KTT APEC yang diadakan 7-8 Oktober memang sudah berlalu. Namun sepintas ada yang perlu kita cermati dalam acara tersebut, yakni ketika Presiden Indonesia SBY memberikan sambutan yang luar biasa kepada Vladimir Putin, Presiden Rusia, yang sedang ulang tahun. Sungguh Ironi, Pemimpin Negeri yang mayoritas Muslim ini malah berakrab ria dengan Pemimpin Negeri yang hingga saat ini memerangi dan membantai kaum muslimin Chechnya
Pentingya Membedakan Muslim dan Kafir
Allah Azza wa Jalla mewajibkan agar kita
memiliki kesetiaan dan kecintaan kepada
kaum Muslimin [Al-Wala’], serta sikap berlepas diri dan
memusuhi terhadap orang-orang kafir [Al-Bara’]. Pemahaman Al Wala Wal-Bara’ ini bukanlah sesuatu yang baru karena telah
ditetapkan dalam Al-Qur’ân, dan as-Sunnah serta sudah disyariatkan saat Nabi SAW
dalam kondisi aman maupun perang.
Al Qur’an menyebut Al-Wala’ wal
Bara’ sebagai ikatan iman yang menghimpun orang-orang mukmin untuk melakukan
kebaikan dan amal saleh. Sebagaimana firman-Nya: “Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka
[adalah] menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh
[mengerjakan] yang ma’ruf, mencegah dari yang mungkar, mendirikan shalat,
menunaikan zakat, dan mereka ta’at kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan
diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”(At-Taubah:
71).
Al-wala’ Wal Bara’
merupakan komitmen keimanan seorang mukmin, sebagaimana Firman-Nya: “Kamu tidak akan mendapati sesuatu kaum yang
beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling berkasih sayang dengan
orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu
bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka.
Mereka itulah orang-orang yang Allah telah menanamkan keimanan dalam hati
mereka dan menguatkan mereka dengan pertolongan yang datang daripada-Nya. . .
(Al Mujadilah: 22).
Maka dari itu penting bagi kita untuk
memahami perbedaan Muslim dan Kafir, serta kedudukan mereka dalam tinjauan
syariat Islam. Ajaran Islam yang penuh rahmat dan mulia ini telah membagi
penduduk dunia menjadi dua macam bentuk manusia, yaitu Muslim dan
Kafir. Orang yang beriman dengan apa yang diturunkan Alloh
melalui Rosul-Nya maka ia adalah seorang Muslim,
sedangkan orang yang tidak mau beriman dengan-Nya maka ia disebut Kafir, apapun bentuk keyakinan dan agama
yang mereka anut, karena semua bentuk kekafiran itu adalah satu millah, sebagaimana pendapat Abu Hanifah, Asy-Syafi’i, Dawud dan Ahmad bin Hambal, berdasarkan firman
Alloh: “Bagi kalian dien [agama] kalian dan bagiku dien [agamaku] (Terj. QS Al
Kafiirun: 6)
Pembagian Orang Kafir
Kafir berdasarkan asal kekafirannya
digolongkan menjadi dua yaitu : pertama; Kafir
Asli
yang meliputi seperti Nasrani, Majusi,
Yahudi atau yang lain. Kedua; Kafir
karena Murtad yaitu orang Islam yang
mempunyai ideologi kafir seperti sosialis, sekuler, pluralis, komunis dan yang lain atau orang Islam
yang melakukan amalan yang membatalkan tauhid, seperti mencela Alloh Subhanahu
Wa Ta’ala, Rosululloh shalallahu ‘alaihi wasallam atau
menyekutukan Allah dalam ibadah dan pembuatan hukum.
Ditinjau secara hukum syar’i, Kafir dibagi lagi menjadi dua, yaitu
Kafir
Harbi dan Kafir Dzimmi.
Secara Bahasa, Kata harby merupakan nisbah kepada kata harb, yang merupakan lawan kata dari kata as silmu (perdamaian). Kata
harb berarti perang atau lawan yang memusuhi. Dikatakan “ana harbun liman haarabani“: saya
musuh atas orang yang memerangiku. “Fulanun
harbu Fulanin“ si fulan (A) musuh si fulan (B), fulan memerangi si
fulan. “Fulanun harbun lii”
Fulan memusuhiku, sekalipun ia tidak menyerang saya.”Lisanu al ‘Arab I / 303.
