Setelah maraknya berita kontroversi ISIS, kita sering dikagetkan dengan beragam fenomena pelecehan terhadap Islam di berbagai media. Seperti pelecehan terhadap bendera dan panji-panji Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam yang bertuliskan kalimat Tauhid, Mushaf Al-Qur'an, perusakan citra istilah-istilah syar'i seperti istilah Khilafah, Jihad, Hijrah, Bai'at dan sebagainya. Alih-alih ingin mengkritisi, hal itu justru malah menodai agama Islam itu sendiri.
APAKAH INI TERMASUK?
1. The Jakarta Post, 3 juli 2014 memuat karikatur penghinaan terhadap simbol Islam berupa lafadz kalimat tauhid yang berhias gambar tengkorak kematian (skull), tepat di tengah-tengah tengkorak, tertera lafadz bertuliskan Allah, Rasul, dan Muhammad.
2. Program Seputar Indonesia Pagi RCTI pada 8 Agustus 2014 saat membahas tema “Polemik ISIS”, dengan sengaja menayangkan gambar lafadz tauhid yang dicoret silang warna merah mencolok.
3. Aksi seorang wanita Mesir yang mengunggah sebuah gambar di media sosial yang memperlihatkan dirinya dan seorang wanita lain tengah buang air besar dan menstruasi di atas bendera bertuliskan kalimat tauhid sambil telanjang. Na'udzubillahi mindzalik!.
4. Pernyataan kontroversial seorang ketua ormas islam dalam acara Indonesia Lawyer Club [ILC] selasa 14 oktober 2014, di TV One, yang menyatakan “ayat konstitusi di atas Ayat Al Quran”, sedangkan secara jelas Nabi saw bersabda “Al-islamu ya'lu wala yu'la 'alaih”, Islam itu tinggi dan tidak ada yang menandinginya.
KENAPA TERJADI?
Sikap penghinaan dan pelecehan terhadap syi'ar-syi'ar Islam [istihza'] ternyata hanya akan muncul dari hati orang munafik. Sikap ini sangat bertentangan dengan prinsip keimanan. Kedua sikap yang bertentangan tersebut tidak mungkin bisa bertemu dalam diri seseorang. Oleh karena itu, Allah menyebutkan bahwa pengagungan terhadap syiar-syiar agama berasal dari ketaqwaan hati, sebagaimana firman-Nya dalam QS. Al Hajj:32.
Allah memperingatkan tentang hukuman bagi orang-orang yang menghina nilai-nilai Islam. Diantara firman-Nya adalah:
“Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentulah mereka akan menjawab: “Sesungguhnya kami hanyalah bersenda gurau dan bermain-main saja.” Katakanlah: “Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kalian selalu berolok-olok?.” Tidak usah kalian meminta maaf, karena kalian telah kafir sesudah kalian beriman. Jika Kami memaafkan segolongan daripada kalian (lantaran mereka tobat), niscaya Kami akan mengazab golongan (yang lain) disebabkan mereka adalah orang-orang yang selalu berbuat dosa.” (QS. At-Taubah [9]: 65-66)
lbnu Umar radhiyallahu'anhum menceritakan tentang sebab turunnya ayat tersebut, “Dalam perang Tabuk ada orang yang berkata, “Kita belum pernah melihat orang-orang seperti para ahli baca Al-Qur`an ini. Mereka adalah orang yang lebih buncit perutnya, lebih dusta lisannya dan lebih pengecut dalam peperangan.” [yang mereka olok-olok tersebut adalah Rasulullah SAW dan para sahabat yang ahli baca Al-Qur`an].
Mendengar ucapan itu, Auf bin Malik berkata: “Bohong kamu. Justru kamu adalah orang munafik. Aku akan memberitahukan ucapanmu ini kepada Rasulullah SAW”
Bagaimana reaksi Rasulullah? Ibnu Umar berkata, “Aku melihat dia berpegangan pada sabuk pelana unta Rasulullah, sedangkan kedua kakinya tersandung-sandung batu sambil berkata: “Sebenarnya kami hanya bersenda-gurau dan bermain-main saja.” Namun Rasulullah SAW balik bertanya kepadanya: “Apakah terhadap Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?” Beliau hanya mengatakan hal itu dan tidak memberikan bantahan lebih panjang lagi. (lihat: Al-Qurtubi, Jami'ul Bayan fi Ta'wili Ayyil Qur'an, 14/333-335)
Manakala Rasulullah bermuamalah dengan manusia beliau terkenal sosok yang paling pemaaf, NAMUN sangat berbeda ketika ajaran Islam dilecehkan, beliau bisa berubah menjadi sangat marah. Demikian juga sikap para sahabat pasca wafatnya Nabi saw. Dalam menanggapi penghinaan terhadap Islam, mereka tidak berbeda dengan Nabi saw. Laits bin Abi Sulaim meriwayatkan dari Mujahid bin Jabr berkata: “ … Khalifah Umar berkata: “Barangsiapa mencaci maki Allah atau mencaci maki salah seorang nabi-Nya, maka bunuhlah dia!”(Ibnu Taimiyah, Ash-Sharimul Maslul 'ala Syatimir Rasul, hal. 201)
BUKANKAH RASUL MEMAAFKAN ORANG YANG MENCELANYA?
Ya memang benar. NAMUN itu terjadi ketika Rasul saw masih hidup karena hal itu dalam rangka meraih maslahat dan ta'lif (melembutkan hati). Bahkan, Ketika beliau mengetahui data para munafiqin, beliau tidak serta merta membunuh mereka, supaya mereka berkesempatan menerima dakwah.
Demikianlah sikap Islam ketika ada sebagian orang yang melecehkan ajarannya, ternyata mereka harus menerima resiko berat hingga berupa hukuman mati. Semoga kita mampu menjaga perbuatan kita untuk senantiasa tunduk mengikuti ketentuan Allah dan Rasul-Nya serta berperan dalam mewujudkan kejayaan Islam. Wallahu'alam bish showwab. [Bud/jbr]