saat ini. Tidak lain karena
peristiwa Hijrah Nabi saw yang merupakan peristiwa yang menandai perubahan
masyarakat Jahiliah saat itu menjadi masyarakat Islam.
Ada Apa dengan
Hijrah?
Perkataan
''Hijrah'' berasal dari bahasa Arab,
yang artinya, ''Meninggalkan suatu
perbuatan'' atau ''Menjauhkan diri
dari pergaulan'' atau ''Berpindah
dari suatu tempat ke tempat yang lain.''
Adapun
menurut syari'at', artinya Hijrah ada 3 macam.
Pertama, meninggalkan
semua perbuatan yang terlarang oleh Allah. Hijrah ini adalah wajib dikerjakan
oleh tiap-tiap orang yang telah mengaku beragama Islam. Nabi Muhammad telah
bersabda: ''Orang-orang yang berhijrah
itu ialah orang yang meninggalkan segala apa yang Allah telah melarang
daripadanya.'' (HR Bukhari)
Kedua, mengasingkan diri
dari pergaulan orang-orang musyrik atau orang-orang kafir yang telah memeluk Islam.
Hijrah ini adalah wajib juga dikerjakan oleh tiap-tiap orang Islam. Jadi
seorang Muslim yang tidak dapat mengerjakan perintah-perintah Islam dan menjauhi
larangan-larangan Islam di suatu daerah atau negeri, disebabkan adanya fitnah
oleh orang-orang kafir atau orang-orang musyrik, maka wajib ia mengasingkan
diri ke daerah atau negeri lainnya, yang kiranya dapat dipergunakan untuk
mengerjakan perintah-perintah Islam dan menjauhi larangan-larangannya. Di zaman
Nabi Muhammad SAW, hijrah ini pernah dikerjakan oleh sebagian kaum Muslimin di waktu
itu ke negeri Habsyi (Abbessinia) sampai terjadi dua kali.
Ketiga, berpindah dari
negeri atau daerah orang-orang kafir atau musyrik ke negeri atau daerah
orang-orang Muslim, seperti hijrah Nabi Muhammad SAW dan kaum Muslimin dari
Mekah ke Madinah. Hijrah inipun wajib pula dikerjakan oleh tiap-tiap muslim,
yang berdiam atau tinggal di negeri atau daerah orang-orang kafir atau musyrik,
yang ia tidak kuasa membongkar atau memusnahkan kekufuran dan kesyirikan itu,
maka wajib berpindah (berhijrah) ke negeri atau daerah lain untuk dapat menyelamatkan
keimanannya
Kenapa Hijrah?
Adapun
tujuan Hijrah semata-mata adalah mengharapkan Ridho Allah yang berupa
keselamatan dunia dan kebahagiaan di akhirat seperti yang dijanjikan-Nya. Sebagaimana
firman Allah dalam Surat At-Taubah ayat 100 : Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di
antara orang-orang muhajirin [yang berhijrah] dan Anshar dan orang-orang yang
mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha
kepada mereka dan mereka pun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi
mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya; mereka kekal di
dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar.
Makna Hijrah
Pelajaran
penting dari kisah Hijrah nabi SAW, telah memberikan 3 makna istimewa sebagai
berikut: Pertama: pemisah antara
kebenaran dan kebatilan; Demikianlah menurut Umar bin al-Khaththab ra. ketika
beliau menyatakan: Hijrah itu memisahkan antara kebenaran dan kebatilan. Dan juga
pemisah antara Islam dan kekufuran; serta antara Darul Islam dan darul kufur. Kedua: tonggak berdirinya Daulah
Islamiyah (Negara Islam) untuk pertama kalinya. Para ulama dan sejarawan Islam
telah sepakat bahwa Madinah setelah Hijrah Nabi SAW telah berubah menjadi
sebuah negara Islam dengan struktur yang sudah modern untuk ukuran zamannya. Ketiga: awal kebangkitan Islam dan kaum
Muslim yang pertama kalinya, setelah selama 13 tahun sejak kelahirannya, Islam
dan kaum Muslim terus dikucilkan dan ditindas secara zalim oleh orang-orang
kafir Makkah
Hijrah dan Jihad
Di dalam beberapa ayat Al-Qur’an dan
hadits Nabi SAW, kata hijrah berkaitan erat dengan jihad. Bahkan, kata hijrah digandengkan
dan disebutkan secara berurutan setelah iman
dan sebelum jihad. Misalnya dalam
firman Allah (yang artinya): “Sesungguhnya
orang-orang yang beriman, orang-orang
yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itulah
orang-orang yang mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang” (Terj. QS Al-Baqarah: 218).
Atau pula firman Allah (yang artinya):
”Orang-orang yang beriman dan berhijrah
serta berjihad di jalan Allah dengan
harta benda dan diri mereka, adalah lebih tinggi derajatnya di sisi Allah; dan
mereka itulah orang-orang yang mendapat kemenangan” (Terj. QS At-Taubah:
20).
Begitu pula dalam beberapa hadits,
seperti yang menyebutkan bahwa syetan akan selalu menghadang manusia di 3 jalan,
yakni di jalan menuju Islam (iman),
lalu di jalan menuju hijrah dan
kemudian menghadangnya sekali lagi di jalan menuju jihad (lihat HR. An-Nasa’i).
Beberapa sahabat Nabi SAW berincang-bincang, salah seorang
mereka berkata, "Sesungguhnya hijrah
telah selesai." Lalu mereka berbeda pandangan tentang hal itu.
Kemudian ada yang pergi menemui Rasulullah SAW dan berkata, "Ya Rasulullah, sesungguhnya
orang-orang berkata bahwa hijrah telah selesai. Lalu Rasulullah SAW bersabda:
"Sesungguhnya hijrah tidak akan terputus selama jihad masih ada."
(HR. Ahmad)
Penutup
Inilah keutamaan tiga prinsip dasar dalam Islam
yang saling berkaitan, yakni : Iman-Hijrah-Jihad. Iman harus dibuktikan dengan
hijrah lalu dengan jihad. Tanpa ketiganya, kaum muslimin tidak akan menjadi
mulia. Dan tidak ada jalan lain untuk menjadi mulia, kecuali dengan
mengamalkannya. Setiap orang yang menerima Islam akan menapaki kesempurnaan
ini. (h4n-prob)