Pembaca
yang dirahmati Allah ta’ala, Bulan Ramadhan adalah momentum tepat untuk
memaksimalkan kualitas taqwa kepada Allah, menjalankan perintah-Nya dan
menjauhi larangan-Nya serta melindungi diri dari murka dan siksa-Nya. Sebagaimana
firman-Nya :
Apa yang Rasul
berikan kepada kalian, maka terimalah! Dan apa yang dia larang bagi kalian,
maka tinggalkanlah! Dan bertakwalah kepada Allah! Sesungguhnya Allah amat keras
hukumannya. (QS Al-Hasyr: 7)
Tidak
dapat dipungkiri bahwa setiap umat itu membutuhkan pemimpin yang bisa membina
dan memotivasi umat untuk bertaqwa kepada Allah. Bagi umat Islam, pemimpin
menjadi harapan ditegakkannya hukum Allah subhanahu wa ta’ala. Allah subhanahu
wa ta’ala berfirman :
Hai orang-orang yang
beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul(Nya), dan pemimpin di antara kalian. Kemudian jika kalian berlainan pendapat
tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul
(sunnahnya), jika kalian benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian.
Yang demikian itu lebih utama (bagi kalian) dan lebih baik akibatnya. (QS.
An-Nisa’: 59).
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :“
Ketahuilah masing-masing kalian adalah pemimpin dan kalian akan ditanya tentang
kepemimpinan kalian. (HR. Bukhari)
Dalil
ayat dan hadits di atas menunjukkan bahwa umat wajib memiliki pemimpin sehingga
hak-hak mereka terlindungi, kehormatan mereka terjaga, dan keamanan mereka
dalam melaksanakan syari’at Allah terjamin, karena dengan adanya pemimpin ini
musuh tidak berani untuk mengganggu dan mengacaukan penerapan syari’at Allah
azza wa jalla. Oleh sebab itu Islam selalu membimbing pemeluknya agar hidup
bersama pemimpin, sebagaimana: imam shalat, imam safar, amil zakat, pemimpin
haji, pemimpin rumah tangga, dan termasuk pemimpin perang dan negara.
Ada Persayaratannya
Sebagai
agama yang sempurna, Islam juga menetapkan siapa saja yang layak untuk memimpin
umat Islam untuk menegakkan syari’at Allah, diantaranya:
1.
Muslim
Pemimpin
umat Islam haruslah seorang muslim. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman :
Allah telah berjanji
kepada orang-orang yang beriman di antara kalian dan mengerjakan amal-amal yang
shaleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi,
sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa. (QS.
An-Nur: 55).
Dan
umat Islam haram dipimpin oleh orang-orang kafir. Allah subhanahu wa ta’ala
berfirman :“Janganlah orang-orang mukmin
menjadikan orang-orang kafir menjadi pemimpin dengan meninggalkan orang-orang
mukmin. (QS. Ali-Imron: 28).
2.
Berilmu
Seorang
pemimpin harus memiliki ilmu tentang hukum-hukum Islam dan juga ilmu politik
dalam mengatur urusan manusia. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman :
Nabi (mereka)
berkata, “Sesungguhnya Allah telah memilih Thalut untuk memimpin kalian dan
menganugerahinya ilmu yang luas dan tubuh yang perkasa”. (QS. Al-Baqarah: 247).
Al-Hafizh
Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Dari
ayat di atas dapat diketahui bahwa seorang pemimpin hendaknya memiliki ilmu dan
kekuatan badan”. Imam Syaukani rahimahullah berkata: “Apa yang dapat dilakukan oleh seorang pemimpin ketika mendapati
problematika rakyat apabila dia seorang yang jahil [bodoh]? Minimal dia akan
diam dan bertanya kepada orang alim padahal dia tidak tahu mana yang benar dan
mana yang salah. Tidak demikian, Allah memerintahkan pada seorang pemimpin,
tetapi hendaknya dia memutuskan masalah dengan kebenaran dan keadilan. . .”. (Nailul
Authar 8/618).
3.
Laki-laki
Allah
subhanahu wa ta’ala berfirman : “Kaum
laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah
melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita). (QS.
An-Nisa’:34).
