Selasa, 16 September 2014

Pemimpin dalam Islam



Kaum Muslimin yang dirahmati Allah, Kriminalisasi terhadap ISIS dan kontroversi yang menyertainya di Indonesia telah melebar kepada hal-hal yang menjadi topik Fiqh di dalam Islam. Seperti kriminalisasi jihad dan Khilafah. Sehingga membuat banyak orang yang menjadi alergi terhadap tema Jihad dan Khilafah. 

Malah adalagi beberapa kalangan yang berpendapat bahwa isu ISIS ini sengaja dibuat dalam rangka mengalihkan perhatian publik dari sengketa Pilpres yang hingga kini belum selesai. Oleh karena itu penting kiranya apabila kita mengkaji kembali makna tersebut sesuai pandangan Ahlu Sunnah wal Jamaah.

MAKNA KHILAFAH

Dari Hudzaifah bin Al Yaman RA, bahwa Rasulullah bersabda :

“Adalah Kenabian (nubuwwah) itu ada di tengah-tengah kamu sekalian, yang ada atas kehendak Allah. Kemudian Allah mengangkatnya apabila Dia berkehendak mengangkatnya. Kemudian akan ada Khilafah yang menempuh jejak kenabian (Khilafah 'ala minhajin nubuwwah), yang ada atas kehendak Allah. Kemudian Allah mengangkatnya apabila Dia berkehendak mengangkatnya. Kemudian akan ada Kekuasaan yang menggigit (Mulkan 'Aadhdhon), yang ada atas kehendak Allah. Kemudian Allah mengangkatnya apabila Dia berkehendak mengangkatnya. Kemudian akan ada Kekuasaan yang memaksa /diktator (Mulkan Jabariyah), yang ada atas kehendak Allah. Kemudian Allah mengangkatnya, apabila Dia berkehendak mengangkatnya. Kemudian akan ada Khilafah yang menempuh jejak Kenabian (Khilafah 'ala minhajin nubuwwah). Kemudian beliau (Nabi) diam.” (Musnad Ahmad, Juz IV, hlm, 273, nomor hadits 18.430. Hadits ini dinilai hasan oleh Nashiruddin Al Albani, Silsilah Al Ahadits Al Shahihah, 1/8; dinilai hasan pula oleh Syaikh Syu'aib Al Arna'uth, dalam Musnad Ahmad bi Hukm Al Arna'uth, Juz 4 no hadits 18.430; dan dinilai shahih oleh Al Hafizh Al 'Iraqi dalam Mahajjah Al Qurab fi Mahabbah Al 'Arab, 2/17).

Khilafah menurut makna bahasa merupakan mashdar dari fi'il madhi khalafa, berarti : menggantikan atau menempati tempatnya (Munawwir, 1984:390).

Menurut Imam Ath-Thabari, makna bahasa inilah yang menjadi alasan mengapa as-sulthan al-a'zham (penguasa besar umat Islam) disebut sebagai khalifah, karena dia menggantikan penguasa sebelumnya, lalu menggantikan posisinya (Tafsir Ath-Thabari, I/199). Menurut Imam Al-Baidhawi (w. 685 H/1286 M), Khilafah adalah pengganti bagi Rasulullah SAW oleh seseorang dari beberapa orang dalam penegakan hukum-hukum syariah, pemeliharaan hak milik umat, yang wajib diikuti oleh seluruh umat (Hasyiyah Syarah Al-Thawali', hal.225). Dalam takmilah (catatan pelengkap) yang dibuatnya untuk kitab Al-Majmu' Syarah Al-Muhadzdzab karya Imam Nawawi (Juz 17/517), Al-Muthi'i berkata, ”Khilafah, Imamah, dan Imaratul Mu`minin adalah sinonim.”

Pemahaman ini telah menjadi dasar pembahasan seluruh ulama fiqih siyasah ketika mereka berbicara tentang “Khilafah” atau “Imamah”. Dengan demikian, walaupun secara literal tak ada satu pun ayat Al-Qur`an yang menyebut kata “ad-dawlah al-islamiyah” (negara Islam), bukan berarti dalam Islam tidak ada konsep negara. Atau tidak mewajibkan adanya Negara Islam. 

Para ulama terdahulu telah membahas konsep negara Islam atau sistem pemerintahan Islam dengan istilah lain yang lebih spesifik, yaitu istilah Khilafah/Imamah atau istilah Darul Islam (Lihat Dr. Sulaiman Ath-Thamawi, As-Sulthat Ats-Tsalats, hal. 245; Dr. Wahbah Az-Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuhu, IX/823).

DALIL TENTANG WAJIBNYA KHILAFAH ISLAMIYAH

Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” [An Nisa(4):59]

Ibnu Katsir berkata bahwa 'Konteks ayat ini, umum untuk seluruh ulul amri dari pemimpin - pemimpin dan ulama'. Wajhul-istidlal : Allah Azza wa Jalla telah mewajibkan ketaatan kepada ulil amri (yang menegakkan syariat Islam), yakni para pemimpin. Adanya perintah untuk taat menunjukkan wajibnya mengangkat pemimpin, karena Allah tidak akan memerintahkan kepada seseorang yang tidak ada. Dan Allah tidak akan mewajibkan taat kepada seseorang yang bersifat mandub (sunnah). Maka perintah taat kepada ulil Amri menuntut perintah untuk mengadakannya. Hal ini menunjukkan bahwa keberadaan Imam muslimin adalah suatu kewajiban.

Saudaraku Kaum Muslimin, 
Oleh karena itu, seharusnya kita tidak perlu alergi terhadap pembahasan khilafah, syariah dan jihad. Karena itu semua merupakan topik yang telah disetujui oleh para imam ulama Ahlu Sunnah wal Jamaah. Semoga bermanfaat. (wid-jbr)