Secara istilah, Kafir Harbi artinya adalah
orang-orang yang memerangi kaum muslimin atau bergabung dengan kaum yang
memerangi kaum muslimin, baik perangnya betul-betul terjadi secara
terang-terangan dan kemungkinan masih akan terjadi. Hal ini bisa berasal dari
setiap orang kafir yang tidak terikat dengan perjanjian damai maupun dzimmah,
baik telah sampai kepadanya dakwah ataupun belum.Al Mutli’ ‘ala Abwab al
Muqni’ lil Ba’ly hal. 226, Al Madkhal li al Fiqhi al Islami li Muhammad Salam
Madkur, hal. 62, lihat Al Isti’anah hal. 131
DR. Ismail Luthfi al Fathani menyatakan:“Kata
harbi adalah kata yang disebutkan secara umum untuk orang yang bergabung dengan
darul harbi dari orang-orang yang tidak berdien Islam dan tidak ada ikatan
perjanjian antara dia dengan kaum muslimin, baik ia itu ahlu kitab maupun bukan.”
Ikhtilafu ad
Darain hal. 141.
Siapa
Yang Termasuk Kafir Harbi?
Para
ulama mengkategorikan beberapa golongan ke dalam kafir harbi, mereka adalah :
1. Orang-orang
kafir yang berbuat makar dan secara langsung memerangi kaum muslimin (lewat
kontak senjata). Contohnya : pemerintah Amerika Serikat yang berdiri di
belakang segala pemberangusan umat Islam yang ingin menegakkan Islam,
pemerintah Budha Myanmar yang memerangi kaum Rohingnya yang beragama Islam, Pemerintah
kristen ortodoks Serbia yang melakukan pembantaian keji terhadap Muslim Bosnia dan
lain-lain.
2. Orang-orang
kafir yang mengumumkan perang terhadap umat Islam, dengan cara: embargo
ekonomi, mengganggu dien sebagian kaum muslimin, membantu musuh-musuh Islam
dalam memerangi kaum muslimin, mengancam akan memerangi kaum muslimin dan
cara-cara lainnya.
3. Orang-orang
kafir yang tidak terikat perjanjian damai dengan imam/khalifah daulah/Negara Islam
dan mereka tidak menampakkan permusuhan.
Ketiga
kelompok ini boleh jadi telah sampai kepada mereka dakwah Islam, namun boleh
jadi juga belum. Dalam istilah fiqih, mereka semua dihitung sebagai Kafir
Harby. Ad Duraru as Saniyatu fi al Ajwibati an Najdiyati VII / 397, lihat Al Isti’anatu hal 131.
Dengan
demikian, maka pada dasarnya seluruh orang kafir itu statusnya adalah Harbi kecuali mereka yang
mendapatkan perlindungan dari Khalifah
(Kepala Negara) Negara Islam [Daulah]
dengan membayar jiyzah. Maka status
orang kafir yang demikian disebut Kafir
Dzimmi.
Orang kafir harbi ini halal darah
dan hartanya selama ia tidak
memiliki ikatan perjanjian damai dengan Khalifah
(Kepala Negara) Negara Islam [Daulah].
Kenapa demikian ? Karena dalam syariah Islam, yang menjadikan harta dan nyawa
seseorang terjaga hanyalah satu dari dua hal berikut : 1. Iman, atau 2. Al Amaan (Jaminan Keamanan). Bada’i’u ash Shana-i’ VII / 130. Selama mereka tidak
mempunyai ikatan perjanjian damai dengan Khalifah
(Kepala Negara) Negara Islam [Daulah]
mereka tidak boleh masuk ke dalam negara Islam karena ia membawa bahaya bagi
kaum muslimin. Kalau ia masuk ke negara Islam, maka harta dan darahnya halal.
Ia boleh dibunuh dan diambil hartanya, sebagaimana juga boleh diambil sebagai
budak atau diampuni. Al Mughni VIII / 523, At Tasyri’ al Jina-i al Islami I
/ 277.
Bagaimana Orang Kafir Masa Kini?
Telah
disebutkan bahwa orang kafir yang tidak terikat perjanjian damai dengan imam (kepala
negara) negara Islam/khalifah dan menolak menerima Islam atau membayar jizyah,
maka ia disebut sebagai Kafir Harbi.
Jika demikian keadaannya, saat ini hanya ada satu kata tentang orang non muslim,
yaitu “Kafir Harbi“. Kenapa
demikian? karena pada masa sekarang
belum ada negara (daulah) Islam
yang sudah menerapkan syariat Islam dan belum
ada orang kafir yang menetap di sana dengan membayar jizyah dan mentaati hukum
Islam.
Umar bin Mahmud Abu Umar
berkata:”Dalam hal ini, orang Yahudi dan Nasrani yang asli
kafir tidak bisa dikatakan sebagai ahludz
dzimmah, karena ahludz dzimmah dalam
istilah ahli fiqih adalah orang-orang kafir yang masuk ke dalam jaminan
keamanan di Daarul Islam.
Dan apabila tidak ada Daarul Islam
maka tidak ada ahludz dzimmah,
akan tetapi mereka adalah orang-orang harbi.” Al-jihad
wal Ijtihad, hal.73 Wallahu ‘alam bish showwab [prob]