Abu
Bakrah radhiallahu ‘anhu berkata, “Tatkala
ada berita sampai kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa
penduduk Persia menyerahkan kepemimpinan kepada putri Kaisar, maka Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Tidak akan beruntung suatu kaum, bila
mereka menyerahkan kepemimpinan mereka kepada wanita.” (HR Bukhari)
Imam
Al-Baghawi rahimahullah berkata, “Para
ulama bersepakat bahwa seorang wanita tidak boleh menjadi pemimpin, karena
seorang pemimpin dia perlu keluar menegakkan perintah jihad serta urusan kaum
muslimin dan menyelesaikan pertikaian manusia. Sedangkan wanita adalah aurat,
tidak boleh menampakkan diri. Dia juga lemah untuk mengurus segala kepentingan.
Dengan demikian, maka tidak layak mengemban kepemimpinan kecuali kaum
laki-laki”. (Syarh Sunnah 10/77)
4.
Sehat Fisik
Imam
Al-Baghawi rahimahullah juga mengatakan, “Demikian
pula seorang pemimpin tidak boleh buta matanya sebab dia tidak dapat membedakan
orang yang bersengketa. Adapun riwayat Nabi mengangkat Ibnu Ummi Maktum di
Madinah dua kali, itu hanyalah kepemimpinan shalat, bukan masalah memutuskan
dan menghakimi”.
Siap Bertanggung Jawab
Ketika
seorang muslim yang memenuhi syarat menjadi pemimpin telah ditetapkan, maka
sejak itu beberapa beban kewajiban sebagai seorang pemimpin bagi umat telah
dipikulkan di pundaknya, antara lain :
1.
Taat kepada Allah dan Rasul-Nya
Taat
kepada Allah dan Rasul-Nya menjadi kewajiban paling utama bagi seluruh umat
Islam, apalagi sebagai seorang pemimpin. Bagaimana dia bisa memimpin umat untuk
taat kepada Allah dan Rasul-Nya jika dia sendiri tidak. Tentu ini sangat
bertolak belakang dengan tujuan ditegakkannya kepemimpinan dalam Islam.
2.
Membimbing dan mengarahkan umat untuk mentauhidkan Allah dan menjauhi perbuatan
syirik
Allah
subhanahu wa ta’ala menetapkan bahwa mentauhidkan Allah dan menjauhi perbuatan
syirik merupakan tujuan utama Allah mengutus Rasul-Rasul-Nya yang menjadi
teladan sebagai pemimpin bagi umatnya masing-masing. Firman-nya :
“Sesungguhnya Kami telah mengutus Rasul pada
tiap-tiap umat (untuk menyerukan), “Beribadahlah kalian kepada Allah (saja),
dan jauhilah thaghut itu”. (QS An-Nahl: 36).
3.
Berbuat adil
Sesungguhnya Allah
menyuruh kalian menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya dan
(menyuruh kalian) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kalian
menetapkan dengan adil. (QS. An-Nisa’: 58).
4.
Melaksanakan Syari’at Allah
Sebagai
pemimpin yang mengurus kepentingan umat Islam maka tentu tugas untuk
melaksanakan syari’at Allah menjadi tugas pokok dan mulia bagi seorang pemimpin
Maka patutkah aku
mencari hakim selain dari Allah, padahal Dialah yang telah menurunkan kitab
(Al-Qur’an) kepada kalian dengan terperinci. (QS. Al-An’am: 114).
Kesimpulannya
Sebagai
seorang muslim, memilih pemimpin yang kita butuhkan bukan melulu atas dasar keduniaan semata, seperti perkembangan ekonomi,
koalisi partai, dan kekuasaan semata. Tapi lebih kepada menjaga dua hal penting,
yakni menjaga keselamatan warganya di dunia dan di akhirat, dan menjaga penghambaan
seorang warga hanya kepada Rabb-Nya, Allah Ta’ala. Pemimpin yang kita butuhkan harus
memiliki visi misi yang jelas tentang keselamatan warga yang akan dipimpinnya
di dunia dan di akhirat. Bukan ditentukan
dengan kriteria yang sedikit mudhorotnya, berani menyejajarkan ajaran Islam
dengan ajaran lainnya yang diliputi syubhat dan kebatilan, atau bahkan yang alergi
untuk memberlakukan undang-undang yang sejalan dengan Syariat Islam. Na’udzu billahi min dzalik
Jadi
wajar dan pantas manakala standar pemimpin yang kita butuhkan harus dilihat
dari kacamata Islam dan urusan kaum
muslimin, yakni keselamatan mereka di dunia dan di akhirat. Dan figur pemimpin
yang kita butuhkan sesuai kriteria yang disebutkan bukan hal mustahil diperoleh
dan tidak perlu ditentukan dengan prosedur rumit yang menghambur-hamburkan dana
berlimpah. Wallohu ‘alam bish showwab.
[a.halim-jbr]